Opini
Kasus Pagar Laut Memanas; Benarkah Ulah Oligarki Serakah?
Oleh: Nabilah Nursaudah
(Santri Ideologis)
TanahRibathMedia.Com—Kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten menjadi sajian berita panas belakangan ini. Awalnya, pagar laut sepanjang 30,16 km ini dikabarkan bersifat misterius sebab tak ada bukti jelas mengenai siapa oknum yang memasangnya hingga menyulitkan gerak aktivitas warga setempat terlebih para nelayan.
Mentri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan dan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di kawasan pesisir pantai utara (pantura) Kabupaten Tangerang Banten berstatus cacat prosedur dan material sebab berada di luar garis pantai alias di atas laut. Hal tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan dan diketahui, tidak boleh menjadi privat property (Kompas.com, 22-01-2025).
Lagi-Lagi Ulah Oligarki?
Tak mungkin jika tak ada pelaku dalam pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km itu. Terbukti, setelah diselidiki lebih lanjut, ditemui beberapa fakta yang menyatakan bahwa keluarga konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan dan Agus Group ternyata tercatat mengepalai dua perusahaan yang kini tengah memegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk ratusan bidang di sekitar lokasi pagar laut di Tangerang, Banten. Hal ini tertera jelas di data pemerintahan (Bbc.com, 21-01-2025).
Bukan sebuah hal yang tabu jika para oligarki termasuk para pemilik perusahaan swasta menjadi pemegang sertifikat kekayaan alam yang seharusnya dimiliki dan dikelola langsung oleh negara. Simpang siur polemik pagar laut yang membara belakangan ini bisa dikatakan menjadi hasil dari diterapkannya hukum manusia yang berasaskan pada kepentingan materi semata, sehingga peraturan yang ada seolah hanya sebatas aturan yang bisa dipermainkan bermodalkan uang.
Aroma politik oligarki tercium pekat di mana-mana. Bagaimana tidak, keberadaanya saja kini menjadi para donatur rezim-rezim yang menduduki kursi pemerintahan, maka wajar pula bila kebijakan yang disuguhkan oleh para pemangku kebijakan tak lain dan tak bukan hanya untuk memenuhi hajat dan kepentingan para oligarki si pengendali roda pemerintahan.
Ketidak jelasan dan lambatnya pemerintah dalam menangani kasus ini sungguh menjadi bukti nyata adanya aroma politik oligarki di negeri kita tercinta ini. Para pemangku kebijakan bahkan malah sibuk melempar pernyataan dan bantahan ketika ditunjuk untuk bersuara menanggapi dan menindak lanjuti kasus ini. Mereka nampak lesu dan gelagapan dalam menyikapi persolan ini.
Kapitalisme Pelakunya
Sistem kapitalisme melahirkan para oligarki yang faktanya menjadi penguasa negeri sesungguhnya. Kapitalisme menjadi pelaku utama yang berhasil membuat negara tidak memiliki kedaulatan dalam mengurusi urusan umat. Kedaulatan itu tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem ini. Walhasil, negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital oligarki, bahkan menjadi penjaga kepentingan mereka.
Semua ini berakibat pada terjadinya kesengasaraan pada rakyat yang disebabkan oleh tindakan para kapital oligarki yang semena-mena. Kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak milik negara yang dikelola langsung oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, kini malah menjadi komoditas perdagangan yang memudahkan jalan para oligarki untuk menguasai segala sudut negri ini. Karena itulah, kesejahteraan yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat dirampas dan dibuang jauh -jauh oleh para kapital oligarki kesayangan pemerintah itu.
Butuh Negara Islam
Kasus ini membutuhkan gerak nyata dari negara dengan peraturan yang memanusiakan manusia sebab bertumpu pada hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Negara Islam satu-satunya, negara yang memiliki prinsip bahwa kepemilikan umum itu hanya boleh dimiliki dan dikelola oleh negara ini menjadi solusi satu-satunya bagi seluruh kasus yang ada, termasuk kasus pagar laut ini khususnya.
Negara Islam, atau yang biasa disebut negara Khilafah merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurusi urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya dengan seperangkat aturan yang lahir dari Sang Pencipta tentunya. Kedaulatan penuh ini akan membuat negara khilafah tidak akan pernah ingin tunduk pada para korporasi.
Dari sini bisa kita ambil kesmipulan bahwa, yang dibutuhkan umat saat ini ialah paradigma kepemimpinan yang bervisi mengurus dan melayani umat agar seluruh persoalan, termasuk pengelolaan kekayaan alam, bisa teratasi secara tuntas dan paripurna.
Maka dari itu, butuh gerak nyata dari seluruh kaum muslimin untuk mewujudkan paradigma kepemimpinan yang baik lagi diridhai oleh Allah Swt. ini. Dengan persatuan yang nyata serta gerak dakwah berjamaah yang kuat, pertolongan Allah akan segera dating. Kehidupan Islam yang sudah lama didamba-dambakan akan sepenuhnya hadir dalam kehidupan semua umat di seluruh penjuru dunia.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar