Opini
Berantas L68T dengan Perda, Efektifkah?
Oleh: Rosma Asfary Tamira, M.Pd
(Aktivis Dakwah Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Sangat mengejutkan! Tingginya kasus penyimpangan seksual L68T (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di provinsi Sumatera Barat menjadikan provinsi ini menjadi provinsi urutan kelima dalam kasus L68T terbanyak di Indonesia, dengan 18 ribu kasus di tahun 2022. Di antaranya, banyak dari mereka yang berada di usia produktif 25 - 29 tahun terjerumus dalam perilaku menyimpang. Dengan tingginya kasus L68T tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan kasus HIV/AIDS yang dapat menyebabkan kematian.
Hal inilah yang menjadi alasan utama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat berencana untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mampu mengatasi permasalahan pelik ini. Seperti dilansir di laman Republika.co.id (4-1-2025), DPRD Provinsi Sumatera Barat sedang mengkaji rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T) di Ranah Minang. Menurut Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, Nanda Satria, saat ini terdapat beberapa daerah di Provinsi Sumbar yang sudah lebih dulu membuat Perda pemberantasan L68T sehingga DPRD menilai bahwa pemerintah provinsi juga perlu melakukan hal yang serupa. Rencana pembuatan Perda ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah Minang yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah".
Adapun “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” adalah prinsip yang digunakan oleh masyarakat Minang untuk mengatur kehidupan sehari-hari mereka. Konsep ini menggabungkan adat istiadat lokal dengan ajaran agama Islam yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadist. Dalam praktiknya, “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” memberikan pedoman bagi masyarakat Minang dalam menjalankan kehidupan beragama dan berbudaya secara seimbang.
Rusaknya Sistem Sekularisme di Indonesia
Sistem sekularisme yang sedang diterapkan di negara kita saat ini terbukti mampu merusak generasi. Masyarakat yang terjebak dalam sistem sekularisme cenderung menormalisasi perilaku yang sebenarnya menyalahi aturan Islam. Bahkan, sebagian dari mereka menganggap perilaku yang menyimpang tersebut sebagai bentuk modernisasi kehidupan. Akibatnya generasi menjadi sangat dekat dengan kehidupan sekuler liberal yang mendegradasi nilai moral dan akhlak.
L68T juga merupakan buah dari sistem sekuler. Hak Asasi Manusia (HAM) yang lahir dan kerap didengungkan oleh sistem sekularisme membuat manusia bebas menentukan kehendaknya sendiri termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya. Alhasil, hal ini membuat kemaksiatan semakin tumbuh subur di negara kita.
Tentu saja keinginan membuat peraturan daerah untuk memberantas L68T adalah keinginan yang sangat baik. Namun hal ini sepertinya tidak akan efektif. Terbukti sudah begitu banyak Perda syariah yang dibuat oleh daerah tapi terus menerus dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan ada juga yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini disebabkan karena bukan sistem Islam yang dijadikan acuan dalam sistem demokrasi sekuler, melainkan HAM, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat menerapkan syariat Islam secara sempurna. Dengan tidak adanya syariat Islam kaffah maka akan tercipta asas yang batil yang hanya bersumber pada akal manusia yang lemah sehingga tidak akan mampu memberikan solusi tuntas atas segala permasalahan manusia.
Sistem Islam Solusi Terbaik
Sejatinya kasus L68T ini tidak akan mampu terselesaikan dengan menerapkan sistem rusak yang ada pada saat ini. L68T hanya akan dapat diberantas dengan tuntas ketika Islam mampu diterapkan secara kaffah. Islam memiliki hukum tertentu sesuai syariat Allah terkait sistem pergaulan atau sistem sosial, yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dan juga orientasi seksualnya. Perilaku L68T hukumnya jelas haram dalam Islam. Semua perbuatan haram itu sekaligus dinilai sebagai tindak kejahatan/kriminal (al-jariimah) yang harus dihukum (Abdurrahman al-Maliki, Nizhaam al-‘Uquubaat, hlm. 8-10).
Peran negara sangat dibutuhkan dalam sistem Islam. Negara akan menjadi pelindung dan penjaga umat agar tetap berada dalam ketaatan pada Allah termasuk dalam sistem sosial. Negara akan menutup rapat setiap celah yang akan membuka peluang pelanggaran hukum syara. Selain itu, Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan atas pelanggaran hukum syara termasuk dalam penyimpangan orientasi seksual.
Upaya untuk menerapkan sistem Islam secara kaffah ini hendaknya didukung oleh semua komponen. Baik negara, masyarakat maupun keluarga harus mampu berperan aktif dalam melindungi umat. Begitupula dengan organisasi dan jamaah dakwah Islam yang ada di tengah-tengah masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab yang besar pula untuk melindungi umat dari maraknya penyimpangan seksual yang sedang terjadi saat ini. Umat harus diselamatkan dengan penerapan sistem Islam secara sempurna dan hal ini hanya dapat diterapkan dalam institusi pemerintahan Islam yang hakiki, yakni Khilafah.
Wallaahu a’lam bishshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar