Opini
Pajak Menyejahterakan Rakyat, Mampukah?
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Awal tahun telah tiba, riuh bahagia menyapa masyarakat. Banyak harapan yang diinginkan oleh masyarakat salah satunya berharap di awal tahun kehidupan semakin membaik. Berharap di tahun yang baru masyarakat mudah dalam mengakses pendidikan, mudahnya mencari pekerjaan, mudah mengakses kesehatan dan harapan lainnya.
Di balik kebahagiaan awal tahun masyarakat disapa dengan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Sebelumnya telah diberitakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan kebijakan menaikkan PPN sebesar 12 persen dan akan diberlakukan sejak awal tahun 2025. Sebagaimana yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terdapat kebijakan PPN 12 persen yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN. Barang-barang yang akan dikenakan kenaikan pajak di antaranya adalah makanan berharga mahal, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbayar mahal.
Dilansir dari kontan.co.id (30-12-2024) menurut Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, kebijakan pengecualian tersebut sebetulnya sudah ada sejak 2009 namun kenyataannya kenaikan pajak tetap berlaku pada seluruh komoditas.
"Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah," ujarnya.
Tampak jelas kenaikan PPN 12 persen yang paling terkena imbas adalah masyarakat menengah ke bawah. Dari kebijakan ini sangat berdampak pada perekonomian masyarakat. Tak terelakan lagi jumlah masyarakat miskin di negeri ini akan semakin bertambah. Dalam waktu yang bersamaan kenaikan PPN 12 persen juga tidak sebanding dengan upah minimum pekerja (UMP) 2025.
Sebagaimana yang diungkapkan Bhima, bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak sepadan dengan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 yang sudah diumumkan seluruh gubernur di Indonesia pada Kamis (11-12-2024).
"Tidak sebanding. Dampak kenaikan PPN 12 persen lebih besar ke pelemahan daya beli dibanding stimulus ekonomi yang sifatnya parsial dan temporer," terangnya.
Meskipun pemerintah memberikan bantuan seperti diskon listrik dan bantuan beras sebesar 10 kg namun bantuan ini hanya berlaku selama dua bulan. Sedangkan kenaikan PPN 12 persen berdampak jangka panjang. Tampak jelas bantuan yang diberikan dengan harapan meringankan masyarakat hanya bersifat temporal saja.
Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama negara. Tak dipungkiri ketika pendapatan negara masih belum maksimal maka pemerintah akan mengeluarkan kebijakan menaikkan pajak untuk menambah pemasukan negara. Ketika pajak menjadi sumber pendapatan Negara pada hakikatnya rakyat yang membiayai sendiri kebutuhannya dan berbagai layanan yang dibutuhkan.
Dari sini tampak jelas dalam sistem kapitalis Negara hanya berfungsi sebagai fasilitator dan regulator bukan sebagai pengurus rakyat. Dalam kapitalis rakyat akan menjadi sasaran berbagai pungutan negara yang bersifat wajib. Kebijakan seperti ini sangat menyengsarakan rakyat karena pungutan pajak tidak memandang kondisi masyarakat. Impian pajak menjadi solusi untuk menyejahterakan rakyat bagaikan mimpi di siang bolong. Alih-alih menyejahterakan, kebijakan pajak semakin menyengsarakan rakyat.
Pungutan pajak dalam sistem kapitalis tidak bisa terelakan, karena kebijakan pajak merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi yang berasaskan materialistik yang menjadikan pajak menjadi salah satu sumber utama yang diandalkan dan menjadi tumpuan kelangsungan negara.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam sumber pendapatan negara bukan pajak. Sumber pendapatan negara banyak dan beraneka ragam. Mulai dari jizyah, kharaj, ghanimah, usyur, fa'i, harta tanpa ahli waris, harta orang murtad dan dharibah (pungutan hanya pada orang kaya dan tidak permanen). Kalaupun ada pungutan pajak itu hanya sebagai alternatif terakhir jika terjadi kekosongan khas negara, hanya diberlakukan pada kondisi-kondisi tertentu, sifatnya sementara tidak permanen dan hanya diberlakukan pada orang-orang kaya saja.
Dalam Islam, pajak tidak diambil dari seluruh rakyat seperti yang diberlakukan dalam sistem kapitalisme. Dalam sistem Islam tidak ada pungutan pajak pada bumi dan bangunan, kendaraan, bahkan makanan. Hal demikian telah dicontohkan Nabi Muhammad saw., saat Nabi menjadi pemimpin di Madinah Nabi mengatur urusan rakyat dan beliau tidak memungut pajak atas seluruh rakyatnya. Suatu saat beliau mendapati bahwa ada orang di perbatasan daulah mengambil pajak atas komoditas yang masuk ke negeri, beliau langsung melarangnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Tidak masuk surga pemungut cukai (maks).” (HR Ahmad dan disahihkan oleh Al-Hakim).
Islam menjadikan peran negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Negara hadir untuk memberikan jaminan kehidupan kepada seluruh rakyat negara Islam baik muslim maupun nonmuslim. Dengan sistem ekonomi Islam dan politik Islam negara akan mampu menyejahterakan rakyat individu per individu. Negara juga berkewajiban mengelola harta rakyat seperti kekayaan alam untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan yang akan memudahkan hidup rakyat.
Dengan demikian tampak jelas untuk menyejahterakan rakyat bukan dengan memungut pajak, namun dengan memberlakukan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam akan terwujud tatkala negara hadir dengan berasaskan akidah Islam.
Via
Opini
Posting Komentar