Opini
Pangkas Anggaran, Mampukah Mendongkrak Pemasukan?
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Genap tiga bulan masa pemerintahan Prabowo. Berbagai kebijakan kontroversi mulai mewarnai setiap langkahnya. Termasuk pemangkasan anggaran kementrian yang membuat kalang kabut setiap kegiatan kementerian. Namun, pemangkasan ini ternyata tebang pilih. Ada beberapa lembaga yang tidak kena kebijakan penghematan anggaran, seperti lembaga penegak hukum, auditor negara, lembaga yudikatif, legislatif dan beberapa lembaga yang mengelola program unggulan presiden (tempo.com, 7-2-2025).
Keuangan negara yang makin cekak membuat pemerintah merevisi ulang anggaran belanja negara tahun ini. Presiden Prabowo menetapkan kebijakan pemangkasan anggaran berbagai kementerian dan lembaga negara. Menteri Keuangan, Sri Mulyani secara langsung diperintahkan untuk mengawal kebijakan tersebut.
Kebijakan ini pun mendapat sorotan dari beberapa ekonom dan pakar kebijakan publik. Salah satunya, Achmad Nur Hidayat, ekonom dari UPN Jakarta. Achmad menuturkan kebijakan ini tidak akan berlangsung efektif sepanjang masalah utamanya tidak tersentuh. Yakni struktur kabinet yang obesitas dan terlalu kompleks (tempo.com, 10-2-2025). Achmad berpendapat bahwa perampingan kabinet merupakan solusi yang lebih efisien dan substansial, ketimbang mengutak-atik anggaran kementerian.
Kabinet gemuk akan memboroskan anggaran, baik dalam biaya operasional, tunjangan pegawai dan pejabat kementrian dan birokrasi yang lebih berbelit. Jumlah 48 kementerian, 5 kepala badan dengan 55 wakil menteri, Kabinet Merah Putih membutuhkan anggaran rutin, tidak kurang dari Rp 777 Milyar per tahun. Anggaran tersebut naik hampir 50 persen dibandingkan anggaran kabinet era Jokowi.
Kebijakan Tidak Sejalan, Biasnya Tujuan
Tujuan yang diharapkan dalam sistem yang saat ini dijalankan tampak tidak jelas. Karena setiap kebijakan yang ditetapkan tidak mencerminkan tujuan yang diinginkan. Malah sebaliknya, kebijakan yang ada justru bertolak belakang dengan tujuan.
Tengok saja, penetapan gemuknya kabinet dengan pemangkasan anggaran yang ditetapkan. Jelas nampak dengan gemuknya kabinet akan memboroskan anggaran. Tidak hanya itu, pemangkasan anggaran yang kini ditetapkan sebagai kebijakan justru menciptakan kesimpangsiuran. Alih-alih ingin berhemat, namun faktanya, tidak sepenuhnya pemangkasan anggaran yang kini digemborkan untuk tujuan penghematan. Hasil pemotongan anggaran pun tidak diinfokan secara transparan kepada masyarakat. Justru sebaliknya, banyak anggota dewan yang melakukan perjalanan ke luar negeri.
Di samping itu, pemangkasan tersebut terkesan pilih kasih. Tampak ada tujuan yang disembunyikan dari publik. Dan hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Wajar saja, tingkat kepercayaan masyarakat pun rendah terhadap kinerja yang ada.
Semestinya hasil pemotongan anggaran dilaporkan transparansinya kepada publik. Bukan kebijakan yang tepat jika hasil pemangkasan anggaran digunakan untuk membiayai program-program populis seperti kebijakan yang diterapkan di negara-negara kaya. Seperti program makan bergizi gratis, dan pelayanan kesehatan gratis yang menelan biaya fantastis.
Selayaknya sistem ini mampu bercermin terkait keadaan keuangan dalam negeri, kebijakan yang ditetapkan dan agenda-agenda prioritas yang harus didahulukan untuk menyelamatkan nasib rakyat dan negara.
