Opini
Bencana Kerap Melanda, Butuh Solusi Paripurna
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pada awal tahun ini, beberapa wilayah di Indonesia terkena bencana berupa musibah banjir. Tercatat beberapa daerah mengalami kondisi banjir yang parah dengan menelan korban jiwa dan kerusakan ratusan rumah warga. Berikut ini beberapa rangkuman dari musibah banjir yang terjadi.
Bencana banjir bandang menerjang Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dari musibah ini dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka.
Menurut informasi yang diberikan oleh Kepala Pelaksana BPBD Sulteng, Akris Fattah Yunus, banjir melanda Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia. Dampak banjir juga merusak camp/selter di kawasan perusahaan. Akhirnya para pekerja menyelamatkan diri ke tempat yang aman (cnnindonesia.com, 04-01-2025).
Dari wilayah Pulau Jawa, banjir bandang menerjang Dusun Peh, Desa Gunung Sari, Kecamatan Maesan, Bondowoso pada Kamis (9-1-2025). Banjir bandang meluap hingga ke ruas jalan raya dan sejumlah pemukiman warga. Menurut laporan BPBD Bondowoso, sedikitnya ada 12 rumah warga yang hanyut tersapu oleh banjir bandang tersebut (beritasatu.com, 09-012025).
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), banjir bandang dan tanah longsor juga melanda Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, pada Jumat (10/1) pukul 13.30 WITA. Sebanyak 197 rumah warga terdampak banjir, tetapi tidak ada laporan korban jiwa. Kondisi air mulai surut menjelang sore hari (cnnindonesia.com, 11-01-25).
Hingga kini banjir masih menjadi masalah klasik di Indonesia. Musibah banjir pasti terjadi setiap tahun. Memang benar, Indonesia termasuk wilayah yang memiliki curah hujan tinggi. Namun semestinya dengan kondisi yang seperti itu pemerintah melakukan evaluasi lebih serius lagi. Tak bisa dimungkiri terjadinya bencana berkelindan juga dengan kebijakan pembangunan di negeri ini beserta upaya antisipasi dan mitigasinya.
Pembangunan dalam Kapitalisme
Terjadinya bencana berulang di Indonesia yang paling utama karena disebabkan maraknya pembangunan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena penguasa memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis. Dengan skema prioritas bisnis tentu yang menjadi fokus utama adalah bagaimana dari proses pembangunan yang ada menghasilkan keuntungan materi yang sangat banyak.
Sudah bisa ditebak, akhirnya kerusakan alam terjadi di mana-mana dalam skala besar akibat egoisme mengejar pertumbuhan ekonomi. Keselamatan warga pun diabaikan. Semua ini terjadi karena kebijakan pembangunan berlangsung eksploitatif sehingga memberikan dampak buruk pada lingkungan.
Kebijakan yang eksploitatif menunjukkan jika pemerintah hanya peduli pada penggenjotan ekonomi dan abai pada kelestarian lingkungan, padahal keuntungan ekonomi yang diperoleh tidak sebanding dengan kerugian yang ditanggung akibat kerusakan lingkungan. Inilah akibatnya jika oligarki dibebaskan dalam menguasai pembangunan. Terlihat jika negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat.
Pembangunan yang eksploitatif merupakan ciri khas pembangunan kapitalistik yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama. Negara hanya memprioritaskan pendapatan negara dari pajak yang disetor para pengusaha, tetapi menutup mata terhadap kerusakan parah yang mereka akibatkan.
Lebih parah lagi, perusakan lingkungan ‘dilindungi’ oknum-oknum aparat serakah yang tergiur mendapat keuntungan pribadi berupa uang pelicin. Akibatnya kebijakan pembangunan eksploitatif ini menjadikan negeri ini langganan bencana. Bencana ini akan terus terjadi pada masa depan jika tidak ada perubahan pada arah pembangunan negara.
Butuh Mitigasi Sempurna
Sejatinya, terjadinya bencana bukan hanya karena faktor alam berupa curah hujan yang tinggi, tetapi berkaitan erat dengan kebijakan pembangunan negara selama ini yang cenderung merusak. Sebagai contoh, ketika negara membiarkan penebangan hutan secara berlebihan, tentu akibatnya adalah bencana banjir. Juga pembukaan lahan besar-besaran untuk industri yang akan menyebabkan rawan bencana.
Negara pun tidak bisa berbuat lebih lagi dalam menangani bencana. Banjir berulang yang kerap menelan korban harta dan nyawa, juga menunjukkan lemahnya mitigasi bencana. Kelemahan ini sungguh telah membahayakan nyawa rakyat.
Berulangnya banjir ataupun bencana lainnya yang memakan banyak korban juga menunjukkan bahwa kita butuh upaya mitigasi yang lengkap dan menyeluruh agar bisa optimal mencegah bencana dan menyelamatkan masyarakat. Kita harus melihat persoalan dari banyak sisi, mulai dari aspek penyebab bencana, upaya pencegahan, penanganan saat dan pasca terjadi bencana.
Konsep Pembangunan dan Mitigasi Bencana dalam Islam
Jelaslah bahwa konsep pembangunan negara ala kapitalisme harus ditinggalkan dan beralih pada pembangunan berasaskan Islam. Pembangunan dalam Islam yang pasti memprioritaskan kemaslahatan umat.
Dalam Islam, negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara yang berfungsi sebagai pengurus segala kebutuhan rakyatnya. Jika pemimpin negara abai dalam melaksanakannya, maka ia tidak akan lepas dari pertanggungjawaban kepada Allah Swt. di akhirat kelak atas tugasnya sebagai penguasa dan pengambilan kebijakannya dalam mengurus rakyat.
Dalam melaksanakan amanah tersebut, beberapa hal yang akan dilakukan oleh negara adalah sebagai berikut:
Pertama, negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota atau desa dan berorientasi pada kemaslahatan dan kebutuhan rakyat. Selain itu penjagaan kelestarian alam juga tidak diabaikan.
Kedua, negara menerapkan kebijakan pembangunan yang tidak eksploitatif maupun destruktif. Allah Swt. berfirman yang artinya “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (TQS Al-A'raf: 56).
Ketiga, negara akan mewujudkan mitigasi yang lengkap dan menyeluruh sehingga mampu mendorong langkah antisipasif. Hal ini dilakukan untuk mencegah jatuhnya banyak korban dan memperkecil dampak kerusakan.
Bentuk langkah yang dilakukan misalnya mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem, mengatur pengambilan hasil hutan agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, mengoptimalkan pengawasan hutan agar tidak terjadi penebangan liar, menggalakkan reboisasi untuk menjaga kelestarian hutan, dan mengawasi kondisi sungai sehingga bisa mencegah hal-hal yang menurunkan fungsi sungai.
Keempat, negara memberi sanksi tegas kepada pelanggar aturan pelestarian hutan, baik pelaku lapangan, pengusaha, maupun oknum aparat yang menjadi beking. Ini sangat penting sebab di era kapitalisme ini kebanyakan para pelaku perusak hutan yang ditangkap adalah orang lapangan, bukan pemain utamanya.
Demikianlah keseriusan negara dalam melakukan pembangunan berbasis Islam dan mitigasi yang paripurna sehingga bisa mencegah terjadinya bencana dan meminimalkan jumlah korban. Ini semua hanya dapat diterapkan manakala Islam ditegakkan dalam sistem kenegaraan (Khilafah). Inilah sistem yang layak kita jalankan.
Wallahua'lam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar