Opini
Kasus Pagar Laut, Oligarki Penguasa Negara Sesungguhnya?
Oleh: Junari
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi polemik di laut perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Ini menjadikan cacat produser dan pembangunan, dengan dipagarnya laut, masyarakat pesisir yang banyak beraktivitas sebagai nelayan dan pembudidaya di lokasi tersebut menjadi terhambat.
TNI Angkatan Laut bersama nelayan dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, Banten. Sebanyak 16 wilayah Desa dan 6 kecamatan terdapat warga yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan 502 pembudidaya (Kompas.com, 22-1-2025).
Pemerintah hingga kini masih meraba-raba siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut. Sebagian besar HGB dan SHM pagar laut itu terdaftar di BPN, yakni PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang tanah, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang tanah. Kedua perusahaan tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Agung Sedayu Group, raksasa properti milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, dan 9 bidang lain milik perorangan. Selain itu, ada 17 bidang tanah yang telah memiliki SHM (Tirto.id, 23-1-2025).
Kapitalisme Membuat Sengsara
Simpang siur polemik pagar laut makin menunjukkan tidak jelasnya kepemilikan. Tampak situasi di negeri ini kian jauh dari harapan baldatun thayyibah warabbun ghafur. Kekaburan dan sikap terbalik melahirkan banyak ketidakadilan karena menempatkan aturan sesuai kepentingan politik. Apabila tidak sesuai dengan kepentingan maka dianggap buruk, namun bila sesuai kepentingan dianggap baik.
Keterbatasan penjagaan pengontrolan membuat leluasa para pelaku sehingga sulit ditemukan. Kasus pemagaran laut ini kian menjadi tanda tanya besar pemerintah. Bagaimana tidak? Kepemilikan sertifikat yang dekat dengan lokasi pantai yang dipagari laut itu pun masih dalam proses pencarian. Laut sepanjang kurang lebih 30,16 km tidak satu orang pun yang tahu pelakunya.
Padahal, jika seorang pemimpin benar dalam menjalankan amanah akan sangat mudah menemukan pelakunya. Namun alih-alih menangkap pelaku, yang bekerja memagari laut pun tidak seorang pun yang tahu. Ketidakadilan terpampang nyata di depan mata.
Inilah hasil dari sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan, standarnya sesuai kepentingan. Menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan mengurus urusan umat. Kedaulatan tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para oligarki, bahkan menjadi penjaga kepentingan. Akibatnya, negara tidak memiliki kuasa untuk menindak para oligarki yang perbuatannya menyengsarakan rakyat. Dalam Islam, kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu/swasta. Namun beda halnya dalam sistem kapitalisme, kepemilikan tergantung banyaknya modal yang dimiliki.
Sistem kapitalisme adalah sistem yang dzalim, aspek ruhiyah tidak diwajibkan, Kesadaran akan keimanan, ketaqwaan dan ketundukkan pada syariah, pertanggungjawaban di akhirat nanti, telah lenyap.
Islam Solusi Hakiki
Hal ini tentunya berbeda sebagaimana penerapan dalam negara Islam. Pengelolaan harta harus dikelola sesuai jenis-jenis harta, apakah harta itu milik individu, milik umum atau milik negara. Dalam negara Islam, kepemilikan umum tidak boleh diprivatisasi dan swastanisasi dalam bentuk kepentingan apapun, karena negara Islam akan mengelola sesuai jenis-jenis harta.
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api"
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam pandangan Islam, laut merupakan salah satu jenis harta milik umum. Harta milik umum menjadi kewenangan negara untuk mengelolanya dengan tujuan kemaslahatan umat. Tidak boleh ada satupun rakyat yang terhalang untuk memanfaatkannya akibat dikuasai segelintir orang. Negara Islam merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurusi urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan penuh ini membuat negara Khilafah tidak akan tunduk pada korporasi.
Pasalnya, negara Khilafah yakni negara Islam akan menganggap siapapun yang mengelola harta milik umum untuk kepentingan pribadi sehingga menghalangi masyarakat untuk memanfaatkannya, sebagai pelaku kejahatan dan melanggar hukum syara'. Bagi pelakunya akan diberlakukan sanksi sesuai kejahatan yang dilakukannya. Kepemilikan umum seperti laut adalah kewenangan negara Islam untuk memelihara atau mengelola sebagai sumber pendapatan negara untuk disalurkan kepada rakyatnya. Air laut tidak boleh menjadi hak milik individu atau perusahaan, apalagi diperjualbelikan.
Dalam negara Islam, seorang pemimpin akan menjalankan kekuasaan yang dipimpinnya dengan adil dan bijak. Karena pedomannya adalah syariat Islam yang menjadikan pemimpin adil, taat dan bertanggungjawab. Dia akan menjadi pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Pemimpin yang mampu mengurusi urusan rakyatnya dan melindungi rakyat dengan syariat Islam.
Maka, Islam sebagai agama yang sempurna jika diterapkan niscaya menciptakan kesejahteraan yang akan dirasakan oleh umat manusia bahkan seluruh penduduk bumi. Maka umat wajib untuk kembali pada Islam sebagai aturan yang akan mengatur seluruh aspek kehidupan.
Wallahu'allam.
Via
Opini
Posting Komentar