Opini
Pagar Laut bikin Kalang Kabut
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Skandal pagar laut kian hangat diperbincangkan publik. Patok bambu yang membentang sepanjang 30,16 km di sepanjang pesisir Tangerang masih menghembuskan fakta yang misterius.
Diketahui pagar laut tersebut menembus 16 desa di 6 kecamatan (cnnindonesia.com, 20-1-2025). Patok bambu ini sebenarnya sudah dilaporkan masyarakat setempat kepada Dinas Kelautan dan Perikanan pada Agustus 2024 lalu.
Saat itu, pagar laut baru terpancang sepanjang 7 km. DKP pun sudah melakukan investigasi dengan melibatkan berbagai pihak antara lain TNI AL, Polairud Polresta Tangerang dan Satpol PP. Namun ternyata, investigasi DKP tidak membuahkan hasil. Pagar laut kian panjang membentang hingga 30 km. Terkait hal ini, pemerintah mengaku tidak mengetahui pasti siapa pelakunya.
Setelah kasus ini ramai di media sosial, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Trenggono baru bertindak dan menyegel pagar laut yang sudah terlanjur memanjang. Kementrian Kelautan dan Perikanan pun menetapkan pagar laut tersebut tidak berizin.
Masalah ini pun mendapat sorotan dari Presiden. Presiden Parbowo memerintahkan untuk mencabut patok-patok bambu tersebut sesegera mungkin. Karena berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan pesisir Tangerang.
Masalah pagar laut ini akhirnya diakui Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN, Nusron Wahid. Nusron tidak menyangkal bahwa pagar laut misterius sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) (kompas.com, 20-1-2025).
Nusron pun mengungkapkan terdapat 263 bidang tanah di atas pagar laut Tangerang yang telah memiliki Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). Sertifikat-sertifikat tersebut telah dimiliki beberapa perusahaan di antaranya PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Sisanya 9 bidang dimiliki atas nama perorangan.
Dampak Buruknya Sistem Absurd
Pancang bambu yang berderet sejak akhir tahun 2024 lalu mestinya sudah ditindak sedari awal kemunculannya. Pemerintah seharusnya serius bersikap dan menindak. Namun, faktanya, tindakan pemerintah dinilai lamban. Negara nampak membiarkan atau bahkan tidak mau ikut campur terlalu dalam terkait masalah ini. Hal ini terungkap setelah kabar pagar laut memenuhi berbagai laman media sosial dan terus menyedot perhatian publik, baru pemerintah bergerak mencari solusi.
Menyoal pagar laut dan Hak Guna Bangunan yang disebut-sebut telah dimiliki beberapa perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang ekologi maritim, Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), menyoroti kasus tersebut. Pagar di laut Banten sepanjang 30 km tersebut berada di area pengembangan PSN PIK 2 (Program Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk) milik taipan Aguan (Sugianto Kusuma). Dan jelas penetapan HGB atas kasus ini merupakan bentuk privatisasi dan perampasan sumberdaya alam perairan. Demikian disampaikan Oktrikama Putra dari Ekomarin (tempo.co.id, 19-1-2025).
Oktrikama pun berpendapat, adanya HGB di perairan pesisir mengungkapkan bahwa pemerintah mengklaim perairan seperti tanah yang berada pada kepulauan dan daratan. Padahal, mestinya HGB di perairan ditujukan untuk mengakui hak atas kediaman masyarakat adat laut yang membangun di atas perairan.
Fenomena ini pun menunjukkan sikap pemerintah yang cenderung membiarkan suburnya ketimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Ketidakadilan ini berdampak pada perampasan akses dan pengawasan laut. Alhasil, nelayan-nelayan kecil terancam kehilangan mata pencaharian.
Deretan fakta ini menegaskan ketidakadilan negara atas masyarakat kecil. Negara dengan mudahnya memfasilitasi kalangan pebisnis yang memiliki kekuatan modal. Pengaplingan laut ini bukti nyata negara sama sekali tidak mampu bertindak sebagai pelindung urusan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator yang menghubungkan kepentingan para kapitalis. Negara pun dengan mudah mengotak-atik kebijakan sesuai kepentingan para kapitalis oportunis.
Inilah kebijakan rusak yang dinormalisasi dalam sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan materi tanpa memandang dampak yang ditimbulkan terhadap urusan rakyat. Kepentingan rakyat terus dipinggirkan demi keuntungan penguasa dan pengusaha. Sistem rusak ini juga menyebabkan negara tidak memiliki kedaulatan atas kepentingan rakyatnya.
Kebebasan ini telah mengakibatkan para kapitalis memiliki kekayaan dan kekuasaan yang melebihi dominasi negara. Wajar saja, saat kebijakan negara dikendalikan oleh pengusaha yang sekaligus berperan sebagai penguasa. Eksistensi negara kapitalisme inilah yang menciptakan kepemimpinan penguasa saat ini menjadi populis otoritarian. Penguasa yang nampak mengutamakan kepentingan rakyat, pencitraan terus digencarkan, namun faktanya justru menyengsarakan nasib rakyat.
Parahnya lagi, sistem rusak ini berbasis sekularisme yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Kedaulatan kian terlalaikan karena sistem kapitalisme mengadopsi prinsip kebebasan kepemilikan. Rakyat tidak diposisikan sebagai amanah yang harus diurusi, melainkan beban negara yang dipandang selalu merepotkan kebijakan negara.
Kebijakan Islam
Berbeda secara diametral dengan sistem Islam yang menerapkan hukum syariat Islam secara menyeluruh dalam tatanan institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang mampu menjamin hak-hak rakyat. Khilafah memiliki kedaulatan penuh dalam menentukan kesejahteraan, keselamatan dan ketenangan rakyat.
Kekuatan kedaulatan khilafah akan membentuk strategi dan mekanisme negara yang tidak mudah dikendalikan pihak korporasi dan swasta ataupun asing. Karena Allah Swt. dan Rasul saw. menetapkan bahwa posisi negara adalah raa'in (penjaga) sekaligus junnah (perisai) bagi seluruh rakyatnya.
Sebagaimana sabda Beliau saw.
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari).
Konsep inilah yang mampu menciptakan regulasi yang senantiasa disandarkan pada hukum syarak, demi mencapai kemaslahatan umat. Dalam khilafah, para pejabat negara diperintahkan agar tidak bersekongkol mengapitalisasi hak milik rakyat. Karena persengkongkolan ini termasuk bentuk pengkhianatan terhadap urusan umat. Khilafah pun akan menetapkan sanksi tegas terkait hal ini. Dorongan iman, takwa dan pertanggungjawaban kepada Allah Swt. akan mampu menjaga loyalitas pejabat negara agar senantiasa menjalankan tugas-tugasnya sebagai pengurus masalah umat.
Dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh, masalah pagar laut, masalah privatisasi sumberdaya alam atau masalah-masalah sejenis lainnya yang menyangkut hak kepemilikan rakyat akan mampu tersolusikan dengan adil dan bijaksana. Keadilan niscaya terwujud, rakyat tidak akan terzalimi sedikit pun. Sejahtera melimpah dalam kesempurnaan tatanan Islam yang amanah.
Wallahu a'lam bishowwab.
Via
Opini
Posting Komentar