Opini
#KaburAjaDulu, Bentuk Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah?
Oleh: Leni
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Hingga hari ini tagar #KaburAJaDulu masih menjadi perbincangan di media sosial, khususnya di platform X (Twitter). Tagar tersebut, dulu merupakan ajakan untuk pindah keluar negeri untuk bekerja atau kesempatan studi, sebagai respons akibat berbagai persoalan yang terjadi di dalam negeri saat ini yang semakin hari semakin membuat masyarakat lelah, kecewa, dan putus asa. Khususnya para generasi muda yang dibuat frustasi akibat bayang-bayang ketidakpastian masa depan di Indonesia, hingga akhirnya mendorong mereka untuk mempertimbangkan pindah atau tinggal ke luar negeri.
Tagar #KaburAjaDulu juga digunakan oleh warganet untuk berbagi informasi. Misalnya, tentang lowongan pekerjaan, pendidikan, nominal gaji, pengalaman hidup di luar negeri, budaya, apa saja persyaratan dan yang harus dipersiapkan untuk pindah keluar negeri, hingga rekomendasi beberapa negara tujuan seperti Jepang, Jerman, Amerika, Malaysia, Singapura, hingga Australia sebagai negara yang tepat untuk pindah.
Ternyata, sebagaimana yang diberitakan cnnindonesia.com, (7-2-2025), terpantau dari sekitar lima ribu netizen yang aktif mengikuti percakapan tagar #KaburAjaDulu ada sekitar 38 persen usia di bawah 18 tahun, dan sekitar 58 persen usia 19 sampai 29 tahun, sisanya usia di atas 30 tahun relatif kecil. Dari jenis kelamin kebanyakan dari mereka kaum laki-laki.
Dari data tersebut, minat masyarakat cukup tinggi untuk pindah keluar negeri demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang lebih pasti menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan melalui berbagai kebijakan ekonomi yang di terapkan hari ini.
Di lain sisi, fenomena #KaburAjaDulu akan memunculkan siklus mentalitas hopeless, yakni masyarakat merasa semua permasalahan negeri ini sudah tidak dapat diperbaiki, dan memilih kabur keluar negeri sebagai satu-satunya solusi.
Jika tidak ditangani secara serius, hal ini akan menjadi ancaman bagi kondisi dalam negeri. Indonesia akan terancam kehilangan sumber daya manusia unggul, individu-individu berprestasi lebih memilih hijrah ke luar negeri, karena mereka merasa lebih dihargai juga lebih menjanjikan secara ekonomi.
Ini semua bagian dari fenomena brain drain (fenomena ketika tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi meninggalkan negara asalnya untuk bekerja di luar negeri) yang sebenarnya sudah lama terjadi. Kondisi ini otomatis akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Dari seruan #KaburAjaDulu juga mengungkap beberapa penyebab yang mendorong warga +62 ingin meninggalkan Indonesia, di antaranya angka pengangguran meningkat sementara lapangan pekerjaan sulit didapat, banyaknya persyaratan dan berbelit hingga peran orang dalam masih menjadi persoalan yang sampai sekarang belum terselesaikan. Ditambah juga harga kebutuhan naik, pajak makin mencekik, sedangkan gaji minim tidak jarang juga mengalami keterlambatan.
Selain itu, yang dikeluhkan warganet melalui seruan #KaburAjaDulu terkait masih kurangnya kualitas pendidikan, masih adanya oknum-oknum pejabat pendidikan yang bermasalah, serta masih banyaknya tenaga pengajar yang dinilai kurang memberikan manfaat bagi pendidikan di Indonesia. Termasuk keluhan tidak adanya jaminan kesehatan, sementara BPJS yang dianggap sebagai penyelamat ternyata tidak mampu menanggung pengobatan semua jenis penyakit. Pasien BPJS kerap mendapatkan kualitas pelayanan dan penanganan yang tidak sama dengan pasien umum, padahal setiap bulan mereka membayar iuran.
