Opini
Negara Lalai, Pendidikan Sempit dan Rumit
Oleh: Tati Pranita
(Pegiat Literasi)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah arus globalisasi yang deras, negara kita masih terjebak dalam keadaan yang sangat sulit terutama keterpurukan dalam bidang pendidikan.
Pendidikan yang harusnya menjadi pondasi kemajuan, malah terperangkap dalam belenggu keterbatasan dan kompleksitas. Mulai dari kualitas pendidikan yang memprihatinkan, kurikulum yang berganti-ganti dan tidak relevan, serta birokrasi yang berbelit-belit, telah menjadikan masa depan generasi terancam. Ditambah lagi peran pendidik yang merupakan kunci utama kemajuan pendidikan, mengabdikan diri untuk membentuk dan mendidik generasi masa depan, nyatanya negara seolah melupakan peran mereka dengan kebijakan yang tidak mendukung dan pengakuan yang minim. Negara belum memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka. Negara lalai, pendidikan sempit dan rumit sebuah ironi yang harus kita pecahkan untuk membangun masa depan yang lebih cerah.
Seperti yang dilansir dari www.kompas.com (07 Januari 2025), Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemenristek) seluruh Indonesia memprotes belum dibayarnya Tunjangan Kinerja (Tukin), Aksi dilakukan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dialami para dosen. Koordinator Aksi Bernama Anggun menyatakan Kementerian lain sudah menerima tukin dari pemerintah tapi kenapa Dosen-dosen ASN di Kemendikti Saintek tidak menerima tukin lagi sejak 5 tahun lalu. Padahal pada akhir masa jabatan Nadiem Makarim selaku Kemendikbud Ristek, pemerintah menjanjikan tukin akan direalisasikan mulai Januari 2025. Nyatanya setelah berganti dengan Menteri yang baru, kebijakan tersebut belum direalisasikan dengan alasan tidak adanya anggaran dan belum adanya peraturan presiden (perpres) mengenai tukin dosen ASN kemendikti Saintek.
Miris, tunjangan dosen dihentikan karena alasan perubahan nomenklatur dan ketiadaan anggaran. Kebijakan ini menunjukkan minimnya perhatian negara pada pendidikan dan kerja keras pada pendidik. Apa alasan pemerintah atas penundaan dan ketiadaan anggaran, padahal itu adalah hak yang sudah dijanjikan pemerintah? Ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen pemerintah. Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, beban kehidupan sangat berat karena minimnya peran negara dalam mengurus rakyat.
Potret Buram Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme
Nyatanya tidak hanya dosen yang mengalami kesulitan karena kebijakan yang tidak tepat. Mahasiswa juga mengalami hal yang sama. Mahasiswa yang tidak mampu dan kesulitan mengakses beasiswa karena ketatnya syarat yang ditetapkan penerima KIP Kuliah 2025. Ada banyak mahasiswa yang sebenarnya membutuhkan beasiswa karena ketidakmampuan, akan tetapi terkendala dengan aturan-aturan yang ditetapkan. Seperti yang diberitakan oleh www.kompas.com (10-01-2025) menyatakan bahwa tidak semua siswa dapat mendaftar program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Adapun persyaratannya yang begitu sangat sulit di antaranya mahasiswa harus dari keluarga terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), pemegang KIP pada jenjang pendidikan menengah, mahasiswa dari keluarga penerima dari Program Keluarga Harapan (PKH), mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin, tercatat hingga maksimal desil 3 dalam Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE). Mahasiswa yang tinggal di panti sosial/panti asuhan. Mahasiswa dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), masih ada banyak lagi sekelumit persyaratan dokumen lainnya.
Padahal kita tahu pada sistem kapitalisme sekarang ini jangankan untuk orang yang tidak mampu, tapi bagi orang berkecukupan pun untuk mendapatkan akses dan informasi yang luas tentang beasiswa yang tersedia pun sulit karena terganjal jaringan internet, komputer, dan lain-lain untuk mendukung proses seleksi beasiswa.
Hal seperti ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme, negara seolah lepas tangan dalam mengurusi generasi hari ini dan lebih menyerahkan urusan pendidikan ini pada lembaga-lembaga pendidikan maupun sekolah-sekolah swasta. Padahal peradaban masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh generasi muda hari ini.
Solusi Islam
Dalam sistem pendidikan Islam, seorang pendidik termasuk dosen memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi yang beriman, berilmu, dan berakhlak. Mereka adalah sosok penting dalam menyiapkan generasi pembangun peradaban.
Islam sangat menghargai dan menghormati peran pendidik. Pendidik mendapatkan gaji dan tunjangan yang memadai dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Adapun anggarannya masuk dalam Pembiayaan pendidikan Islam. Islam memberikan gaji yang sangat besar sebagai bentuk penghargaan atas besarnya tanggung jawab mereka, sebagaimana pada masa kekhilafahan.
Jaminan kesejahteraan ini akan membuat para pendidik fokus berkarya serta mengembangkan keilmuannya yang bermanfaat untuk umat tanpa perlu terbebani urusan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hingga mencari pekerjaan sampingan.
Islam juga menyediakan layanan pendidikan berkualitas gratis pada semua warga negaranya hingga pendidikan tinggi. Karena pendidikan adalah hak semua orang, termasuk pelajar atau mahasiswa. Negara mampu menyediakan layanan pendidikan gratis karena memiliki sumber pemasukan yang beragam dan besar. Pelajar yang berasal dari luar kota atau negara memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dan aman.
Pelajar mendapatkan hak untuk makan dan minum yang cukup dan bergizi serta berhak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai dan gratis. Pelajar atau mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin memiliki hak untuk mendapatkan bantuan finansial dari negara dan masyarakat. Dan juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari negara dan masyarakat.
Di dalam proses belajar dan mengajar negara sangat mendukung penuh. Negara yang berperan sebagai raa'in akan selalu bertanggung jawab dan melayani kebutuhan rakyat sesuai dengan tuntunan syarak, melindungi dan mengayomi dengan kebijakan yang adil.
Wallahu alam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar