Opini
Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Orientasi Pendidikan yang Salah Arah
Oleh: Dite Umma Gaza
(Pegiat Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Diberitakan oleh nusakata.com (24-01-2025), Andreas Hugo Pareira selaku Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, mengatakan bahwa izin mengelola tambang tidak akan sembarangan diberikan kepada perguruan tinggi. Pemberian izin harus melalui pertimbangan matang. Hanya perguruan tinggi yang layak yang akan diberikan izin untuk mengelola tambang.
Andreas Hugo mengatakan bahwa DPR mempertimbangkan kemampuan dan kelayakan perguruan tinggi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua perguruan tinggi. Perubahan keempat Undang-Undang Nomer 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR. Hal ini disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025.
Ketentuan tentang perguruan tinggi mengelola tambang tertuang dalam Pasal 51A dalam draft revisi UU Minerba. Ketentuan tersebut yaitu: Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi melalui mekanisme prioritas. Pertimbangan mekanisme prioritasnya yaitu: a. Luas WIUP Mineral Logam. b. Akreditasi perguruan tinggi dengan status minimal B. c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat. Ketentuan lebih lanjutakan diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Di lain pihak, Fahmi Radhi pakar ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada menolak pemberian gagasan pada perguruan tinggi yang mengelola tambang. Fahmi khawatir akan timbul konflik kepentingan dan konflik sosial antara masyarakat dan pengelola tambang. Ia juga menambahkan, bahwa kampus selama ini berperan sebagai penjaga lingkungan, namun justru akan terjadi sebaliknya, menjadi perusak lingkungan.
Perguruan Tinggi di Era Kapitalisme
Pelayanan pendidikan sudah seharusnya diberikan maksimal oleh perguruan tinggi kepada para mahasiswanya. Namun untuk mempertahankan kelangsungan dan menciptakan kesejahteraan dosen dan stafnya memerlukan dana yang tidak sedikit. Perguruan tinggi dituntut agar menghasilkan uang untuk memenuhi tuntutan diatas. Pemikiran ini subur di tengah negeri yang menganut kapitalisme.
Di tengah globalisasi di negeri sekularisme kapitalime ini, perguruan tinggi diharuskan mandiri secara keuangan dan tidak mengandalkan dana dari pusat. Biaya kuliah kian mahal, perguruan tinggi harus memeras otak agar dapat bertahan dan tidak membebankan pembiayaannya pada mahasiswa. Biaya pendukung yang ditanggung mahasiswa tergolong kecil, perguruan tinggi harus berbisnis agar dapat memenuhi pendanaan. Pengelolaan tambanglah salah satu bisnis yang diajukan.
Pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi menuai pro dan kontra. Namun sudah sangat bisa dipastikan bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi bertentangan dengan syariat. Pengelolaan tambang ini menyalahi konsep politik ekonomi Islam, yakni negara berkewajiban memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa pendidikan yang adil bagil seluruh rakyatnya.
Negara harus menyediakan dana dan menjamin keberlangsungan proses pendidikan disetiap jenjang bagi rakyatnya. Bukan dengan memberikan tugas kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang agar menghasilkan pendapatan sendiri.
Namun menjadi sesat pikir dikala pengelola tambang diberikan kepada perguruan tinggi, swasta ataupun ormas. Sebab tambang adalah harta milik umum alias harta milik rakyat. Jika pengelolaan tambang diberikan kepada perguruan tinggi, swasta ataupun ormas keuntungan itu bisa diprediksi akan lari ke kantong-kantong tertentu.
Lahirnya kebijakan yang melegalisasi pihak-pihak tertentu untuk menguasai tambang disebabkan mekanisme pengelolaan tambang saat ini menggunakan prinsip kebebasan. Kepemilikan prinsip ini lahir dari ideologi kapitalisme, ideologi yang orientasinya meraih nilai materi sebanyak mungkin tanpa mempedulikan halal haram. Maka sekalipun perguruan tinggi memiliki tenaga ahli dalam mengelola tambang mekanisme seperti ini justru semakin memperluas liberalisasi tambang. Dampaknya tidak akan mungkin muncul kesejahteraan atau pemerataan sebagaimana yang diharapkan.
Sistem Ekonomi Islam
Di dalam syariat Islam, negara dapat memanfaatkan sumber dana dari pengelolaan kepemilikan umum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan dasar tersebut adalah pendidikan, keamanan dan kesehatan.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang bunyinya :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Artinya: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis di atas menjelaskan bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu air (termasuk didalamnya sungai, laut, danau, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya), padang (termasuk di dalamnya hutan dan semua kekayaan di dalamnya), dan api (termasuk di dalamnya semua jenis barang tambang yang terhalang bagi individu untuk menguasainya).
Semua kekayaan yang didapatkan dari sumber daya alam (SDA) yang menguasai hajat hidup rakyat harus dan wajib dikelola negara dan dikembalikan lagi hasilnya untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat.
Peran negara dalam mengelola tambang hanya wajib sebagai pengelola saja. Hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Negaralah yang memiliki kewajiban mengeksplor, mengeksploitasi hingga mengelola hasil tambang. Hasilnya harus dapat dirasakan oleh masyarakat.
Ada dua mekanisme distribusi hasil tambang untuk rakyat. Pertama, distribusi langsung yakni rakyat mendapat subsidi energi seperti BBM, migas, listrik, dan sejenisnya. Hal seperti ini bisa diberikan secara gratis atau negara menjual kepada rakyat dengan harga biaya produksi. Mekanisme distribusi ini akan membuat masyarakat tercukupi kebutuhan energi mereka.
Kedua, distribusi tidak langsung yaitu rakyat berhak mendapatkan kebutuhan umum publik seperti pendidikan kesehatan dan keamanan secara gratis biaya penyediaannya diambil dari hasil tambang yang masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Demikianlah mekanisme yang benar dan syar'i dalam mengelola tambang semua itu bisa diwujudkan ketika sistem Islam diterapkan secara kaffah oleh daulah khilafah.
Wallahualam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar