Opini
LPG Langka, Rakyat kembali Nelangsa
Oleh: Humaida Aulia, S. Pd. I
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sepekan ini masyarakat kembali dibuat tantrum oleh pemerintah. Pasalnya gas yang membuat dapur tetap ngebul, langka. Per 1 Februari 2025, pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pengecer yang ingin tetap menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina. Pengecer yang ingin menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) (tribunnews.com, 2-2-2025).
Gas elpiji atau LPG 3 kilogram mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Salah satu pemilik pangkalan gas LPG menjelaskan, setiap minggu seharusnya sebanyak 1.500 tabung gas elpiji disuplai ke dari agen ke pangkalan miliknya. Namun, sepekan terakhir hanya 600-700 tabung saja yang disuplai, sehingga tak cukup memenuhi kebutuhan pelanggan LPG (beritasatu.com, 3-1-2025)
Gas LPG tidak hanya digunakan oleh ibu rumah tangga, tetapi juga digunakan oleh UMKM seperti penjual bakso, nasi goreng, jajanan pinggir jalan, dan usaha kuliner kaki lima. Tentu ongkos produksi para pedagang ini akan semakin besar. Sedih sekali melihat masyarakat antri LPG hingga mengular. Bahkan ada seorang ibu di Pamulang yang meninggal saat sampai rumah karena kelelahan (detik.com, 4-2-2025).
Kebijakan Suka-Suka Terserah Penguasa
Indonesia adalah negeri kaya. Namun sungguh aneh, gas yang jumlahnya melimpah itu tak bisa dinikmati warganya. LPG dikeluhkan langka di berbagai tempat. Hal itu terkait dengan perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon untuk dijual. Kebijakan ini tentu menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis pengecer bermodal kecil dan memperbesar bisnis pemilik pangkalan.
Kelangkaan gas hijau yang terjadi saat ini adalah salah satu upaya untuk menghilangkan peredarannya di tengah masyarakat. Awalnya harga akan dinaikkan, barangnya dibuat langka, lalu lama-lama akan hilang. Pemerintah kita senang betul melucu dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Sungguh gemas sekali melihat berita dengan tagline ucapan petinggi negeri yang unlogic, kekanak-kanakan, membebani rakyat, dan tidak solutif. Bagi mereka ini hanya lucu-lucuan.
Regulasi yang ada pun bermasalah. Kebutuhan akan gas seharusnya menjadi hak setiap warga negara. Namun nyatanya, negara membedakan antara miskin dan kaya. Negara memberikan subsidi LPG 3 kilo bagi masyarakat miskin, sedangkan bagi masyarakat kaya, negara menjualnya dengan harga berkali-kali lipat. Lebih parah lagi, LPG yang bersubsidi ini rawan menjadi sasaran para mafia. Harganya yang tergolong terjangkau justru dimanfaatkan dengan menaikkan harga setinggi-tingginya.
Namun tidak aneh jika ini terjadi di negara yang menjadikan kapitalisme sebagai dasarnya. Akal dijadikan sumber berpikir sehingga aturan yang keluar justru melanggengkan kekuasaan para kapitalis. Lihat saja aturan-aturan yang digelontorkannya, sering tak dikaji, yang ujungnya menyengsarakan. Rakyat jadi korban.
Dalam sistem kapitalisme tentu sangat wajar melakukan yang demikian. Sebab kapitalisme sejatinya adalah sistem yang mencari untung semata. Jika LPG subsidi langka, maka mau tidak mau rakyat akan beralih ke LPG swasta walaupun harganya lebih mahal. Ini tentu memberikan untung yang besar bagi produsen LPG swasta.
Cara Jitu Islam Tuntaskan Masalah LPG
Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat. Negara adalah ra'in (pengurus) bagi umat. Negara memberikan pelayanan kepada rakyat secara merata. Tidak dibeda-bedakan berdasarkan statusnya. Dengan begitu, negara tidak akan merasa berat untuk memberi subsidi kepada rakyatnya, baik yang miskin maupun yang kaya.
Negara memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas. Harga gas yang tidak lain kebutuhan rakyat harus terjangkau oleh masyarakat. Bahkan, gas yang gratis sangat mungkin terwujud. Ini karena dalam sistem Islam, negara akan mengelola seluruh SDA secara mandiri dan hasilnya dikembalikan lagi kepada pemiliknya yaitu rakyat, baik dalam bentuk barang ataupun pembangunan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit.
Negara juga akan mengharamkan swasta untuk mengelola SDA yang melimpah. Larangan ini terdapat dalam hadis Rasulullah saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Negara akan kuat dalam regulasi kepemilikan sehingga tidak membuka keran bagi asing atau swasta untuk menguasai tiga kepemilikan tersebut. Hal ini tentunya akan membuat kas baitul mall melimpah sehingga kebutuhan-kebutuhan rakyat agar mudah didapat dengan harga yang murah bahkan gratis.
Namun ini semua tidak akan terwujud jika manusia mendominasi aturan berkehidupan sehingga ketetapan yang keluar semata kepentingan, ego, dan keuntungan. Ini semua hanya akan terwujud dalam sistem Khil4f4h yang sesuai metode kenabian. Sudah saatnya peraturan yang busuk kapitalisme ini disingkirkan, dienyahkan, dan diganti dengan aturan mulia penegak peradaban. Aturan itu tak lain dan tak bukan adalah Islam dalam sistem Khil4f4h, yang jika diterapkan akan memberi rahmat bagi semesta alam.
Waalahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar