Opini
Laut Dipagari, Lagi-Lagi Menguntungkan Oligarki
Oleh: Rihadatul Aisy S
(Aktivis Dakwah, Agen Perubahan)
TanahRibathMedia.Com—Dikutip dari Kompas.com (22-01-2025), Nusran Wahid Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengungkapkan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di wilayah pesisir pantai utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material.
Saat 266 SHGB dan SHM dicocokkan dengan data peta yang ada, menunjukkan keberadaannya di luar garis pantai alias berada di laut. Maka dari itu SHGB dan SHM secara otomatis dicabut dan dibatalkan status hak tanahnya.
Kementerian ATR/BPN juga melakukan pemanggilan serta pemeriksaan terhadap petugas juru akur maupun petugas yang menandatangani dan mengesahkan sertifikat tanah tersebut sebagai penegakan hukum yang berlaku.
Pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Tangerang disebut-sebut dipasang sejak pertengahan 2024 ini mengejutkan banyak pihak. Pagar yang dipasang meliputi wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Adapun masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 3.888 warga dan 502 pembudidaya di lokasi tersebut.
Pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan warga sekitar pun beraksi melakukan pembongkaran pagar laut yang terbentang di perairan Tanhyng Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, sejak Sabtu (18-01-2025) pagi.
Banyak pihak dirugikan dalam kasus pagar laut yang viral di media sosial ini, terutama para nelayan yang kesehariannya berada di laut. Dengan adanya pagar laut yang berada di zona perikanan tangkap para nelayan harus menghabiskan lebih banyak bahan bakar untuk mencari jalan agar bisa melaut. Tak hanya itu, pagar laut ini diduga juga merusak ekosistem pesisir.
Lagi-lagi para oligarki diduga menjadi pelaku kasus pagar laut ini. Secara langsung dan tidak langsung terbukti ada dua perusahaan yang memegang sertifikat HGB untuk total 254 bidang di dan sekitar lokasi pagar laut misterius di Tangerang.
Politik Oligarki
Jika benar demikian, oligarki menjalankan perannya dengan baik sebagai "donatur" rezim-rezim pemerintahan. Tak heran jika pemerintah terkesan tak mau bergerak untuk menjaring pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas HGB pagar laut Tangerang.
Inilah keniscayaan dari diterapkannya sistem sekulerisme kapitalis, para individu dan koorporasi boleh memiliki apapun selagi mampu membelinya. Para penguasa pun membisu terhadap kerusakan yang diciptakan para pemilik modal, para pejabat lebih memilih tunduk kepada oligarki-oligarki dan mengabaikan rakyatnya.
Para penguasa merasa “takut” kepada oligarki yang telah membantu pemerintahan ini mendapatkan kekuasaannya. Mereka lah yang membiayai politik bangsa ini dalam banyak hal. Maka dari itu, pemerintah balas budi kepada oligarki untuk melanggengkan proyek-proyek yang telah mereka susun dengan rapi.
Penguasa Islam, Amanah dan Tanggung Jawab
Berbeda dengan sudut pandang Islam, penguasa tidak akan tunduk apalagi bersekongkol dengan oligarki atau penguasa Barat untuk menzalimi rakyat. Para pemimpin dalam daulah Islam harus berhias dengan kepribadian Islam.
Para penguasa pun bersikap lembut hatinya untuk mengurusi hak-hak rakyat sehingga tidak ada kesengsaraan dan kezaliman diantara mereka.
Rasulullah saw. pun bersabda:
الأمام راعٍ Ùˆ مسؤلٌ عن عيّتهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhori dan Muslim)
Penguasa adalah pelayan atau pengurus rakyat. Pengurus rakyat tentu tidak pantas menzalimi rakyatnya dengan aneka kebijakan. Dalam hal ini, laut merupakan sumberdaya alam sama seperti tambang yang melimpah depositnya, adalah milik umum.
Harta milik umum ini wajib dikelola negara. Semua hasilnya lalu diberikan kepada seluruh rakyat, langsung maupun tidak langsung. Harta milik umum ini haram diserahkan kepada individu maupun swasta apalagi dikuasai oleh pihak asing.
Indonesia dan segala sumber dayanya jika dikelola dengan cara syariah Islam yang benar dan negara mengambil peran didalamnya, tidak akan ada pajak yang dipungut dari rakyat. Justru, rakyat ada diberi fasilitas-fasilitas yang berhak rakyat dapatkan tanpa biaya yang tinggi.
Alhasil, umat dan bangsa harus benar-benar kembali pada syariah Islam dalam semua aspek kehidupan. Selain karena kewajiban dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, menegakkan sistem Islam bukanlah utopia. Sejarah mencatat bagaimana Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad berhasil menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Wallaahu a’lam bi ash-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar