Opini
Negara Lalai, Pendidikan Terbengkalai
Oleh: Anggi Dewi Jayanti
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Negara makin amburadul dalam mengelola urusan rakyat. Baru-baru ini Pemerintahan Prabowo melalui Kementerian Pendidikan Tinggi mengeluarkan kebijakan tentang Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN ditiadakan. Hal itu disebabkan karena ketiadaan anggaran dan perubahan nomenklatur lembaga (Tempo, 18-01-2025).
Menjadikan ketiadaan anggaran dan perubahan nomenklatur lembaga sebagai alasan ditiadakannya Tunjangan kinerja bagi Dosen ASN tersebut sangat tidak masuk akal. Perubahan nomenklatur yang dimaksud adalah adanya pemisahan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Pendidikan Tinggi yang sebelumnya menyatu di bawah Presiden Joko Widodo.
Pemisahan ini membuat Kementerian Keuangan tidak mengabulkan pengajuan alokasi anggaran tunjangan kinerja karena kekurangan anggaran. Para dosen pun melakukan kasi demonstrasi atas keputusan ini. Pasalnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sudah menetapkan aturan pemberian Tunjangan Kinerja pada 2020. Dan Kini pemerintah menunggak pemberian dana tunjangan tersebut sejak 2018.
Bahkan pada awal pemerintahan Prabowo, Menteri Pendidikan Tinggi membuat aturan pencairan tunjangan sesuai dengan jabatan pada awal 2025. Janji menteri itu kini menjadi palsu karena anggarannya ternyata tidak tersedia. Para dosen juga menganggap bahwa alasan tersebut tidak bisa dipakai pemerintah. Sebab pegawai kementerian lain yang lembaganya dipecah tetap menerima tunjangan kinerja. Sebagaimana diketahui di masa pemerintahan Prabowo, ada peningkatan jumlah kementerian dari 34 menjadi 46 Kementerian, Kabinet gemuk Prabowo dinilai tak lincah dan boros.
Pendidik dalam Kancah Kapitalis
Terkait pencabutan tunjangan kinerja dosen, negara telah mengabaikan kerja keras para pendidik. Padahal dosen telah berkontribusi secara signifikan dalam membangun pendidikan tinggi di Indonesia. Dosen adalah dokumutif kampus, namun pemerintah justru mengabaikannya. Dosen butuh gaji yang sesuai dengan manfaat yang diberikan bagi anak bangsa. Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, beban kehidupan sangat berat karena minimnya peran negara dalam mengurus rakyat. Harga-harga bahan pokok yang mahal, layanan pendidikan dan kesehatan yang mahal, harga pajak naik, menjadikan hidup sejahtera sangat sulit diraih.
Tidak hanya dosen yang mengalami kesulitan karena kebijakan yang tidak tepat, mahasiswa juga mengalami hal yang sama. Mahasiswa yang tidak mampu kesulitan mengakses beasiswa karena ketatnya syarat bagi yang menerima KIP kuliah ditahun 2025. Diketahui bahwa di tahun 2025 pemerintah membatasi penerima beasiswa KIP dengan 7 kriteria mahasiswa. Padahal pada tahun sebelumnya siapa saja bisa mendaftar (Kompas, 18-01-2025).
Adapun terkait kuota pada tahun 2023, penerima beasiswa KIP anjlok hampir 50 persen. Padahal ada banyak mahasiswa membutuhkan beasiswa. Namun mereka terkendala dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Kesejahteraan dosen dan penghargaan besar sebagai pendidik generasi tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme sekuler. Ekonomi kapitalisme meletakkan kepentingan materi di atas segalanya. Sehingga pendidikan dianggap sebagai objek komersial.
Pendidik dalam Kancah Negara Islam
Dengan konsep good governance dalam mengelola pendidikan, negara berlepas tangan dalam kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat. Termasuk dalam menjamin pendidikan setiap individu rakyatnya dan pemberian upah yang layak bagi tenaga pengajarnya (dosen). Berbeda halnya dengan pendidikan dalam sistem Islam. Islam sangat menghargai ilmu dan menjunjung tinggi pendidik sebagai orang yang mengajarkan ilmu, termasuk dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan.
Dosen dalam Islam juga bertanggungjawab membentuk syakhsiyyah Islam generasi. Negara adalah pihak yang diamanahi untuk menyelenggarakan pendidikan terbaik bagi seluruh rakyatnya. Sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan asasiyah masyarakat. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah saw. :
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pwngurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)
Berdasarkan hadist tersebut negara akan mencegah pendidikan sebagai ladang bisnis atau komoditas ekonomi. Sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Kebijakan negara secara sistemik akan mendisain sistem pendidikan dengan seluruh supporting sistemnya.
Negara khilafah wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai. Mempunyai kewajiban menyediakan tenaga-tenaga yang ahli pada bidangnya termasuk dosen pada bidang pendidikan tinggi. Sekaligus memberikan gaji yang layak bagi mereka. Jaminan taraf hidup yang layak dianggarkan oleh Baitul Maal khilafah yang masuk dalam pembiayaan pendidikan Islam.
Islam memberikan gaji yang sangat besar sebagai bentuk penghargaan atas besarnya tanggungjawab mereka sebagaimana pada masa kekhilafahan. Pada masa kejayaan khilafah abbasiyah, negara memberikan gaji yang fantastis bagi para pengajar. Pada saat itu gaji para pengajar sama dengan mu'adzin yakni 1.000 dinar/ tahun. Jika dikurskan dengan nilai rupiah saat ini gaji pengajar saat itu setara dengan Rp 5,9 miliar/ tahun. Artinya para pengajar dikala itu mendapatkan gaji Rp 495,3 juta perbulannya.
Sistem ekonomi Islam yang kuat dan tangguh akan memampukan negara membiayai pendidikan seluruh rakyatnya. Hingga bisa diakses secara gratis. Termasuk menggaji seluruh tenaga pengajar dengan gaji yang tinggi. Khususnya dari pos pemasukkan kepemilikan umum, negara akan memiliki anggaran pendidikan yang besar.
Apalagi warga negara khilafah yang berasal dari orang-orang yang kaya akan berlomba memberikan dana wakaf pendidikan untuk mendapatkan pahala jariyah melalui para penuntut ilmu. Hal ini makin memudahkan akses pelayanan pendidikan bagi generasi. Jaminan kesejahteraan bagi para pendidik akan membuat mereka fokus berkarya. Mengembangkan keilmuannya yang bermanfaat untuk umat, tanpa perlu memikirkan urusan gaji yang tidak memenuhi kebutuhan.
Demikian halnya generasi tak akan kesulitan mengakses layanan pendidikan tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Karena khilafah sebagai akan menyediakan sarana pendidikan berkualitas yang memadai. Sungguh hanya Islam yang mampu menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan gratis pada semua warga negaranya hingga pendidikan tinggi. Termasuk menggaji para pengajarnya dengan gaji yang sangat layak.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar