Opini
Pajak Naik, Bukti Buruknya Pertumbuhan Ekonomi dalam Sistem Kapitalis
Oleh: Susanti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah berbagai penolakan dari banyak pihak, nyatanya kenaikan tarif PPN 11 persen menjadi 12 persen sudah di ketok palu, tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang akan terjadi ke depannya terhadap perekonomian masyarakat menengah ke bawah. Seolah menjadi hadiah tahun baru, kenaikan ini akan di berlakukan mulai awal tahun 2025.
Mantan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ketika diwawancari usai menerima kunjungan Menteri Kehutanan Raja Juliantoni, di kediamannya di Solo Jawa Tengah, Jokowi mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen telah menjadi amanat undang-undang yang harus dijalankan Pemerintah. Menurutnya pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang atas kenaikan PPN 12 persen (kanal Youtube Liputan6, 19-12-2024).
Sebenarnya sangat mudah bagi pemerintah untuk membatalkan kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya jika memang aturan yang dibuat untuk kesejahteraan rakyatnya. Namun, betapa banyak undang-undang yang dibuat hanya untuk kepentingan golongan tertentu seperti investor dan para pemilik modal. Artinya aturan yang dibuat sama sekali bukan atas dasar kepedulian terhadap rakyat, tapi sering kali hanya pesanan dari para investor dan para pemilik modal.
Lantas, mengapa begitu sulit membatalkan ketetapan pajak yang sudah diputuskan oleh undang-undang? Jawabannya tentu ini makin membuktikan bahwa pemerintah sebenarnya abai dengan rakyatnya, dan undang-undang yang dibuat bukanlah untuk kepentingan rakyatnya.
Dan selalu yang akan terkena dampak dari naiknya PPN adalah masyarakat menengah ke bawah karena pajak konsumsi yang dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi barang dan jasa. Yang artinya kemungkinan besar semua harga akan mengalami kenaikan. Dan ini akan mengakibatkan berkurangnya daya beli masyarakat menengah kebawah, dan juga dapat memperburuk perekonomian Indonesia.
Dan yang membuat makin miris adalah dengan naiknya PPN ini, membuat ketimpangan yang makin jauh, antara kalangan atas dan masyarakat menengah kebawah. Dan jika kita perhatikan yang seringkali mendapat keringanan-keringanan pajak, dan bisa jadi lolos dari pajak adalah kalangan atas. Yang bisa mengotak-atik ketentuan pajak seenaknya.
Inilah konsekuensi hidup dalam sistem kapitalis, dan yang menjadi korban, selalu masyarakat menengah kebawah. Jika kita bandingkan dalam kepemimpinan Islam yang perna ada, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Sumber utama pendapatan dalam kekhilafahan ada berbagai sumber, mulai dari jizyah, ghanimah, zakat, dll. Dan pajak hanya diberlakukan ketika kas Baitul mal sedang tidak baik-baik saja, dan pajak yang dikenakan hanya bagi orang-orang yang kaya saja, bukan seperti saat ini, semua kalangan harus bayar pajak.
Selain itu, dalam kepemimpinan Islam negara juga wajib mengelola seluruh Sumber daya alam sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya dengan adil. Bukan malah dikuasai segelintir orang sehingga menyebabkan ketimpangan yg begitu jauh, seperti yang sekarang terjadi di negeri ini. Itulah letak hebatnya Kepemimpinan Islam, islam menjadikan pemimpin sebagai pelindung dan pengayom bagi rakyatnya. Rasa-rasanya semakin terpuruknya negeri ini, semakin rindu kita dengan kepemimpinan islam yang dulu pernah berjaya, dan Insya Allah akan berjaya kembali sesuai janji Rasulullah. Amiin ya robbal'alamiin.
Via
Opini
Posting Komentar