Inilah inkonsistensi sistem yang tidak mampu menempatkan kepentingan rakyat sebagai satu-satunya prioritas utama. Yang ada malah sebaliknya, kepentingan rakyat terus dibebani dengan penetapan pajak yang tidak pernah berhenti. Beban hidup kian berat dalam tatanan sistem yang sama sekali tidak memikirkan nasib rakyat.
Betapa buruk sistem yang mengutamakan kebijakan populis, yang ditujukan untuk pencitraan di mata publik. Konsepnya yang kapitalis dan sekular menciptakan kebijakan ugal-ugalan yang serba instant. Keuntungan materi menjadi satu hal yang dominan. Kekuasaan disalahgunakan dalam kendali oligarki otoritarian. Wajar saja, ketidakadilan dan ketimpangan selalu terjadi di tengah pengurusan kepentingan rakyat.
Jelaslah, buruknya tata kelola ini mustahil mendongkrak pemasukan negara secara signifikan.
Islam, Konsep Ideal
Sistem Islam merupakan satu-satunya sistem ideal yang mampu mengatur kepentingan rakyat secara adil. Dalam sistem Islam, kepemimpinan adalah konsep yang penting dan harus dijaga tujuannya. Tujuan utama kepemimpinan yakni memenuhi kebutuhan setiap individu rakyat, karena kepentingan rakyat adalah kewajiban negara yang wajib diurusi. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan rakyat dalam memenuhi setiap kepentingan asasiyahnya. Mulai dari sandang, pangan, tempat tinggal, layanan kesehatan, pendidikan, tranportasi publik, dan penyediaan lapangan pekerjaan yang layak.
Rasulullah saw. bersabda:
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari).
Kepemimpinan yang amanah harus diwujudkan dalam batasan hukum syarak Islam yang komprehensif. Dengan syariat Islam, pemimpin akan senantiasa berada dalam tuntunan akidah Islam. Dalam sistem Islam, setiap pemimpin akan terhindar dari sifat curang, dan licik, karena mereka menyadari bahwa Allah Swt. adalah Dzat yang Maha Mengawasi atas segala perbuatan. Pemimpin juga menyadari bahwa setiap kebijakan yang ditetapkan kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Dengan pemahaman ini, syariat Islam menjadi dasar utama dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan seluruh urusan rakyat. Hal ini mencerminkan bahwa amanah dalam kepemimpinan adalah bentuk ketaatan pada hukum syarak. Oleh karena itu, urusan rakyat menjadi prioritas utama yang harus dilayani oleh negara. Konsep ini akam menihilkan kebijakan populis otoritarian. Karena setiap kebijakan difokuskan untuk pelayanan rakyat.
Kekuasaan yang amanah dan agama yang shahih adalah dua bagian yang tidak pernah bisa terpisahkan. Kekuasaan dapat berjalan dengan amanah hanya jika mengikuti aturan syariat, dan hukum syarak akan dapat diterapkan secara optimal dalam satu wadah politik yang sesuai dengan teladan Rasulullah saw., yakni khilafah. Saat aturan agama lenyap, kekuasaan mustahil berfungsi dengan baik dalam melayani rakyat.
Dalam struktur kepemimpinan khilafah, khalifah akan menetapkan kebijakan yang optimal dan efisien terkait dengan tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam kepemimpinan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Setiap bagian saling bekerja sama secara optimal untuk kepengurusan umat. Kepentingan umat akan dipenuhi optimal. Dengan demikian kesejahteraan, ketenangan, dan keamanan rakyat akan terjamin dan berkesinambungan.
Terkait anggaran, khilafah memiliki pos-pos pemasukan yang diatur sesuai hukum syarak. Beberapa diantaranya dari pos fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, hasil tata kelola sumber daya alam yang ditata amanah, dan beberapa pos lain yang ditetapkan syarak. Setiap pos diperuntukkan sesuai dengan ketentuan syarak. Sehingga, setiap kepentingan individu rakyat dapat terpenuhi optimal.
Demikianlah sistem pengurusan dalam Islam. Segala aturan diatur dalam tatanan yang adil dan bijaksana. Kehidupan rakyat terjamin sempurna dalam institusi yang penuh berkah. Rahmat tercurah dalam tata kelola sistem yang amanah.
Wallahu'alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar