Opini
Berulangnya Kasus Pelecehan Seksual, Akibat Sistem Rusak
Oleh: Rey Fitriyani, AmdKL
(Pemerhati Masalah Sosial dan Remaja)
TanahRibathMedia.Com—Kasus pelecehan seksual akhir-akhir ini masih saja terjadi di lingkungan sekolah. Baru-baru ini seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) sebuah sekolah dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), melakukan perbuatan tercela mencabuli delapan pelajar yang menjadi anak didiknya. Diketahui aksi bejatnya ini telah berlangsung sejak korban masih kelas 1 SD dengan usia 8-13 tahun.
Menurut Iptu Djafar Alkatiri, selaku Kasat Reskrim Polres Sikka, para korban awalnya tidak berani melaporkan kejadian tersebut kepada kepala sekolah atau orang tua mereka, karena takut diancam akan dikurangi nilai mata pelajaran PJOK. Namun, setelah mereka saling bercerita, kasus ini akhirnya terdengar oleh pihak kepala sekolah. Keluarga korban bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sikka, mengambil langkah melaporkan kejadian ini ke SPKT Polres Sikka guna menuntut proses hukum.
“Setelah mendapatkan laporan polisi, kami bergerak cepat melakukan pemeriksaan terhadap para korban, guru dan kepala sekolah. Hasil pemeriksaan, kami dapatkan alat bukti keterangan saksi dan visum dari RSUD Maumere. Lalu kami tetapkan guru inisial KK sebagai tersangka dan ditahan sejak 1 Maret 2025,” kata Djafar Alkatiri (Tirto.id, 6-2-2025).
Kasus serupa juga dialami oleh puluhan siswi SMK Kalideres, Jakarta barat. Kasus ini mencuat setelah para siswi mengajukan laporan terkait perilaku tidak senonoh yang diduga dilakukan seorang guru berinisial O kepada mereka. Para siswi SMK Kalideres itu juga melakukan aksi demonstrasi di sekolah yang videonya viral di media sosial pada Minggu (2-3-2025), hingga kemudian pihak sekolah memecat terduga pelaku.
Kuasa hukum SMK Kalideres, Dennis Wibowo, mengatakan ada 40 siswi yang mengaku mengalami pelecehan oleh oknum guru berinisial O di sekolah tersebut. Dennis mengatakan para siswi itu mengaku dilecehkan dengan cara dipegang pundaknya, salaman yang lama, dan mengelus pinggul. Ia juga menegaskan bahwa keputusan pemecatan diambil setelah O mengakui tuduhan yang diarahkan kepadanya (Kompas.com. 7-3-2025).
Kembali berulangnya kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan masih saja terjadi. Peristiwa ini menunjukkan bukan hanya sekedar kesalahan pada oknum semata, namun lebih akibat diterapkannya sistem sekularisme di negeri ini. Guru seharusnya menjadi panutan dan memberikan teladan baik kepada peserta didiknya. Tetapi saat ini justru mereka bertindak sebagai pelaku kemaksiyatan. Hal ini tidak luput akibat dari tontonan media yang liberal, lingkungan pergaulan, dan sistem pendidikan sekuler sehingga tidak bisa mewujudkan pribadi yang mulia. Meskipun pelakunya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara, tetapi berbagai sanksi tersebut tidak mampu mencegah kasus pelecehan seksual yang terjadi di berbagai daerah. Oleh karenanya solusi yang tepat untuk mengatasi kasus ini adalah mengubah asas sekularisme dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sekularisme yang berarti pemisahan agama dari kehidupan, menjadikan tatanan kehidupan menjadi bebas semaunya sendiri, sehingga agama tidak memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan sosial dan negara. Berbeda dengan Islam, sistem Islam yang berasaskan akidah Islam menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai dasar penyelesaian setiap masalah. Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan pribadi bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Sistem pergaulan Islam akan memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali ada keperluan yang dibenarkan syarak. Sistem media massa dalam Islam juga mencegah adanya konten pornografi-pornoaksi sehingga tidak ada rangsangan yang bisa mendorong terjadinya hawa nafsu.
Pelaksanaan semua sistem tersebut akan mencegah terjadinya pelecehan seksual, termasuk terhadap anak. Sistem sanksi dalam Islam akan bertindak tegas jika pelecehan seksual yang terjadi sampai terkategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah. Dalam QS An-Nur: 2, Allah Taala berfirman, “Perempuan pezina dan laki-laki pezina, maka deralah dari keduanya seratus kali dera.”
Oleh karena itu, hanya dengan penerapan sistem Islam kasus pelecehan seksual terhadap anak bisa tercegah dan tersolusi hingga ke akarnya. Sanksi tegas dalam Islam juga akan menimbulkan efek jera bagi pelaku, sekaligus merupakan upaya negara untuk menutup celah munculnya kasus serupa. Hanya saja, dibutuhkan perjuangan untuk menegakkan institusi pelaksana atas aturan yang Allah turunkan, yakni melalui tegaknya institusi yaitu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Wallahualam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar