Opini
MBG Tak Mampu Mengatasi Stunting
Oleh: Rihadatul Aisy S
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Sejak awal, program makan siang gratis (MBG) sudah diprediksi akan menuai banyak masalah. Mulai dari anggaran pendanaan, komposisi makanan yang tidak memenuhi gizi, tidak berkualitas bahkan membahayakan. Masyarakat yang diharapkan bisa menyantap MBG pun tidak semua tepat sasaran.
Dilansir dari tirto.id (17-01-2025), pemerintah berusaha memperketat program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menjaga kualitas makanan yang dibagikan kepada anak sekolah. Usai adanya 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo yang keracunan setelah menyantap makanan menu MBG. Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional mengatakan, 40 dari 200 anak keracunan usai memakan ayam yang dimarinasi tersebut, dengan cepat ditangani dan telah beraktivitas seperti sediakala.
Kebijakan ini terbukti belum direncanakan secara matang, seolah dijadikan alat kampanye untuk menarik suara rakyat. Dengan hal ini, menunjukkan ketidakseriusan negara dalam mengurusi rakyat.
Program yang memang bukan didedikasi untuk kepentingan rakyat ini tidak akan menyentuh akar masalah. Terbukti dengan masih banyaknya generasi yang belum terpenuhi gizinya. Kasus stunting pun tetap meninggi. Program makan siang gratis hanya menjadi proyek pencitraan yang ujung-ujungnya membebani rakyat.
Penambahan anggaran untuk mempercepat proses pencapaian target 82,9 juta masyarakat bisa segera mendapatkan manfaat dengan tambahan 100 triliun. Tentu hal ini bisa membenani masyarakat sendiri, sebab dengan adanya tambahan anggaran membuat negara harus mempunyai pendapatan yang lebih.
Sumber pendapatan negara sekularisme kapitalis tidak memiliki sumber biaya yang kokoh, karena sumber utama pendapatan negara adalah pajak atau utang. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani di Indonesia pajak menyumbang 80 persen dari total APBN.
Dalam Islam, Rasulullah saw. mengharamkan penguasa menjadikan pajak sebagai pendapatan utama dan rutin sebagaimana sabdanya yang menyebutkan tidak akan masuk surga penguasa yang memungut pajak.
Suatu kebohongan jika ada pendapat bahwa pajak itu mewujudkan keadilan dengan memungut harta dari orang kaya untuk orang miskin. Justru sebaliknya pajak adalah alat eksploitasi dari rakyat kecil untuk kepentingan para kapitalis lewat kebijakan penguasa yang zalim.
Indonesia yang sangat kaya akan SDA tapi lebih mengandalkan pajak sebagai sumber pemasukan utama APBN disebabkan karena para pengambil kebijakannya, otaknya dipenuhi dengan ideologi ekonomi kapitalis yang mengharamkan negara campur tangan dalam mengelola SDA dan harus diserahkan kepada swasta, sementara negara mengandalkan pajak dari rakyat.
Di sistem sekularisme kapitalisme negara hanya sebagai regulator semata bukan pengurus rakyat. Rakyat harus membayar pelayanan yang dibutuhkan. Padahal seharusnya pelayanan-pelayanan tersebut menjadi tanggung jawab negara.
Berbeda dengan sistem Islam, SDA yang ada tidak boleh dikelola oleh swasta, negara bertanggung jawab untuk mengelolanya dan keuntungannya digunakan untuk kepentingan rakyat. Maka dari itu, tidak heran jika dalam sistem Islam sekolah gratis, pelayanan rumah sakit gratis. ada yang namanya dharibah (mirip pajak) tapi hanya bersifat insidental ketika baitul mal benar-benar dalam keadaan kosongnya kas negara.
Negara berperan sebagai junnah dan ra’in bagi masyarakat. Negara akan merekrut pejabat-pejabat yang amanah, serta melibatkan pakar dalam membuat suatu kebijakan. Pemimpin Islam (khalifah) akan memenuhi gizi masyarakatnya serta mencegah adanya stunting dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan tanpa membebani masyarakat dengan pajak yang mencekik.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.
Via
Opini
Posting Komentar