Opini
#KaburAjaDulu: Antara Kekecewaan Generasi dan Kesenjangan Ekonomi Dunia
Oleh: Asti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Saat ini jagat media sosial sedang ramai membincangkan #KaburAjaDulu. Tagar ini berisi tentang ajakan untuk pindah ke luar negeri, baik untuk sekolah, magang, atau mencari penghidupan. Luar negeri dirasa lebih memberikan peluang yang menjanjikan jika dibandingkan dengan kondisi di dalam negeri. Tagar ini pun dibahas di mana-mana. Ada yang meminta tanggapan anak muda terkait tagar ini, ada pula yang menanyakan pendapat para ahli tentang ini.
Tagar ini juga sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia dalam platform X. Tentu saja, dalam perkembangannya ada yang pro dan kontra menanggapi ajakan untuk “kabur” ke luar negeri ini. Pihak yang pro beralasan mereka kecewa dengan kondisi kesejahteraan kehidupan di Indonesia yang jauh dari luar negeri, sedangkan pihak yang kontra mengatakan bahwa setiap negara punya masalahnya sendiri-sendiri dan perlu banyak persiapan untuk bisa benar-benar pindah secara legal ke luar negeri. Menyikapi hal ini tentu kita bisa menarik kesimpulan bahwa tagar ini viral karena banyak orang yang merasa tergelitik dengan tagar ini.
Kondisi viralnya #KaburAjaDulu tentu tidak bisa dilepaskan dari adanya pengaruh digitalisasi, terutama sosial media. Sosial media dapat menghilangkan sekat-sekat antar negara. Sehari-hari kita biasa disuguhi dengan gambaran kehidupan luar negeri yang terasa indah, menjanjikan peluang yang lebih banyak, dan lebih baik dalam pendidikan, penghidupan, kesejahteraan, dan kehidupan sehari-hari. Hal ini terasa sangat jomplang, apalagi jika dibandingkan dengan kondisi saat ini di dalam dalam negeri yang dihiasi banyak berita tentang mahalnya biaya pendidikan, pengangguran yang semakin merajalela, kasus kriminalitas, korupsi, kemiskinan, dan masih banyak lagi. Tentunya, saat ada info kehidupan luar negeri yang lebih menjadikan, tentu ini seolah jadi godaan besar untuk ya sudah.. Kabur dulu aja..
Jika terus dibiarkan, bisa jadi ini malah berlanjut menjadi fenomena brain drain. Brain drain sering menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi/liberalisasi ekonomi yang semakin menguat. Dikutip dari https://www.kelaspintar.id/ (17-02-2025), brain drain atau human capital flight merupakan hengkangnya kaum intelektual, ilmuwan, cendekiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Alasan yang melatarbelakanginya juga bisa beragam. Ada alasan politis, ekonomi, sosial budaya, dan juga pilihan hidup. Fenomena brain drain tentu akan semakin memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang. Fenomena ini akan menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan. Negara maju akan semakin maju, negara berkembang akan semakin ketinggalan.
Viralnya tagar #KaburAjaDulu hendaknya menjadi salah satu alasan untuk berintrospeksi, apa sebenarnya yang salah dan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini. Sesungguhnya tagar KaburAjaDulu merupakan salah satu gambaran terkait kegagalan kebijakan politik ekonomi dalam negeri dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Jika ditelisik lebih jauh lagi, kondisi ini disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme sebagai asas kehidupan. Sistem kapitalisme adalah sistem buatan manusia yang memandang segala sesuatu hanya dari sisi materi. Kapitalisme telah memberikan kebebasan seluas-luasnya dalam hal kepemilikan ekonomi. Akibatnya sudah jelas, si kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Data menyebutkan harta orang tajir di Indonesia setara dengan 14 persen PDB (https://www.cnbcindonesia.com/, diakses tanggal 17-02-2025).
Kondisi kesenjangan ekonomi ini, tidak saja terjadi di dalam negeri, namun juga di tingkat dunia. Telah terjadi kesenjangan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju. 1% orang terkaya di dunia telah mengakumulasi harta sebesar US$211,52 triliun hingga 2021. Jumlah itu setara dengan 45,6% dari total kekayaan global yang mencapai US$463,57 triliun atau Rp6.909 kuadriliun. (https://dataindonesia.id, diakses 17-02-2025). Prinsip kebebasan kepemilikan dalam ekonomi kapitalisme menyebabkan banyak kekayaan negara berkembang (yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya), malah mengalir ke negara-negara maju atas nama investasi. Selanjutnya sudah bisa ditebak, negara maju makin kaya sedangkan negara berkembang makin miskin. Efek selanjutnya, banyak rakyat dari negara berkembang yang terpaksa mengadu nasib ke negara maju. Hal ini berbeda sekali dengan sistem Islam.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Islam memiliki aturan hidup yang sempurna bagi seluruh aspek kehidupan. Terkait kehidupan bernegara, islam menempatkan khalifah sebagai pemimpin, pelindung, dan ra’in (pengurus rakyat). Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya, mewajibkan negara memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negaranya, individu per individu. Kebutuhan asasi manusia terdiri dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar ini bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya dalam hal pendidikan, negara menjamin pendidikan yang berkualitas yang berlandaskan akidah islam dan gratis bagi seluruh warga negaranya, begitu pula dengan kesehatan. Selain itu, terdapat mekanisme pemenuhan kebutuhan yang diberikan secara tidak langsung. Misalnya, negara diwajibkan untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi setiap laki-laki yang telah baligh. Karena kebutuhan pendidikan dan kesehatan telah ditanggung negara, maka kepala keluarga dapat fokus untuk memberikan pemenuhan bagi kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang layak bagi dirinya dan keluarganya. Negara akan mendukung industri dalam negeri dengan melakukan industrialisasi dan membebaskan pengusaha dari pungutan yang tidak syar'i sehingga iklim usaha menjadi kondusif dan mampu menyerap tenaga kerja. Negara tidak akan mengimpor produk-produk yang sekiranya akan membahayakan industri dalam negeri. Tak lupa negara juga akan mendukung industri agar produknya bisa terserap pasar dalam negeri. Negara juga akan mendukung sektor pertanian, peternakan, perdagangan, dan jasa agar bisa menyerap tenaga kerja. Tak lupa negara akan mengarahkan anak muda untuk mengisi posisi-posisi secara profesional sehingga bisa menjadi SDM unggulan yang bermanfaat bagi umat dan tidak perlu
Via
Opini
Posting Komentar