Opini
Danantara, Dana Segar bagi Oligarki
Oleh: Asti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Daya Anagata Nusantara atau disingkat Danantara menjadi salah satu topik yang ramai dibicarakan di berbagai platform media sosial. Danantara diresmikan tanggal 24 Februari 2025 oleh Presiden Prabowo di Istana negara. Dikatakan bahwa Danantara telah mendapat suntikan dana awal dari APBN lebih dari 300 T yang berasal dari efisiensi anggaran. Selain itu, total asset awal Danantara mencapai 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.670 T. Asset tersebut merupakan gabungan dari berbagai perusahaan BUMN yang dihimpun dalam Danantara. (money.kompas.com, 25-2-2025).
Selanjutnya, dari dana yang telah terkumpul, Danantara akan menginvestasikannya pada berbagai projek, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada KTT Pemerintahan Dunia, Presiden Prabowo pidatonya secara daring mengatakan bahwa akan menginvestasikan sumber daya dan aset negara ke dalam projek-projek berdampak tinggi yang berkelanjutan di berbagai sektor seperti energi terbarukan lanjutan, manufaktur, industri hilir produksi makanan, dll. Semua projek ini akan berkontribusi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen (lihat Youtube Sekretariat Presiden, 13-2-2025).
Dilansir dari rri.co.id (19-02-2025), Pengamat BUMN, Toto Pranoto menilai Danantara bisa difungsikan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga, pemerintah tak terus-menerus mengandalkan APBN. Toto memperkirakan bahwa investor-investor asing juga akan tertarik dengan projek-projek Danantara karena badan itu juga akan berinvestasi sehingga ada pembagian resiko dan aset yang dikelola Danantara sangat besar sehingga ada faktor kredibilitas.
Menariknya, di balik semua optimisme ini, banyak pula yang pesimis dengan keberhasilan Danantara. Banyak yang meragukan Danantara terkait investor untuk pendanaan, kemandirian dari intervensi asing, track record pengurus, juga kekhawatiran terjadinya praktek korupsi. Masih segar, bagaimana negara tetangga kita juga sempat diguncang skandal 1MDB. Dana investasi negara yang sangat besar yang seharusnya diinvestasikan pada hal-hal yang strategis untuk kepentingan negara malah dipakai untuk kepentingan pribadi pejabat dan rekannya, baik itu untuk membeli lukisan mewah, mendanai film, membeli real estate, dll. Ada kekhawatiran Danantara akan jadi next 1MDB nya Malaysia. Na’udzubillah.
Konsep yang digunakan oleh Danantara meniru konsep Sovereign Wealth Fund (SWF). Dana yang sangat besar milik rakyat akan diinvestasikan dulu sebelum dimasukan ke dalam APBN. Desain ekonomi yang tampaknya sedang disiapkan terkait dengan projek ini adalah konsep kapitalisme negara dengan mengusung ekonomi kerakyatan, namun tentu saja dengan tidak melepaskan oligarki yang telah menjadi timses nya. Pembentukan Danantara merupakan langkah untuk mengoptimalisasi modal dan aset BUMN seperti halnya Cina dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Maka, sudah jelas terlihat aktor yang nantinya menikmati Danantara adalah para oligarki seperti yang terlihat dari jajaran petinggi Danantara.
Kapitalisme secara nyata telah telah menimbulkan jurang kesenjangan ekonomi yang sangat dalam si kaya dan si miskin. Orang kaya semakin kaya karena bisa menguasai dan mengakses sumber daya, sedangkan si miskin semakin miskin dengan terbatas akses pada sumber daya.
Islam selaku agama yang sempurna telah menyediakan aturan dan solusi untuk masalah kehidupan. Jika melihat dari kacamata Islam, maka jelas kita perlu mengritisi Danantara ini. Misalnya saja, terkait konsep pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dikejar Danantara. Islam tidak menggunakan konsep pertumbuhan ekonomi agregat, tetapi memastikan kesejahteraan ekonomi individu per individu. Konsep pertumbuhan ekonomi agregat bisa menimbulkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, sedangkan konsep kesejahteraan individu per individu lebih menjamin kesejahteraan setiap orang.
Selanjutnya, dari sisi kepemilikan, kapitalis hanya mengenal 2 kepemilikan yakni kepemilikan pribadi dan negara. Dengan aturan kapitalis, para pemilik modal memiliki akses untuk menguasai sumber daya alam. Tak jarang kekayaan ini juga mengalir ke asing. Penguasa mengelola perekonomian negara dengan aturan-aturan kapitalis, sehingga untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, uang negara bisa diinvestasikan dahulu. Padahal, modal raksasa yang akan dipertaruhkan dalam investasi ini adalah adalah uang rakyat. Jika investasi gagal, maka uang rakyat hilang dan tak akan kembali. Hal ini berbeda dengan aturan islam.
Islam memiliki aturan yang jelas terkait kepemilikan (kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara). Kekayaan negara seperti SDA termasuk dalam kepemilikan umum. Kepemilikan umum akan dikelola sesuai syariat oleh negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat berupa pendidikan gratis, kesehatan gratis, penyediaan layanan publik, dll. Kepemilikan umum ini tidak untuk dipertaruhkan pada investasi tapi langsung digunakan untuk kepemilikan rakyat.
Tak lupa, dalam aturan Islam tidak boleh ada privatisasi pengelolaan milik umum dan Danantara adalah privatisasi dalam bentuk kelembagaan resmi. Singkatnya, konsep Danantara ini bertentangan dengan aturan islam. Padahal hanya dengan penerapan aturan Islam saja kita bisa hidup tenang dan sejahtera. Tentunya penerapan sistem ekonomi Islam ini juga membutuhkan penerapan sistem politik Islam dan sistem lain sesuai dengan tuntunan Islam. Semua itu hanya akan terwujud dalam bangunan Khilafah Islamiyah.
Wallahu ‘alam bishowab
Via
Opini
Posting Komentar