Opini
PPN Tetap Naik, Suara Rakyat dalam Petisi Penolakan Kenaikan PPN Diabaikan
Oleh: Junari
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Salah satu pemasukan utama dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme adalah pajak. Pajak diwajibkan sebagai keberlangsungan kesejahteraan dan pemasukan dalam negara. Di samping itu, pemerintah Indonesia tengah berupaya memberlakukan pajak PPN 12 persen sehingga menuai pro dan kontra.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi secara gratis memerlukan pendanaan jumbo mencapai Rp 71 triliun dalam APBN 2025. mulai 1 Januari 2025 akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen untuk menopang salah satu program presiden (Beritasatu.com 16-12-2024).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan, dampak kebijakan ini terhadap inflasi dan ekonomi akan sangat minimal. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah kompensasi melalui berbagai paket stimulus ekonomi sebagai bentuk upaya mengurangi beban masyarakat. Langkah itu meliputi diskon tarif listrik, pemberian bantuan pangan, pembebasan pajak penghasilan selama satu tahun untuk buruh di sektor tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur, serta pembebasan PPN untuk pembelian rumah tertentu (Beritasatu.com, 21-12-2024).
Sekretariat Negara (Setneg) sudah menerima petisi menolak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang ditandatangani lebih dari 113.000 orang. Penyerahan petisi itu dilakukan pada aksi damai di depan Istana Negara, Jakarta Pusat yang menentang rencana kenaikan pajak PPN 12 persen. Peserta aksi berasal dari berbagai kalangan masyarakat (Beritasatu.com, 20-12-2024).
Muhammad Andri Perdana sebagai ekonom sekaligus Direktur Riset Bright Institute menyatakan khawatir kebijakan baru ini berpotensi membuat beras yang notabene barang pokok yang dikecualikan dari PPN bakal dikenai PPN 12 persen jika berlabel "premium". Tentunya hal ini berdampak bagi masyarakat menengah (BBC.com, 21-12-2024).
Kebijakan Tidak Tepat, Ulah Sistem Kapitalisme
Kenaikan PPN tetap diberlakukan. Meski pemerintah memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN. Namun, sejatinya kebijakan tersebut tetap membebankan rakyat. Walaupun, ada program bansos dan subsidi PLN, beban rakyat tetap tidak terhindarkan.
Ini adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa kebutuhan rakyat sudah terpenuhi dengan memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu saja yang terkena PPN. Padahal, kebijakan tersebut membuat rakyat semakin menderita.
Kebijakan kenaikan PPN alih-alih menyejahterakan masyarakat malah berdampak menyengsarakan, bagaimana tidak? Kenaikan yang merata membuat kalangan masyarakat menengah kelas bawah berpotensi menjadi kelompok yang paling terdampak dengan penerapan PPN 12 persen. Bukannya meringankan rakyat tapi membuat rakyat sengsara sebab kenaikan PPN 12 persen membuat rakyat menengah tidak ada pilihan lain, dipaksa mentaati kebijakan yang menyengsarakan.
Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan. Karena, pemerintah berpandangan tawaran kenaikan PPN 12 persen adalah langkah menyejahterakan rakyatnya. Sedangkan, rakyat yang merasakan dampak langsung kenaikan PPN 12 persen sudah tidak sanggup dengan diterapkannya kebijakan tersebut.
Dalam sistem kapitalisme tergambar jelas arah tujuan yang ingin digapai oleh penguasa yang diakomodir oligarki. Penawaran solusi yang tambal sulam, membuat rakyatnya tidak benar-benar dipedulikan bahkan dipersulit.
Sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan nyatanya membawa kebijakan salah. Dianggap baik, malah menyengsarakan kalangan masyarakat ke bawah. PPN 12 persen walaupun sejatinya tidak diberlakukan pada beras namun pada kemasan premium tetap di kenakan PPN.
Maka sudah jelas penguasa dalam sistem kapitalisme membuat rakyat yang tidak mampu tidak diperbolehkan makan beras premium. Kalaupun rakyatnya memakan beras premium maka tetap bayar pajaknya. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat menengah kebawah menjadikan kebijakan yang dzalim mencekik rakyatnya secara tersistem karena lahir dari sistem kapitalisme.
Islam Solusi Hakiki
Kebijakan pajak PPN sejatinya bukanlah jalan keluar dalam Islam. Karena, pajak bukanlah sumber pendapatan yang diandalkan seperti sistem kapitalisme saat ini yang menjadikan pajak sebagai dasar utama pemasukan negara.
Dalam Islam pajak hanya diberlakukan saat kas negara membutuhkan keuangan sehingga cara pemungutan pajak tidak mesti dilakukan selamanya. Namun pajak,tidak dipungut apabila kas negara sudah kembali normal. Maka pemungutan pajak akan dihentikan. Tidak semua orang harus membayar pajak. Pajak hanya ditarik dari kalangan muslim, laki-laki dan orang kaya. Tidak semua kalangan dipungut pajaknya.
Islam menjadikan penguasa sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai). Islam sebagai agama juga ideologi, menggambarkan bahwa Islam bukan hanya agama ritual yang mengatur satu aspek saja. Melainkan mencakup kehidupan secara keseluruhan. Sebagai satu-satunya agama yang sempurna di atas muka bumi, maka Islam mampu membentuk profil pemimpin yang bertakwa, serta mengatur relasi penguasa dengan rakyatnya. Islam mewabijbkan penguasa mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu.
Islam telah memerintahkan agar penguasa atau pemimpin memperhatikan urusan rakyatnya, memberinya nasehat, memperingkatkannya agar tidak menyentuh sedikit pun harta kekayaan milik umum, dan mewajibkannya agar memerintah rakyat dengan Islam.
(As Syakhshiyah Al-Islamiyah juz 2 halaman 161 karya Syaikh Taqiyuddin an-nabhani).
Islam mewajibkan penguasa membuat kebijakan yang tidak menyengsarakan hidup rakyat. Karena penguasa dalam sistem Islam tidak memikirkan solusi untuk kalangan tertentu semata, melainkan kemaslahatan rakyat secara menyeluruh. Walhasil, dengan berpedoman pada Alquran dan Sunnah maka kepemimpinan yang benar dan mampu menyejahterakan rakyat akan terealisasi.
Wallahu a'lam
Via
Opini
Posting Komentar