Opini
Jalan-Jalan di Tengah Rakyat Kelaparan
Oleh: Irianti Aminatun
(Ibu Rumah Tangga)
TanahRibathMedia.Com—”Sedih Bu! Ternyata banyak masyarakat yang tidak bisa makan,” tutur salah seorang pedagang di pasar Wahana Rancaekek Bandung saat saya berbelanja di kiosnya, Selasa (25-2-2025).
Tidak hanya itu yang dicurhatkan sang pedagang. Ia menceritakan, bagaimana Ibu-Ibu di kampung dekat situ merasa bahagia saat ada salah satu pedagang membawa rompesan (sisa-sisa) sayuran mentah, dibagikan secara gratis. Mereka bahagia karena ada yang bisa dimasak.
“Anak saya melihat tukang becak mengais sisa-sisa makanan kemudian ia makan,” imbuhnya dengan mimik sedih.
Kondisi di atas pasti hanyalah sepenggal kisah pilu tentang kelaparan, kemiskinan, dan susahnya masyarakat memenuhi kebutuhan primer, yang tidak menutup kemungkinan terjadi di wilayah-wilayah lain.
Di sisi lain beberapa hari lalu (17-19 Februari 2025) anggota DPRD Kabupaten Bandung justru melakukan kunjungan kerja (kunker) ke sejumlah wilayah di Indonesia. Meski kunker dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung, khususnya dalam hal optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD), namun hasilnya tentu amat sulit untuk diukur dan tidak bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Seharusnya, yang dilakukan wakil rakyat bukan kunker tetapi turun lapangan melihat kondisi riil di tengah masyarakat sehingga bisa menyelesaikan masalah mereka. Alokasi dana jalan-jalan alias kunjungan kerja bisa dialihkan untuk membantu mereka. Bukankah setiap dana yang dikeluarkan kelak akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.?
Namun, dalam sistem kapitalisme kemiskinan individu per individu memang sulit terdeteksi oleh negara, sebab yang menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat adalah pendapatan rata-rata per kapita. Jika di suatu masyarakat pendapatan rata-rata per kapita sudah di atas garis kemiskinan maka dikatakan masyarakat tersebut sudah terbebas kemiskinan. Padahal pendapatan rata-rata per kapita sama sekali tidak mencerminkan kesejahteraan riil individu per individu di suatu wilayah.
Sistem Islam
Ini berbeda dengan ukuran kesejahteraan dalam sistem Islam. Sejahtera dalam pandangan Islam adalah terpenuhinya kebutuhan primer individu per individu baik kebutuhan pokok individual (sandang, pangan, papan) maupun kebutuhan pokok kolektif (pendidikan, kesehatan, keamanan), serta terpenuhinya kebutuhan sekunder-tersier.
Dengan standar pemenuhan seperti di atas, sebuah masyarakat dikatakan belum sejahtera jika masih ada satu saja individu yang kelaparan. Dalam mewujudkan kesejahteraan, Islam mengawalinya dengan sebuah keyakinan bahwa Allah Swt. menundukkan apa yang ada di langit dan bumi untuk manusia. Allah memerintahkan manusia untuk mengeksplorasi apa yang ditundukkan baginya untuk memakmurkan bumi dan apa yang menjadi tugas di dalamnya.
Secara implementatif kesejahteraan bisa diwujudkan dengan menerapkan politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer per individu dengan pemenuhan secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar kesanggupannya.
Mekanisme pemenuhannya juga dijalankan berdasarkan ketentuan syariat yaitu mewajibkan setiap laki-laki yang mampu bekerja untuk menafkahi diri dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Jika tidak mampu, maka menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya,dananya diambil dari kas negara.
Negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga masyarakat mudah mendapatkan pekerjaan. Islam juga mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok kolektif yakni pendidikan, kesehatan, transportasi, dan keamanan.
Hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dibangun mengikuti kaidah kepemilikan, pengelolaan, dan distribusi. Negara berperan mengatur sesuai tuntunan syariat agar kesejahteraan merata di tengah masyarakat. Kesejahteraan, keberkahan, akan meliputi negeri jika Islam diterapkan secara kafah dan membawa rahmat untuk semua.
Karena itu selain turun lapangan melihat kondisi riil di tengah masyarakat, anggota dewan dan para punggawa negara seharusnya juga memahami konsep Islam dalam menyejahterakan masyarakat agar bisa diterapkan saat mengelola negara sehingga melahirkan kebahagiaan dunia akhirat.
Wallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar