Opini
Tagar Indonesia Gelap Trending Topik
Oleh: Novita Ratnasari, S. Ak
(Penulis Ideologis)
TanahRibathMedia.Com—Jagad maya dihebohkan dengan beredarnya video aksi demonstrasi para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) bersatu, bertajuk Indonesia Gelap. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas menuntut kepada pemerintahan untuk mengubah arah kebijakan yang dinilai menyimpang serta tidak mencerminkan demokrasi.
Aksi yang dilangsungkan pada Senin, 17 Februari 2025 dilakukan secara berantai di berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Samarinda, Banjarmasin, Lampung, Aceh, serta Bali. Uniknya, tagar Indonesia Gelap juga menggema di platform akun X. Hingga tulisan ini dibuat, tagar Indonesia Gelap sudah digunakan lebih dari 536.000 kali. Fenomena ini seakan memberikan dukungan terhadap para demonstrasi, akibat hilang rasa percaya terhadap pemerintah, hingga kekhawatiran akan masa depan negeri pertiwi.
Merangkum dari kanal YouTube Kompas.com, Selasa (18-2-2025) merangkum 13 tuntutan mahasiswa kepada pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pertama, ciptakan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan batalkan pemangkasan anggaran pendidikan.
Kedua, mencabut proyek strategis nasional (PSN) dan mewujudkan reforma agraria sejati. Sebab, PSN sering kali digunakan sebagai alat perampasan rakyat.
Ketiga, BEM-SI juga menyuarakan penolakan terhadap rencana pemberian izin usaha pertambangan (IUP) bagi perguruan tinggi yang tercantum dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 perihal Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang telah disepakati sebagai usulan inisiatif oleh seluruh fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Senin, 20 Januari 2025.
Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menolak dan menentang kebijakan ini, karena kebijakan ini berpotensi hanya sebagai alat untuk membungkam untuk para intelektual maupun masyarakat yang bersuara secara kritis, serta bertentangan dengan prinsip keberlanjutan.
Keempat, hapuskan multi fungsi TNI, sebab keterlibatan militer dalam sektor sipil, berpotensi menciptakan represi serta menghambat kehidupan yang demokratis.
Kelima, mengesahkan rancangan undang-undang masyarakat adat. Kasus Rempang Eco City menjadi catatan buruk bagaimana rezim memperlakukan masyarakat adat, mencuatnya pagar laut yang disinyalir saling keterikatan dengan PIK 2 yang terjaring PSN, belum lagi berbagai kasus lainnya.
Keenam, cabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Sebab, efisiensi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam rangka menghemat APBN terhadap, sangat rawan terhadap kepentingan publik, seperti pendidikan, kesehatan, bahkan buruh yang terkena PHK. Tentu kebijakan ini tidak berpihak kepada rakyat.
"Makan Dijanjikan", "Sekolah Dikorbankan", "Masa Depan Dihancurkan" adalah beberapa narasi singkat yang tertuang dalam spanduk peserta demonstrasi.
Ketujuh, evaluasi total program makan bergizi gratis. Dikhawatirkan hanya menjadi alat politik semata.
Kedelapan, mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen serta tenaga kependidikan Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa kendala birokrasi. Sebab, kesejahteraan para pendidik harus diperhatikan dan diberikan secara layak.
Kesembilan, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang perampasan aset. Atas dasar korupsi yang tengah menggurita dan mendarah daging.
Kesepuluh, menolak revisi Undang-Undang TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sebab, berpotensi para aparat dan militer semakin kebal hukum atau impunitas.
Kesebelas, efisiensi serta merombak kabinet merah putih baik secara struktural maupun teknisi.
Kedua belas, menolak revisi peraturan Dewan Perwakilan Rakyat perihal Tata Tertib (TATIB). Sebab, TATIB berpotensi besar merusak tatanan demokrasi dan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.
Ketiga belas, reformasi kepolisian republik Indonesia. Harus menghilangkan budaya represif serta meningkatkan profesionalisme.
Menarik, dari ketiga belas tuntutan mahasiswa, menunjukkan ternyata masih ada manusia sadar dan waras akan bobroknya kebijakan pemerintah dan rapuhnya sistem hukum. Ironis, dari seluruh tuntutan yang kritis, selalu bermuara untuk mengembalikan kehidupan yang demokratis.
Seketika terngiang akan kerangka berpikir Socrates menyoal demokrasi. Socrates adalah salah satu ahli filsuf Yunani kuno dari Athena, sekitar abad ke-5 SM. Socrates merupakan sosok berpengaruh terhadap perkembangan filsafat Barat hingga dijuluki Bapak Filsafat Barat. Realitas, Socrates memiliki analogi unik untuk menggambarkan demokrasi, karena Socrates didapati sangat menentang keras keberadaan demokrasi.
Demokrasi diibaratkan seperti kapal yang terdiri dari nahkoda, perwira, teknisi, penumpang, dan lain sebagainya. Di dalam kapal terdapat aturan, nahkoda sebagai pemimpin, para pekerja kapal yang akan saling bersinergi agar penumpang sampai tujuan dengan selamat, dan pastinya ada penumpang kapal atau diilustrasikan sebagai rakyat.
