Cerpen
Darah yang Terpisah
Oleh: Kartika
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lestari duduk termenung di sisi ranjangnya. Kepalanya terasa berat, matanya sembab karena tidak henti-hentinya menangis. Pernikahannya dengan laki-laki yang sangat ia cintai, gagal dilangsungkan, karena darahnya.
"Ini semua pasti mimpi," gumam Lestari teringat lagi kejadian tadi.
"Sudah ada semuanya? Calon mempelai pria, calon mempelai wanita, wali, saksi?" tanya petugas KUA.
"Alhamdulillah sudah Pak," jawab papanya Lestari.
"Kalau begitu mari kita mulai proses ijab qabul".
Akan tetapi, ketika Ardi, calon suami Lestari, bersiap menyalami tangan Pak Wahyu, papa Lestari, tiba-tiba Pak Wahyu menolaknya. Semua kaget dan saling memandang satu sama lain.
"Maaf, saya tidak bisa menjadi wali nikahnya Lestari," Kata Pak Wahyu.
"Kenapa papa?" tanya Lestari.
"Maaf nak, papa ini... bu.. bukan ayah kandungmu".
Semua terdiam dan Lestari bingung.
"Maksud Papa apa? Lestari tidak mengerti papa..."
"Nak, dulu papa menikahi perempuan single parent anak satu. Dari pernikahan itu, papa tidak dikaruniai anak satu pun. Satu hari, perempuan itu sakit keras. Tidak lama dia pun meninggal, lalu papa menikah dengan mama, lalu lahirlah Fittria"
"Siapa perempuan yang Papa ceritakan itu?" tanya Lestari.
"Perempuan itu... adalah ibumu Nak"
"Papaaa...," Lestari histeris sambil memeluk papanya.
"Sebelum meninggal, ibumu meminta agar papa menjagamu sampai kamu menikah. Ssekarang, kamu sebentar lagi akan punya suami, tapi maaf papa tidak bisa menjadi wali nikahmu. Walau secara hukum, papa ini adalah papamu, tapi papa tidak ada hak untuk menjadi wali nikahmu, ada pun Fittria, dia adikmu, tapi tidak seayah dan tidak seibu denganmu nak."
"Mengapa Papa baru menceritakannya sekarang? Kenapa tidak dari dulu? Kenapa papa?" Lestari sesenggukan.
"Sayang, setiap papa mau menceritakan tentangmu, papa tidak bisa. Papa takut kamu tidak menyayangi papa lagi, sedangkan papa sangat menyayangimu seperti anak kandung papa sendiri," jawab Pak Wahyu sambil menyeka air matanya.
Ruangan seketika menjadi hening, dan semua yang hadir hanyut terbawa cerita Pak Wahyu.
Ayahnya Ardi yang baru pertama kali melihat Lestari, merasa ada yang aneh. Dia tidak berkedip menatap wajah anak perempuan itu. Ia merasa pernah melihat wajah anak ini, tapi entah di mana.
Lestari dan Ardi berhubungan jarak jauh, mereka sesekali saja bertemu. Pertemuan terakhir sebelum melangsungkan pernikahan, ketika mereka tunangan, itu pun hanya dihadiri oleh pamannya Ardi dan keluarga Lestari. Jadi, ayah dan Ibunya Ardi baru kali ini bertemu dengan Lestari.
"Pak Wahyu, boleh saya tanya sesuatu tentang Lestari ?" tanya ayah Ardi, memecah keheningan.
"Boleh Pak, silakan!"
"Kalau boleh tahu, siapa nama almarhummah ibunya Lestari ?"
"Namanya Sulastri, Pak," jawab Pak wahyu.
"Sulastri?" seru pak Ardi.
"Iya Pak. Apakah Bapak kenal dengan almarhumah istri saya?" pak Wahyu balik bertanya pada ayahnya Ardi.
"Apakah Lestari ada bekas luka di pergelangan tangannya ?" tanya ayahnya Ardi lagi.
Pak Wahyu mengangguk, sambil menyingsingkan sedikit lengan gaun pengantin Lestari.
Semua melihat tangan Lestari, dan benar ada bekas luka di pergelangan tangannya.