Selain itu, warganet pun dibuat kecewa dengan sistem hukum di Indonesia yang kerap berlaku tajam ke bawah tumpul ke atas, sarang suap, juga banyak terjadi ketidakadilan. Termasuk sistem politik yang dianggap tidak peduli dengan aspirasi rakyat, para politikus yang memanfaatkan rakyat sebagai alat pendulang suara saat pemilu saja, setelah pemilu selesai suara rakyat pun tidak lagi didengar. Selain itu banyak para politisi yang tersandung kasus korupsi hingga asusila.
Meski tidak banyak, dalam seruan tagar #KaburAjaDulu ada beberapa netizen yang juga membahas kehidupan sosial di Indonesia, sebut saja lingkungan toksik, terlalu banyak mencampuri urusan orang lain, penyebaran hoaks dan beragam konten viral yang kurang mengedukasi, buruknya kualitas udara, hingga maraknya judi online dan sebagainya.
Sejatinya tumpang tindih permasalahan negeri hari ini akibat dari kebijakan populis yang lahir dari sistem kapitalis. Berdalih demi kepentingan dan kesejahteraan semua rakyat, namun sebaliknya, justru membuat rakyat hidup semakin sekarat akibat kebijakan yang tidak tepat, sementara hidup sejahtera hanya dinikmati oleh segelintir elit saja. Sebab pemerintah dalam sistem kapitalis hanya sebagai regulator yang memuluskan urusan para kapital atau pemilik modal. Hal inilah yang akhirnya membuat gerah dan resah para generasi muda sehingga berkeinginan kabur dari Indonesia.
Sebenarnya masalah ini dapat diselesaikan oleh Islam. Dalam sistem Islam, negara akan memastikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya per individu. Yaitu dengan memenuhi kebutuhan asasi mereka seperti sandang, pangan juga papan. Kewajiban ini merupakan tuntutan hadits Rasulullah saw., “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Salah satu bentuk tanggung jawab kepala negara dalam sistem Islam (seorang Khalifah) di antaranya, akan menyediakan lapangan pekerjaan dan membuka seluas-luasnya bagi warga negaranya. Misalnya dari sektor ekonomi rill, ada bidang pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Jika ada jaminan lapangan pekerjaan, tentunya warga negara tidak akan kabur ke negara lain hanya demi mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik. Dengan banyaknya lapangan kerja yang dibuat sang Khalifah, otomatis kebutuhan sandang, pangan, juga papan akan mudah tercukupi sehingga kesejahteraan akan tercapai.
Selain itu, strategi pendidikan dalam kekhilafahan Islam akan menjamin warga negaranya mendapat pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab, pendidikan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik yang wajib diberikan oleh negara secara mutlak dan gratis tanpa mengurangi kualitasnya. Pendidikan dalam Islam bertujuan mencetak generasi yang berkepribadian islami dan berilmu, yang memiliki kepekaan terhadap problematika umat. Sehingga orang pintar dan berbakat menjadi garda terdepan yang siap membangun negara, negara juga peduli dan menjamin kehidupan mereka sebagai warga negara.
Pun jaminan kesehatan yang akan diberikan Khilafah secara gratis pada semua warganya baik Muslim atau non-Muslim, miskin ataupun kaya semua mendapat hak yang sama. Hal yang sama pula ditetapkan dalam urusan uqubat, tidak ada hak istimewa semua mendapatkan hukuman sesuai dengan apa yang sudah syari’at tetapkan atas setiap kejahatan yang dilakukan.
Sabda Rasulullah saw., “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fathimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam Khilafah Islam, keadilan adalah pilar kehidupan yang sangat berharga, menjadi dambaan umat manusia, termasuk keadilan dalam bidang ekonomi. Kehidupan ekonomi yang adil yang menjauhkan manusia dari kepemilikan harta secara zalim, yang tidak berpihak hanya pada kelompok tertentu seraya mengabaikan kaum lemah. Keadaan seperti itu tidak pernah didapatkan oleh manusia dalam ideologi mana pun kecuali Islam. Ekonomi Islam mampu memberikan keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh alam dengan tegaknya kembali Khilafah Islam yang pernah menguasai dunia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Via
Opini
Posting Komentar