Opini
Menelisik Tagar #KaburAjaDulu
Oleh: R. Raraswati
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sejumlah media sosial diramaikan warganet dengan tagar #KaburAjaDulu. Seperti diketahui, simbol tagar (#) yang ditulis sebelum kata kunci atau frasa digunakan untuk mengategorikan kiriman agar ditampilkan dengan lebih mudah dalam pencarian di media sosial termasuk pada X (Twitter). Kali ini #KaburAjaDulu menjadi topik tren di Indonesia dalam media sosial X. Ketika membuka media sosial X (Twitter), akan ditemukan dengan mudah #KaburAjaDulu yang berisi berbagai informasi cara pindah ke luar negeri (detik.com, 11-2-2025).
Informasi dalam tren #KaburAjaDulu di antaranya adalah lowongan pekerjaan di luar negeri, beasiswa, kursus bahasa asing, hingga berbagai perbandingan antara Indonesia dengan negara lain. Tren tersebut menimbulkan spekulasi masyarakat apakah negara telah gagal menyejahterakan rakyat atau ternyata generasinya yang lemah?
Ketika ditelusuri, tren tagar #KaburAjaDulu awalnya berfungsi sebagai wadah untuk berbagi informasi tentang memulai kehidupan baru di luar negeri. Informasi itu meliputi tips mendapatkan beasiswa, cara bagaiamana mengganti kewarganegaraan, tips mengelola keuangan, mencari pekerjaan, termasuk mengatasi 'culture shock'. Namun, belakangan ini tagar tersebut berubah fungsi sebagai bentuk kekecewaan anak muda terhadap kondisi Indonesia sekarang. Tidak dimungkiri, saat ini Indonesia sedang menghadapi berbagai krisis di bidang ketenagakerjaan, tingginya pengangguran, gaji kecil, sulitnya lapangan pekerjaan, banyak PHK dan sebagainya.
Di sisi lain negara-negara maju menjanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi. Sebagaimana yang dirilis CEO World Magazine bahwasanya Swiss memberikan gaji rata-rata Rp.125 juta/bulan, sementara Indonesia rata-rata gaji masyarakatnya Rp.5,3 juta/bulan. Meski kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia yang melimpah, gaji/pendapatan rakyatnya tergolong kecil. Maka, wajar jika generasi muda ingin "kabur" ke luar negeri yang menawarkan peluang lebih baik.
Selain peluang pekerjaan yang lebih baik, pendidikan luar negeri juga lebih kualitas. Adanya kemudahan beasiswa ke luar negeri tentu menambah daya tarik minat generasi untuk “kabur” ke sana. Keadaan ini tidak lepas dari fenomena “Brain Drain” di mana generasi muda terdidik dan berbakat memilih menetap di luar negeri. Fenomena ini terjadi di Indonesia sejak tahun 1960-an dan sekarang semakin tinggi.
Ketertarikan generasi muda untuk tinggal di luar negeri tentu bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Negara bisa kehilangan sumber daya manusia unggul yang seharusnya dapat memajukan keadaan. Fenomena ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam memberikan kesejahteraan rakyat. Negara dengan SDA melimpah seharusnya mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Memberikan kesempatan kepada generasi muda khususnya untuk melakukan inovasi-inovasi dalam mengelola sumber daya alam, bukan justru diserahkan kepada asing dan aseng.
Miris, Indonesia yang begitu luas dengan SDA melimpah dan SDM berkualitas masih tergolong negara berkembang bahkan memungkinkan jatuh menjadi negara miskin. Hal ini terjadi karena Indonesia berada di bawah kendali negara-negara adidaya, sehingga berkedaulat dalam mengatur negaranya sendiri.
Padahal Indonesia memiliki penduduk muslim terbanyak kedua di dunia yang semestinya bisa menerapkan aturan Islam. Sejatinya, jika pemerintah mau menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, negara mampu berdaulat dan menjadi negara maju. Hal itu karena Islam bisa menjawab segala permasalahan umat, baik di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan dasar rakyat. Itulah kesempurnaan Islam sebagaimana firman Allah, yang artinya:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah:3).
Ayat tersebut menjelaskan kesempurnaan Islam. Namun, kesempurnaan itu hanya bisa dijalankan dengan sempurna oleh negara. Islam mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat, dan memenuhi kebutuhan asasi setiap individu warganegaranya. Di dalam sistem Islam, pendidikannya berlandaskan akidah sehingga mampu menyiapkan SDM beriman yang siap membangun negara guna mendapatkan ridha Allah. Begitu pula negara akan sangat memperhatikan kesejahteraan setiap warga negaranya. Dengan demikian, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam bisa dirasakan umat.
Wallahu ‘alam bish showab.
Via
Opini
Posting Komentar