IBRAH
Tak Ada yang Sia-Sia, Sepenggal Kisah di Sela Aksi
Oleh: Ika Suhesti, S.Ikom.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Hari masih gelap saat kami berangkat mengikuti Aksi Bela Palestina. Saya beserta dua anak bocah SD memilih jalan kaki untuk menuju titik kumpul karena ada acara haul akbar yang nota bene membuat kami kesulitan untuk menuju jalan raya sebab para jama’ah yang tumpah ruah memenuhi jalan.
Pukul 05.15 WIB waktu yang telah disepakati, tepat pukul itu juga saya sampai di lokasi. Beberapa orang telah menanti.
Dua angkot yang dipesan belum juga kelihatan terparkir seperti yang diharapkan. Sambil menunggu, saya selaku amiroh safar menghubungi peserta yang belum hadir dan juga berkoordinasi dengan pihak daerah setempat yang menunggu di lokasi aksi di depan Grahadi.
Saat berangkat, saya terburu-buru hingga meminta seorang bocah tujuh tahun membawa ikat kepala berlafazkan kalimat tauhid. Kala tiba di titik kumpul pun harus menjadi manusia super sibuk di antara para rombongan. Mengomandoi rombongan sebanyak dua wilayah lumayan menyita perhatian sehingga terlupa “mengamankan” ikat kepala yang kalimatnya ingin saya jaga dengan sepenuh hati.
Saat angkot berangkat, saya baru menyadari ikat kepala tersebut tidak lagi terbawa anak saya. Niat hati ingin menghentikan laju kendaraan untuk mencari, tapi otak berkata, '‘Kita mengejar waktu.”
Sampai di lokasi aksi, saya memimpin rombongan mencari “pasukan” se-wilayah yang lebih dulu sampai.
Barisan paling depan di belakang panji Ar Rayyah yang membentang, kami bertemu dengan rekan seperjuangan dari kecamatan Kenjeran. Selanjutnya kami duduk di aspal mengikuti yang lain yang melakukan hal serupa untuk mendengar orasi. Suara orator yang menggelegar, membakar semangat untuk berjuang. Orasi dengan menyertakan solusi paripurna untuk Palestina, bukan gencatan senjata, tak lain tak bukan dengan jihad dan khilafah.
Al-Liwa dan Ar Rayyah berkibar-kibar di antara ribuan massa yang hadir di sekitaran Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Ahad pagi, 2 Februari 2025. Nasyid “Tegaklah Khilafah” menggema melecut semangat peserta yang bersiap long march.
Saat mulai berjalan, saya melirik ke jajaran salah satu peserta yang tersenyum ke arah peserta aksi lainnya. Satu yang menjadi fokus pandangan, syal yang melingkar di lehernya. Syal dengan nama lembaga yang selama ini saya ketahui merupakan salah satu lembaga yang aktif terjun langsung membantu warga Palestina.
Suasana mendung pagi itu, tapi udara agak gerah. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat para peserta aksi. Mereka berjalan dengan tertib, tetap mengikuti arahan. Beberapa tim motor tampak mengangkut peserta yang kelelahan.
Start dari Taman Apsari pun dengan finish. Seorang peserta dari rombongan saya menenteng sepatunya, kakinya lecet. Bocah sembilan tahun itu melanjutkan langkah dengan hanya kaus kaki sebagai alas kaki.
Sesaat, saya lupa dengan ikat kepala bertuliskan kalimat tauhid itu. Dalam perjalanan berangkat, saya bertekad akan mencarinya pasca acara.
Ketika doa telah di-aamiinkan, saya dan rombongan bersiap untuk kembali pulang.
Siapa sangka, di titik kumpul awal sebelum berangkat ramai sekali orang. Saya meminta bocah kelas dua sekolah dasar yang tadi membawa ikat kepala untuk mencari benda itu. Sungguh takut akan lafaz suci itu terinjak. Sementara itu, saya membeli es teh untuk beberapa remaja yang menjadi tanggung jawab saya selagi menunggu orang tuanya menjemput ke lokasi kumpul.
“Ada, Nak?” Saya bertanya setelah anak kecil yang mengenakan gamis dan khimar putih itu selesai mencari di dampingi dua remaja yang tergabung dalam rombongan. Jawabannya adalah, “Tidak.”
Penyesalan, itu yang saya rasakan. Kenapa saya lalai. Kenapa saya tidak meminta sopir berhenti ketika menyadari. Namun, saya tidak ingin menampakkan di hadapan “pasukan” yang baru saja kami berjuang meneriakkan penegakan syariat Islam secara kaffah.
Setelah semua peserta aksi dalam ampuan kembali ke rumah masing-masing, saya pun pulang dengan membelah lautan manusia pasca acara haul akbar di area pondok pesantren tak jauh dari rumah kami.
Pagi berjuang sore pun juga. Saya dan beberapa rekan membanjiri kolom komentar kabar tentang aksi di beberapa akun sosial media. Mirisnya, banyak cacian dan menganggap aksi yang dilakukan adalah sia-sia.
Sia-sia? Mungkin bagi sebagian manusia iya, tetapi seperti kita ketahui kisah burung yang berusaha mematikan api saat Nabi Ibrahim dibakar, ingat saja itu.
Bukti keberpihakan kita kepada Palestina, bukti jika kita peduli, bukti Palestina tidak sendiri meski dunia memilih diam tidak akan sia-sia di hadapan Allahu Rabbi.
Contoh saja ikat kepala. Setelah tangis penyesalan, takut berdosa karena telah lalai menjaga ikat kepala dengan tulisan kalimat tauhid, saya memutuskan untuk kembali ke lokasi, titik kumpul keberangkatan, esok harinya meski sudah ‘hopeless’. Saya benar-benar takut ikat kepala berwarna putih dengan tulisan hitam itu akan berakhir di tempat sampah kemudian diinjak-injak di tempat pembuangan akhir. Ya, Rabb jangan sampai.
Saya mencari dengan mengesampingkan rasa malu ketika berpasang-pasang mata mengamati. Setelah tak menemukannya di paving-paving, saya bertanya kepada diri sendiri, “Apa harus membongkar tempat sampah?”
Akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada pemilik warung yang saat kami di hari sebelumnya berkumpul untuk menuju lokasi aksi belum buka.
Allah akan menjaga kalimat-Nya. Benar saja, ikat kepala itu “diselamatkan” pemilik warung. Bahkan si Ibu penjual gado-gado dan es degan itu berujar jika sempat menanyakan kepada orang-orang, jamaah haul, apa benda tersebut milik mereka?
Allah telah menunjukkan keajaiban kepada saya. Hal yang dalam benak telah terpikir yang tidak-tidak, justru Allah buktikan dengan cara-Nya. Maa syaa Allah.
Tidak ada yang sia-sia bagi Allah. Meski kolom komentar akun-akun yang memberikan info tentang aksi dipenuhi hujatan yang mengatakan aksi bela Palestina adalah sia-sia, tapi bukti nyata melalui kisah ikat kepala berlafazkan kalimat mulia adalah salah satu tanda kuasa-Nya. Otak manusia yang terbatas tidak bisa menjangkau apa yang menjadi kun fayakun-Nya. Tugas kita adalah berusaha.
Wallahu’alam bishowab.
Surabaya, 9 Februari 2025
Via
IBRAH
Posting Komentar