Opini
Tambang untuk Kampus, Esensi Pendidikan yang Tergerus
Oleh: Hesti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belum usai ketercengangan kita tentang pemerintah yang memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas keagamaan, kini kita dibuat heran kembali dengan upaya pemerintah memberikan IUP untuk Kampus. Ada apa dengan penguasa hari ini?
Pemerintah baru-baru ini melakukan Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba), di mana dalam rancangan RUU tersebut ada klausul untuk mengijinkan kampus mengelola tambang. Ada rancangan perluasan kewenangan dalam pengelolaan tambang, yang awalnya diberikan hanya kepada swasta kemudian belum lama ini diberikan kepada ormas keagamaan, kini kampus diizinkan untuk ikut mengelola.
Wacana ini menimbulkan pro dan kontra. Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, mengusulkan agar kampus diberikan hak untuk mengelola tambang dan usul ini memang datang dari lembaganya. Usulan kampus mengelola konsesi pertambangan dirumuskan dalam dokumen yang berjudul "Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045". Dalam dokumen usulan tersebut menyebut "pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan". Dokumen itu juga memuat "permasalahan utama pendidikan" yang mereka klaim selama ini "bias perkotaan" (Kompas.com, 25-1-2025).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) adalah salah satu pihak yang menolak keras usulan izin tambang untuk kampus. Bahkan penolakan datang langsung dari Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tentang revisi UU Minerba di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jakarta, Kamis (23-1-2025). WALHI menolak dengan keras pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada kampus.
“Menurut saya cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor," kata Mukri di hadapan jajaran Baleg DPR RI. Mukri tidak ingin pemberian izin kelola tambang ini memberangus pikiran kritis kampus. Dia berharap agar usulan pemberian izin kelola tambang ke kampus dihapuskan dalam revisi UU Minerba (Kompas.com, 25-1-2025).
Wacana agar kampus diberikan hak untuk mengelola tambang, tentu memberikan tanda tanya besar. Bagaimana tidak? Kampus seharusnya menjadi ruang independen pendidikan dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Wacana ini justru akan menjadikan kampus kehilangan fungsinya.
Selain itu jika kampus terlibat dalam bisnis tambang, akan ada resiko yang pasti terjadi dalam sistem kapitalisme. Benturan- benturan kepentingan akademik, yang justru akan berpihak pada kepentingan industri, bukan masyarakat. Bahkan yang lebih parah lagi, pelajar atau mahasiswa hanya dituntut untuk fokus pada keuntungan ekonomi, dan keuntungan industri bukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Usulan kampus mengelola tambang akan membelokkan orientasi kampus. Sejatinya kampus merupakan institusi yang mendidik, meneliti, dan mengabdi bukan sarana industrilisasi pendidikan. Usulan ini juga menunjukkan disfungsi negara atas pengelolaan tambang yang merupakan harta milik umum. Negara juga seharusnya bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan publik menuju perguruan tinggi.
Kampus berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi pendidikan. Dalam sistem kapitalisme pembiayaan perkuliahan ditanggung personal sehingga menjadikan beban yang sangat berat dan menutup peluang mahasiswa yang kurang mampu untuk mengeyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat.
Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikkan umum termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan sarana umum termasuk pelayanan pendidikan. Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan dikuasai oleh individu atau swasta bahkan ormas keagamaan sekalipun sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang adalah milik umum wajib dikelola oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan pada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Negara berdasarkan sistem Islam sejatinya mutlak ditegakkan agar tidak terjadi penyelewengan institusi dan mengantarkan rakyat hidup dalan keberkahan.
Wallahu a'lam bisawab
Via
Opini
Posting Komentar