Opini
Membela Palestina Tidak Cukup Dengan Retorika Belaka
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
TanahRibathMedia.Com—Pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto di Pertemuan Organisasi Kerjasama D-8 di Kairo menuai beragam reaksi, khususnya bagi para pengamat politik. Tanggapan demi tanggapan bermunculan akibat pidato tersebut. Banyak yang mengapresiasi namun tak sedikit yang berpendapat pidato tersebut kurang tepat bahkan seolah menggurui.
Dikutip dari Serambinews.com (21-12-2024), dalam pidatonya Presiden RI tersebut membahas konflik Gaza dan Israel, Prabowo menyoroti lemahnya solidaritas antarnegara Muslim pada sejumlah isu, seperti perdamaian dan kemanusiaan. Ia juga menyerukan pentingnya persatuan dan kerja sama antarnegara Muslim.
Dilansir oleh mediaindonesia.com (22-12-2024), Pengamat Timur Tengah Smith Alhadar menilai pidato Presiden Prabowo Subianto dalam forum KTT Developing Eight (D-8) yang menyerukan persatuan negara-negara Islam memang bagus. Namun, Prabowo terkesan mengurui dan abai terhadap apa yang telah dilakukan negara-negara tersebut. Sementara apa yang dilakukan RI dipandang belum seberapa ketimbang apa yang sudah dilakukan negara-negara D-8, khususnya Turki, Iran, dan Mesir.
Menurut Smith, Prabowo tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang perkembangan di Gaza dan apa yang telah dilakukan negara-negara di kawasan. Smith berpendapat hal tersebut yang menyebabkan ada pemimpin yang tersinggung, lalu walkout.
Jangan Sekadar Retorika
Seruan Prabowo terkait pentingnya persatuan dan kerja sama antarnegara Muslim patut dipertanyakan kembali. Kerja sama dan persatuan seperti apa yang dimaksudkan? Jangan sampai pertanyaan tersebut hanya sekadar retorika apalagi lip service di hadapan para pemimpin negara lain.
Yang perlu kita pahami, pembelaan terhadap Palestina membutuhkan tindakan nyata bukan sekadar retorika. Pengiriman pasukan militer justru lebih dibutuhkan oleh Palestina saat ini untuk menghadapi zionis Israel. Tanpa pengiriman pasukan militer, maka pembelaan hanya sekadar retorika belaka.
Apalagi nyatanya, Indonesia mendukung solusi dua negara. Hal ini disampaikan Prabowo saat bertemu Presiden AS Joe Biden pada Selasa (12-11-2024) waktu setempat (Kompas.com, 14-12-2024). Solusi dua negara dianggap kerangka yang dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara untuk dua bangsa. Itu artinya, Israel harus mengakui keberadaan Palestina sebagai negara berdaulat yang berdampingan dengan Israel, begitupun sebaliknya.
Mencari Akar Masalah dari Konflik Palestina yang Tak Berkesudahan
Sejatinya penderitaan yang dialami rakyat Palestina dimulai semenjak Zionis datang dan merampas tanah milik mereka. Oleh karenanya solusi dua negara bukanlah jalan keluar yang tepat. Solusi tersebut jelas salah kaprah, karena hal tersebut berarti sama saja menyetujui tanah Palestina dirampok oleh zionis, dan Palestina tetap tak akan merdeka sepenuhnya.
Adapun nasionalisme yang ditawarkan atau digadang-gadang selama ini dalam sistem demokrasi kapitalisme merupakan alat yang digunakan untuk mengkotak-kotakan kaum Muslim. Maka wajar jika umat Islam saat ini tidak bisa bersatu secara utuh. Alih-alih bersatu yang ada masing-masing negara disibukkan dengan kondisi negeri nya sendiri.
Dengan dalih "sekat negara bangsa" tersebut, kita tak bisa berbuat banyak untuk menolong dan menyelamatkan saudara sesama muslim, baik muslim di Palestina, Rohingya, dan negeri-negeri muslim lainnya. Bahkan dampak buruk nasionalisme juga sampai-sampai ada yang mengatakan "gak usah ikut campur urusan negara lain, urus saja urusan negara sendiri", dsb.
Fakta-fakta di atas merupakan sebuah problem yang dihadapi kaum Muslim saat ini, hal ini wajar terjadi dalam sistem kehidupan yang berdiri atas dasar sekulerisme yang memisahkan kehidupan dari agama. Alhasil, umat Islam semakin sengsara dan terpuruk akibat jauh dari pemahaman dan penerapan Islam secara kaffah.
Dengan dalih kebebasan (liberalisme), hukum dan aturan dibuat berdasarkan akal dan hawa nafsu, aspek kepentingan menjadi dasar, sehingga hilanglah konsep keadilan bagi manusia. Alhasil, penindasan terjadi di mana-mana terlebih yang terjadi pada umat Islam.
Menelisik Solusi Dalam Islam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits riwayat Muslim: “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.”
Hadis di atas mengingatkan kita bahwa sesama kaum muslimin itu adalah satu tubuh. Penderitaan muslim di Palestina, muslim Uyghur, muslim Rohingnya, ataupun muslim di wilayah lainnya merupakan penderitaan kita juga. Suka-duka mereka merupakan suka-duka kita. Karena sejatinya ikatan akidah Islam atau Ukhuwah Islam-lah yang menyatukan kita. Ikatan tersebut tak terbatas oleh batas-batas wilayah yang disebut nation state ataupun nasionalisme!
Setuju dengan pernyataan Presiden Prabowo yang menyatakan umat Islam harus bersatu, namun yang perlu ditegaskan bersatunya umat Islam bukan lah sekedar atas nama solidaritas kemanusiaan, melainkan atas dasar kesadaran umat bahwa umat Islam harus bersatu dalam satu tubuh, satu kepemimpinan, satu komando, satu institusi, yakni dalam daulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh khalifah yang akan menjalankan syariat Islam kaffah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya...” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Selain itu, ada pula hadis: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)
Hadis-hadis di atas akan menjadi hujjah yang digunakan oleh pemimpin umat Islam (khalifah) untuk berusaha sekuat tenaga menjaga dan melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman dan serangan musuh baik secara fisik maupun non fisik. Khalifah akan memaksimalkan upaya sekalipun harus berperang, dengan begitu menjadikan wibawa negara tetap terus terjaga. Bukan hanya retorika semata sebagaimana yang dilakukan para pemimpin saat ini.
Oleh karena itu, satu-satunya solusi tuntas untuk Palestina hanyalah dengan jihad dan Khilafah. Umat Islam harus berjuang untuk memahamkan umat tentang solusi hakiki persoalan Palestina ini, bukan lagi atas dasar nasionalisme dengan solusi dua negara yang salah kaprah. Hal ini mengingat bahwa tanah Palestina bukan lah tanah biasa, melainkan tanah yang dihasilkan dari tumpahnya darah para syuhada, maka mempertahankannya adalah sebuah kewajiban.
Untuk itu, perlu adanya kelompok dakwah ideologis yang terus mendorong para pemuda muslim untuk mengusir zionis dari Palestina, mendakwahkan urgensitas penerapan syariat Islam kaffah dalam Daulah Khilafah Islamiyah yang akan membebaskan Palestina, ataupun negeri-negeri kaum Muslim lainnya dari ketertindasan yang mereka alami.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar