Opini
Negara Korupsi Kronis, Bobroknya Bikin Miris
Oleh: Hesti
(Sahabat Tanah Ribath Media77777)
TanahRibathMedia.Com—Korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Setiap tahun, kasus korupsi terus bermunculan, bahkan di level tertinggi pemerintahan. Hingga hari ini, berita mengenai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi, masih sering menghiasi jagat pemberitaan tanah air. Hal itu memperlihatkan, bagaimana perilaku korup yang terjadi terutama di kalangan elit atau pejabat publik, sampai detik in, tidaklah selesai, bahkan cenderung semakin meningkat.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Jaksa Agung Abdul Qohar yang menjabat sebagai Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyebut negara dirugikan Rp 193,7 triliun dalam kasus korupsi Pertamina ini. Direktur Utama PT. Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan diduga membeli Pertalite untuk kemudian diblending atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat transaksi, Pertalite tersebut dijual dengan harga Pertamax (Kompas.com, 25-02-2025). Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak skandal korupsi yang terjadi. Dari proyek infrastruktur hingga pengadaan barang publik, korupsi telah mengakar di berbagai sektor. Sungguh miris, apakah ini takdir bangsa atau memang ada sistem yang mendukungnnya?
Presiden Prabowo Subianto mempertegas komitmennya untuk memberantas korupsi yang merugikan negara. Presiden mengatakan, tindak korupsi yang masif di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Ia memastikan akan mengerahkan segala upaya dari kekuatan negara untuk membasmi korupsi. Prabowo berpendapat, tata pemerintahan yang baik adalah kunci membasmi korupsi (KumparanNEWS, 14-02-2025).
Namun pernyataan presiden Prabowo Subianto tersebut tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan oleh pemerintah saat ini telah membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara. Sistem demokrasi membuka peluang para oligarki memodali pemilihan wakil rakyat dan pejabat, sehingga siapapun yang menjadi pemimpin terpilih pasti akan tunduk pada pemilik modal. Pemimpin, pejabat dan wakil rakyat akan membuat aturan yang hanya menambah keuntungan bagi pemilik modal saja. Akhirnya, negara lemah di hadapan oligarki dan rakyat juga yang menjadi korban.
Dalam Islam korupsi merupakan tindakan yang merugikan, menindas dan zalim karena tidak sesuai dengan syariat. Penerapan sistem Islam menutup rapat-rapat celah korupsi, bahkan kemungkinan terjadinya tindak korupsi bernilai Nol. Hal ini dapat terwujud karena penerapan hukum dengan sanksi yang tegas dan menjerakan. Islam memiliki lembaga khusus bernama hisbah yang salah satu tugasnya adalah mengawasi harta para pejabat negara. Semua harta kekayaan pejabat negara akan diselidiki secara detil, dari mana asal muasal kekayaan yang didapat. Bagi yang terbukti korupsi akan langsung mendapat hukuman, dari yang terendah yaitu sita harta kekayaannya, lalu tingkat hukuman selanjutnya adalah potong tangan hingga tingkat hukuman yang paling tinggi adalah hukuman mati. Semua tingkatan hukum tersebut menyesuaikan kadar kerugian yang dialami negara.
Negara juga memiliki sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyaksiah Islamiyyah, yang jauh dari kemaksiatan. Dengan adanya kontrol masyarakat dan penerapan Islam secara kaffah oleh negara, korupsi dapat diberantas dengan tuntas. Wallahu'alam
Via
Opini
Posting Komentar