Ayahnya Ardi terkejut, dia menatap wajah Lestari, teringat masa lalunya.
Dia pernah berumah tangga bersama Sulastri, rumah tangga yang jauh dari kata tentram, karena tiap hari ada saja permasalahan.
Satu hari, dia bertengkar hebat dengan Sulastri, hanya karena dipicu oleh hal sepele. Pecahan kaca berserakan. Lestari kecil yang sedang belajar merangkak, tangannya terkena pecahan kaca tersebut hingga menyebabkan luka.
"Ayah, ada apa ini?" tanya Ardi pada ayahnya.
Ayahnya Ardi menoleh, ia menatap Ardi sambil menggelengkan kepala.
"Nak, maafkan ayah," kata ayahnya Ardi sambil memeluk Ardi.
"Ada apa ayah? Ada apa?" tanya Ardi bingung.
Seketika suasana menjadi tegang.
"Lestari, Ardi, maafkan kami."
"Memangnya ada apa ayah? Ardi bingung...," ucap Ardi.
"Ardi, Lestari, maaf, kalian tidak boleh menikah," jawab ayah Ardi.
"Kenapa...?" tanya Ardi dan Lestari hampir bersamaan.
"Kalian, kakak beradik" jawab ayahnya Ardi.
"Apaa...?"
Semua yang hadir bertanya hampir bersamaan.
"Ya, saya dan Sulastri pernah menikah. Kami dikaruniai dua orang anak, laki - laki dan perempuan. Waktu kami bercerai, kami sepakat untuk membawa satu orang anak, tapi ya Allah, mereka sekarang dipertemukan dalam keadaan mau menikah," kata ayahnya Ardi, sambil menahan tangisnya.
"Astaghfirullah...," Semua yang hadir beristighfar..
"Lestariiiii...," jerit mamanya Lestari sambil memeluk Lestari yang hampir jatuh karena tidak sadarkan diri.
Semua panik, Ardi diam seakan tidak percaya, sedangkan Lestari dibopong papanya ke kamar.
Pelan, Lestari membuka matanya, samar terlihat mamanya dan Fittria duduk di sisi ranjang.
"Mama, dia bukan ibu kandungku bukan juga ibu tiriku. Fittria pun, dia bukan adik kandung, dan bukan juga adik tiriku. Jadi selama ini aku hidup bersama orang lain," bisik hati Lestari di tengah isaknya.
Lestari tak henti menangis. Dadanya terasa sesak. Dia merasa kehilangan segalanya.
Sementara suasana di ruangan tengah tempat ijab qabul yang gagal dilangsungkan, ada kesepakatan baru. Karena pernikahan bagaimana pun keadaannya harus tetap dilangsungkan. Akhirnya mereka sepakat, Ardi akan menikahi Fittria.
Lima hari telah berlalu, Lestari terbaring sakit. Dia tidak keluar kamar kecuali hendak menunaikan shalat.
Lestari sangat terpukul, dia terpuruk, hatinya hancur. Dia belum siap menerima kenyataan ini.
Laki-laki yang ia cintai, dan akan menjadi suami, ternyata kakak kandungnya sendiri.
Dia tidak sanggup jika setiap hari harus melihat kekasihnya bermesraan dengan adiknya, walau sebenarnya itu kakak kandungnya, dan Fittria bukan adiknya.
Butuh waktu lama untuk menerima sebuah kenyataan yang menurutnya di luar nalar.
Lestari pergi ke pesantren tempatnya dulu menimba ilmu. Dia mengabdikan seluruh hidupnya di sana, dengan membantu ustadzahnya mengajar para santri.
Dia berusaha mengubur semua kenangan indah di dalam hati untuk menyelamatkan diri dari luka yang terus menganga.
Pernikahannya dengan Ardi yang tinggal menghitung detik, gagal dilangsungkan, karena Lestari dan Ardi satu darah yang terpisah.
"Ya Allah, aku manusia lemah. Aku sangat sulit menerima ini semua. Tapi aku yakin, ini semua takdir terindah-Mu untukku. Aku akan mencintai takdirku, semoga Engkau pun ridha kepadaku,” bisik hati Lestari dalam sujud tahajjudnya.
Selesai
Via
Cerpen
Posting Komentar