Ketika nahkoda kapal adalah sosok yang berkompeten, tentu kemungkinan besar kapal akan berlabuh dengan tepat. Ironis, ketika nahkoda kapal ternyata adalah orang yang tidak berkompeten, tidak berpengalaman, atau bahkan nahkoda lebih memperhatikan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan publik. Alhasil, nahkoda melaju tanpa arah yang pasti, artinya seluruh penumpang kapal dalam bahaya, bisa saja terjebak dalam badai dan gelombang besar yang berujung malapetaka. Singkatnya, Socrates menilai bahwa demokrasi adalah sistem yang tidak adil dan tidak efektif. Sosok Bapak Filsafat Barat 500 tahun sebelum Masehi, bisa memiliki pandangan sangat buruk terhadap demokrasi.
Lantas, apakah penganut demokrasi tidak mengalami kemunduran, kemerosotan, dan keterpurukan yang sangat keterbelakangan?
Berdasarkan survei Kemndikbud tahun 2020 menunjukkan 70 persen anak Indonesia tidak memiliki habits membaca buku. Sedangkan, survei terbaru yang dilakukan oleh Majalah CEOWORLD pada tahun 2024, Indonesia menduduki peringkat ke-31 dari 102 negara, dengan rata-rata buku yang dibaca pertahun sekitar 5,91 persen. Riset ini menunjukkan, memang minat literasi generasi sangat mengenaskan. Jadi sangat wajar paradigma Socrates tidak singgah dalam pemahaman mereka.
Adanya pil pahit dari seluruh kebijakan demokrasi, seharusnya cukup membuka mata dunia akan rusaknya sistem ini. Setidaknya, tiga belas tuntutan mahasiswa mampu membuka pandangan setiap manusia.
Problema Sistemik
Sayangnya, yang menjadi problema sistemik dari ketiga belas tuntutan mahasiswa yaitu menginginkan semua kembali pada koridor demokrasi. Terlebih moto demokrasi, dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, hanyalah slogan tanpa implementasi secara nyata.
Bukankah sudah puluhan bahkan ratusan kali mahasiswa turun ke jalan? Bukankah para buruh, pegawai negeri sipil, dan ormas lainnya sudah sering turun ke jalan? Menyampaikan aspirasinya masing-masing untuk revisi kebijakan sesuai aturan undang-undang dan prinsip demokrasi. Namun ternyata sumber problematik adalah demokrasi itu sendiri. Bagaimana mungkin berharap kepada aturan buatan manusia, sedangkan akal manusia saja sifatnya terbatas?
Sejenak lupakan Socrates, kita beralih ke statement presiden Prabowo saat membuka Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Prabowo menyatakan kekaguman terhadap peradaban Islam Turki Ustmani yang bersih serta adil.
Kekaguman Prabowo terbukti dalam tinta sejarah kegemilangan peradaban Islam. Sekitar lebih 1300 tahun lamanya Islam menjadi pandangan hidup umat. Manusia yang hidup di bawah naungan Islam, semua harus tunduk kepada aturan Sang Pencipta. Aturan yang berlaku tentu tidak bisa dibayangkan dalam kerangka demokrasi, karena aturan yang diterapkan adalah aturan yang datang dari Sang Khaliq. Meskipun tidak ada revisi dari awal kehidupan, namun selalu relevan dengan seluruh problema kontemporer yang terus berkembang.
Ambil contoh kasus salah satu tuntutan mahasiswa pada point keenam, mencabut Inpres Nomor 1 tahun 2025. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa program makan bergizi merupakan program prioritas nasional, dengan tujuan meningkatkan gizi untuk kualitas hidup lebih baik. Sekilas terlihat berlian, namun mengingat maraknya ketimpangan sosial, kemiskinan, korupsi, tindak kriminal, pengangguran, dan segudang problema lainnya, memaksa manusia harus menarik ulur benang merah, mencerabut seluruh probelmatik dari akar-akarnya.
Dalam kaca mata Islam, makan bergizi merupakan kebutuhan negara apabila ada indikasi para pencari nafkah mendapatkan kendala syar'i, seperti sakit parah, meninggal, atau tidak ada lagi status wali dalam keluarga. Sehingga negara harus mengambil alih peran tersebut.
Di sisi lain, negara wajib membuka lapangan pekerjaan serta menjamin para pencari nafkah bekerja dengan penghasilan yang layak sehingga setiap keluarga sejahtera. Rakyat tidak perlu risau akan biaya pendidikan yang mahal dan jaminan kesehatan yang susah diakses, karena dalam sistem pemerintahan Islam seluruh pelayanan yang sifatnya publik tidak ada pungutan biasa sepeserpun alias gratis, tatepi tetap dengan kualitas terbaik bukan seperti saat ini sifatnya subsidi dan kualitas buruk.
Pelayanan publik seperti jalan, listrik, air, pendidikan, kesehatan, serta gas merupakan fasilitas seluruh rakyat dalam negara Islam. Sehingga tidak ada istilah gas ditimbun, gas langka, gas mahal, atau gas habis.
Dalam negara Islam seluruh sumber daya alam yang sifatnya umum, adalah milik publik, namun untuk pengelolaan dilimpahkan kepada negara untuk dikembalikan kesejahteraan untuk seluruh rakyat.
Secuil gambaran paripurnanya aturan Islam ketika diterapkan di tengah-tengah kehidupan ini. Belum lagi, dari sisi aturan hukum yang sangat adil tanpa tebang pilih dan tak mampu membeli keadilan Islam. Sejatinya mencabut sistem thaghut, mengganti dengan sistem Islam merupakan langkah strategis dan efektif.
Wallahu'alam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar