Opini
Mitigasi Negara Lemah, Rakyat Sering Tertimpa Musibah
Oleh: Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
TanahRibathMedia.Com—Banjir menjadi musibah setiap tahun, di awal tahun baru 2025 bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dilaporkan satu orang meninggal dunia serta tiga warga mengalami luka-luka. Banjir melanda desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, sehingga menyebabkan ada satu korban jiwa dan tiga orang luka-luka (CNNIndonesia, 4-1-2025).
Saat memasuki pekan kedua Januari 2025, hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi terus mendominasi sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi cuaca ini menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumatera, hujan deras mengakibatkan banjir yang meluas ke berbagai wilayah. Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menjadi salah satu daerah yang terdampak cukup parah.
Hujan intensitas tinggi pada Kamis (9-1-2024) merendam 470 rumah di Kecamatan Ujan Mas, sementara Jumat (10-1-2024), banjir di Kecamatan Benakat akibat luapan Sungai Benakat dan Sungai Lematang, yang berdampak pada 361 rumah (CNNIndonesia.com, 11-1-2025).
Meski banjir mulai surut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat terus memantau situasi di lokasi, mengingat cuaca yang masih mendung dan potensi hujan lanjutan.
Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPPB). Pada 2024 lalu, BNPB mencatat jumlah kejadian banjir terjadi sebanyak 574 kejadian, dan yang tertinggi pada bulan April 2024 sebanyak 368 kali. Cuaca ekstrem berada di urutan kedua dengan total 124 kejadian. Di posisi ketiga adalah tanah longsor dengan 43 kejadian. Tidak hanya itu, terdapat 30 kejadian karhutla (kebakaran hutan dan lahan), 2 gelombang pasang dan abrasi, 5 gempa bumi, 1 kekeringan, dan 1 erupsi gunung api. BNPB turut melaporkan tidak ada bencana tsunami hingga April 2024 ini.
Provinsi dengan jumlah kejadian bencana terbanyak ada pada Jawa Tengah, dengan total 88 bencana, mayoritas banjir dan cuaca ekstem. Jawa Barat berada di urutan kedua dengan 72 kejadian bencana, kebanyakan banjir dan cuaca ekstrem. Posisi ketiga dipegang oleh Jawa Timur dengan total 67 kejadian bencana. Kondisi ini serupa dengan tahun-tahun sebelumnya. Curah hujan yang tinggi dengan kondisi cuaca yang ekstrem, dianggap sebagai penyebab banjir. Kejadian banjir sudah berulang terjadi, seharusnya sudah diantisispasi. Demikian pula dalam membangun, seharusnya sudah diantisipasi untuk menghadapi musim hujan atau kemarau.
Penyebab banjir tidak bersifat tunggal, demikian pula penanganannya. Meski curah hujan akibat perubahan iklim selalu dituding sebagai penyebab banjir yang utama, tetapi kajian penyebab banjir dapat melebar ke berbagai aspek. Penyebab banjir sangat kompleks. Curah hujan dan cuaca hanya salah satu penyebabnya, tetapi alam dengan segala keseimbangannya menjadi tidak stabil saat aktivitas manusia menggeser penopang siklus alami alam.
Perubahan iklim yang ekstrem dan kerap terjadi saat ini tentu tidak terjadi begitu saja. Terdapat sekian banyak kajian ilmiah yang menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim. Semestinya pemerintah melakukan upaya antisipasi dan mitigasi banjir dengan lebih serius. Kelemahan ini membahayakan nyawa masyarakat. Mitigasi lemah tanda negara tidak menjadi raa’in.
Bencana ini sejatinya akibat pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, ini karena prinsip kapotalisme hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Pernyataan Presiden tentang pembukaan lahan sawit (deforestasi) yang tidak membahayakan dapat dijadikan landasan sebagai pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan deforestasi akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadinya bencana. Inilah keniscayaan dalam sistem kapitalisme, dimana negara hanya regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat.
Sungguh berbeda dalam Islam, dalam Islam negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota dan desa yang berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Islam telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam.
Dalam pembangunan, negara akan memperhatikan pembangunan infrastruktur yang dapat menampung curah hujan dari daerah aliran sungai dalam jumlah besar dengan membangun bendungan. Pada masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Bukti empiris atas hal ini masih dapat kita saksikan di beberapa wilayah, yakni kala Islam pernah berkuasa, misalnya di wilayah Iran maupun Turki.
Negara juga akan membangun kanal ataupun saluran drainase untuk mengurangi dan memecah jumlah air dalam jumlah besar agar mengalir ke tempat lain yang lebih aman. Secara berkala, negara akan melakukan pengerukan lumpur-lumpur di sungai atau daerah aliran air untuk mencegah terjadinya pendangkalan.
Meskipun masa bisa saja berubah, namun dalam teknologi akan terus maju dengan segala kreativitas manusia. Hanya saja, spirit pembangunan Islam yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan akan terwujud pada sosok pemimpin Islam dalam sistem kekhalifahan. Inilah solusi komprehensif sekaligus skenario sistemis dalam mengentaskan permasalahan banjir pada era kapitalis. Islam akan mengutamakan keselamatan dan kenyamanan rakyat sebagai hal utama.
Oleh karena itu, negara wajib melakukan mitigasi dan membangun semua fasilitas yang dibutuhkan, agar rakyat terlindungi dari bahaya banjir dan lainnya. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh negara dengan sistem Islam, yang menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah, termasuk dalam menghadapi bencana.
Wallahu a’lam bisshowab.
Via
Opini
Posting Komentar