Opini
Kenaikan Harga Jelang Ramadan, Kenapa Berulang?
Oleh: Yuli Yana Nurhasanah
(Muslimah Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Terkait potensi kenaikan harga menjelang Ramadan 2025 di beberapa komoditas pangan, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan dini. Komoditas pangan yang menjadi perhatian utama adalah minyak goreng, telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, dan cabai rawit. Selama bulan puasa dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, sejumlah pangan tersebut diprediksi mengalami lonjakan harga karena permintaan meningkat. Pemerintah juga perlu mewaspadai harga beras, bawang merah, dan bawang putih. Menjelang puasa dan lebaran, terdapat potensi mendorong kenaikan harga karena permintaan yang tinggi (rubicnews.com, 7-2-2025).
Lonjakan signifikan komoditas pangan terpantau di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan. Dalam beberapa minggu terakhir, kenaikan harga yang paling mencolok terjadi pada gula dan minyak goreng. Setiap menjelang Ramadan, selalu ada lonjakan signifikan; akan tetapi, kali ini paling parah, walau belum terlalu terasa terhadap daya beli masyarakat (kaltim.tribunnews.com, 7-2-2025).
Ada beberapa komoditas pangan yang dijual di pasaran dengan harga lebih tinggi dari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu HAP (Harga Acuan Pembelian) dan HET (Harga Eceran Tertinggi). Walaupun tidak semua mengalami kenaikan, ada sebagian komoditas pangan yang dibanderol di bawah HAP, seperti daging ayam, bawang merah, dan jagung pipil kering. Untuk stok, secara umum, ketersediaan 12 komoditas pangan strategis akan cukup dan aman (kumparan.com, 4-2-2025).
Kenaikan harga-harga menjelang Ramadan terus berulang. Hal ini menunjukkan adanya masalah pendistribusian barang, sehingga berpotensi terjadi kelangkaan dan membuat kenaikan harga barang. Meningkatnya jumlah permintaan menjadi alasan klise meningkatnya harga bahan makanan pokok jelang Ramadan. Padahal, diakui atau tidak, ada masalah lain yang memengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang makin menurun, seperti jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan, serta masalah pada rantai pasok (mafia impor, kartel, monopoli, ihtikar/penimbunan barang, dll).
Betapa miris kondisi masyarakat kita saat ini; mereka harus pandai mencari komoditas pangan murah untuk bertahan hidup. Di mana pun ada informasi tentang komoditas pangan subsidi, pasti akan didatangi dan rela antre. Seperti akhir pekan ini, masyarakat direpotkan dengan kelangkaan gas, dan mereka harus menelan pil pahit dari kebijakan penguasa.
Pemenuhan komoditas pangan di sepanjang tahun 2024 dihadapkan pada kondisi memprihatinkan, di mana kita merasakan betapa fluktuatifnya harga komoditas pangan. Di tengah lonjakan harga, kadang diiringi dengan kelangkaan, sehingga semakin menyusahkan rakyat dari segi waktu dan pendapatan yang tidak seimbang dengan kebutuhan.
Dari Global Hunger Index, menunjukkan Indonesia mengalami tingkat kelaparan sedang, terindikasi oleh kondisi kurang gizi, anak bertubuh kurus, anak stunting, kematian anak, dan sekitar 23 juta orang Indonesia setiap harinya tidak mampu memenuhi asupan gizi seimbang.
Berbagai persoalan pada aspek produksi yang saling berkait menjadikan Indonesia belum mampu memenuhi ketahanan pangan rakyatnya. Dari persoalan akses permodalan, perubahan iklim, ketimpangan kepemilikan, alih fungsi lahan, serta infrastruktur yang tidak memadai dan merata.
Terkait juga pengaturan distribusi yang jauh dari adil dan menyeluruh, di mana seharusnya rakyat bisa mengakses kebutuhannya dengan mudah tanpa kendala. Salah satu penyebab harga komoditas pangan melonjak adalah rantai tata niaga yang berbelit, distorsi, dan panjang, sehingga tidak mampu terjangkau oleh masyarakat. Intervensi harga yang diambil pemerintah bukannya menyelesaikan permasalahan rakyat, malah semakin memperumit masalah.
Kondisi ekonomi menjadi ketentuan apakah masyarakat mampu mengakses pangan yang layak dan berkualitas, karena satu-satunya cara untuk mendapatkannya adalah dengan membeli. Kesehatan dan kualitas bahan pangan ditentukan oleh harga pangan tersebut. Melonjaknya harga komoditas pangan selalu menyebabkan kelangkaan, sehingga sulit didapatkan.
Inilah buah dari sistem saat ini: ideologi sekuler kapitalisme, tata kelola berdasarkan pemikiran manusia yang dangkal dan terbatas, di mana peran operator berasal dari kalangan korporasi. Akibatnya, terjadi penguasaan dari berbagai aspek, dari hulu hingga ke hilir. Fungsi negara dibatasi hanya sebagai fasilitator dan regulator, dengan alih fungsi penguasa menjadi pengusaha, di mana bisnis dan keuntungan menjadi tujuan. Selain itu, kekuasaan pemerintah bersifat desentralisasi, melahirkan otonomi daerah dan menimbulkan egosentris.
Lain halnya dalam sistem Islam, Islam menjadikan ketersediaan pangan dan jaminan distribusi yang merata sebagai tanggung jawab negara. Islam juga memastikan tidak ada penimbunan, tidak ada kecurangan, dan tidak ada permainan harga, sehingga masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya dengan harga yang terjangkau.
Negara akan meningkatkan produksi untuk menyelesaikan masalah kelangkaan, serta melakukan pemantauan dan pengendalian harga komoditas-komoditas ini beserta antisipasinya sesuai syara. Dalan sistem ekonomi Islam memastikan adanya aturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas pangan yang mudah diakses dengan harga murah.
Sudah saatnya umat melepaskan penghambaannya kepada sesama manusia dan segala aturan buatan manusia. Kita hanya wajib menghamba dan tunduk pada aturan Allah Sang Pencipta alam semesta beserta dunia dan isinya. Syariat Islam telah mengatur tentang penguasaan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum, di mana tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi oleh individu atau pihak tertentu. Demi terwujudnya kemaslahatan rakyat dengan pengaturan Islam, rakyat akan terlepas dari penjajahan kapitalisme.
Saatnya umat menyuarakan Islam sebagai jalan perubahan, solusi tuntas problematika umat dari akar hingga daun. Islam memiliki ekonomi yang memihak rakyat. Islam adalah satu sistem kehidupan sempurna yang Allah Swt. turunkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat di dunia dengan seperangkat aturan yang sistematis.
Wallahualambishawab.
Via
Opini
Posting Komentar