Opini
"Gelap": Keniscayaan Sistem Demokrasi
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dikutip dari laman Tirto.id pada (18-2-2025) bahwa telah terjadi aksi demontrasi pada Kamis (20-2-2025), di mana ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta, untuk menggelar demonstrasi lanjutan dalam aksi yang bertajuk "Indonesia Gelap." Aksi demontrasi ini sendiri adalah bentuk respon dari masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah. Tentu ini bukan kali pertama terjadi dengan tuntutan yang serupa. Aksi demontrasi ini menjadi aksi peringatan jilid 2 yang sebelumnya viral dengan tagar "Indonesia Darurat" yang berlatar warna biru.
Aksi demontrasi seakan menjadi ciri khas dari sistem demokrasi yang pengelolaan negaranya berdasarkan protes. Namun, demontrasi ini tidak ubahnya sebuah aksi seremonial tahunan yang diperingati seolah tanpa arti. Mengapa demikian? Karena semua itu tidak lantas membuat pemerintah mengevaluasi diri dalam kepemimpinannya bahkan semakin otoriter, bahkan respon pemerintah kerap kali menuduh balik dengan tuduhan "mereka dibayar."
Tuntutan Pragmatis
Aksi demo dengan tajuk "Indonesia Gelap" yang dimotori oleh kalangan mahasiswa di berbagai daerah ini memberikan berbagai tuntutan atas kebijakan yang dinilai tidak memihak pada rakyat kecil. Ada pun yang termasuk dalam tuntutan tersebut adalah terkait UU Minerba, kelangkaan gas elpiji 3 kg, efisiensi anggaran dan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tentu tuntutan ini dilayangkan karena pada muaranya, rakyat kecillah yang menjadi korban kebijakannya.
Kalangan mahasiswa ini menuntut atas beberapa kebijakan tersebut agar pemerintah kembali pada demokrasi kerakyatan. Kembali pada demokrasi yang mengutamakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga masyarakat. Sebagaimana slogan dari demokrasi itu sendiri adalah pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, untuk rakyat dan dari rakyat. Sehingga dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang memiliki hak dan kebebasan dalam menentukan kebijakan pemerintah.
Oleh sebab itulah, sistem demokrasi dinilai berkhianat pada slogan sendiri. Karena kenyataannya, suara rakyat hanya dibutuhkan dalam pemilu saja, selebihnya, para oligarkilah yang berkuasa. Maka sangat keliru juga jika menuntut demokrasi agar bersifat kerakyatan sebagai solusi atas berbagai kebijakan yang tidak memihak. Karena pada kenyataannya, suara pemilik modal yang menentukan kebijakan pemerintah. Perselingkuhan politik antar penguasa dan pengusaha adalah keniscayaan karena sistem demokrasi adalah sistem yang berbiaya sangat tinggi, maka tidak heran jika kebijakannya akan berpihak pada yang memberikan kekuasaan itu sendiri yakni pemilik modal.
Maka menuntut sistem demokrasi memperbaiki diri adalah adalah ilusi, karena penerapan demokrasilah yang menjadi akar masalahnya. Maka sangat disayangkan jika ternyata demontrasi yang digelar secara besar-besaran itu hanya menuntut solusi yang sifatnya pragmatis, menyelesaikan masalah dengan menciptakan masalah lain, maka bukan tidak mungkin bahwa kondisi Indonesia akan semakin gelap.
Mahasiswa Agent of Change
Mahasiswa diharapkan menjadi tonggak kemajuan dan pembangunan bangsa. Mahasiswa menjadi komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu, mahasiswa harus melek dengan politik dan kritis serta mampu memberikan solusi yang benar. Mahasiswa sebagai agen perubahan, wajib menyadari perubahan seperti apa yang mesti diwujudkan. Apakah perubahan yang sifatnya temporal ataukah fundamental.
Tentu perubahan yang diharapkan bukan perubahan temporal tapi fundamental. Maka perubahan secara fundamental hanya dapat dilakukan dengan penerapan aturan Islam, bukan aturan sistem demokrasi yang bersifat tambal sulam. Maka mewujudkan penerapan aturan IsIam inilah yang kemudian menjadi tanggung jawab bersama agar terwujud perubahan yang mendasar.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus menyuarakan spirit amar makruf nahi mungkar kepada para penguasa dan menyuarakan solusi IsIam sebagai satu-satunya solusi. Untuk itu, sudah waktunya untuk mahasiswa menuntut perubahan pada sistem bukan lagi pada sosok pemimpin. Karena perubahan sosok pemimpin sudah terjadi berulang-ulang, namun kondisi negeri tampak semakin suram. Berbagai tindak kejahatan yang melibatkan pejabat negara kian marak terjadi. Apakah ini masih kurang sebagai bukti untuk tetap mempertahankan sistem demokrasi yang menjadi kandang lahirnya tikus-tikus berdasi?
Urgensi Kelompok Islam Ideologis
Taraf berpikirnya masyarakat kita sudah naik level. Karena kondisi yang mencekik dari segala arah dan seolah tiada tempat berkeluh kesah atas kebijakan yang meresahkan, sehingga mereka mulai berpikir bahwa situasi ini sudah tidak lagi baik-baik saja. Masyarakat sudah mulai mengeluhkan betapa rusaknya tatanan demokrasi negeri ini. Akan tetapi arah politik masyarakat ini belum sampai ter arahkan menuju politik Islam yang ideologis.
Sebab itulah, betapa sangat pentingnya keberadaan sebuah jamaah dakwah IsIam Ideologis di tengah-tengah masyarakat. Sebuah kelompok dakwah ideologis yang memperjuangkan penerapan aturan Islam secara totalitas di bawah institusi negara khilafah. Pemuda (mahasiswa) sudah seharusnya bergabung dalam kelompok ideologis ini agar potensi yang mereka miliki dapat di salurkan pada jalan yang benar. Selain memang memperjuangkannya ada sebuah kewajiban yang dibebankan, karena kembalinya negara khilafah ini adalah kepastian sekaligus kabar gembira bagi kita berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
"Akan kembali khilafah yang mengikuti metode kenabian. Beliau kemudian terdiam." (HR. Ahmad).
Sunatullahnya memang begitu, suatu zaman akan dipergantikan. Dari gelap menuju cahaya (Islam). Namun cahaya Islam tidak hadir tanpa sebab, tapi ini perlu diwujudkan dengan perjuangan. Mendakwahkan nya adalah bentuk perjuangan agar masyarakat sadar dan menuntut untuk diterapkan oleh negara. Ketika masyarakat sadar, maka arah politiknya bukan lagi menuntut suatu perubahan yang sifatnya pragmatis tapi fundamental yakni mengganti sistem demokrasi yang bobrok dengan sistem Islam yang telah terbukti menyejahterakan manusia dan seluruh alam.
Wallahu a'lam...
Via
Opini
Posting Komentar