Opini
Islam Memandang Kecurangan
(Aktivis Dakwah)
Sebuah pabrik di Kabupaten Bogor digerebek polisi karena melakukan kecurangan. Dalam sehari, pabrik itu mengemas 8 ton minyak menjadi 10.500 pak MinyaKita (https://news.detik.com/berita/d-7816545/pabrik-kemas-ulang-minyakita-di-bogor-raup-cuan-rp-600-juta-per-bulan).
MinyaKita adalah merek minyak goreng kemasan untuk rakyat yang diluncurkan Kementerian Perdagangan pada Juli 2022. MinyaKita dapat digunakan untuk memasak berbagai jenis masakan seperti gorengan, sayuran, dan ikan.
Takaran MinyaKita kemasan 1 liter ditemukan tidak sesuai. Hasil timbangan MinyaKita 1 liter sebenarnya hanya berisi 750 ml MinyaKita. Selain mengurangi timbangan, minyaKita ini juga palsu alias tidak asli. Minyak curah yang diisi ke botol atau pun plastik yg berlogo minyaKita seolah-olah itu produk asli, padahal palsu dan tidak terdaftar SNI.
Temuan minyak yang meniru produk bersubsidi pemerintah tersebut diproduksi secara industri rumahan. Kalau secara teknis mencolok kemasannya ada barcode tempelan semua. Bisa dengan mudah ditemukan sebagai home industry.
Kecurangan demi kecurangan akan selalu kita temui di sistem yang menuhankan kebijakan buatan manusia. Selama sistem yang dipakai di kehidupan adalah demokrasi kapitalis maka jangan mimpi untuk diurus dengan baik.
Allah Swt. berfirman:
"Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!" (TQS Al-Muthaffifin ayat 1).
Kemudian di ayat lain "Allah membinasakan dan menghancurkan kaum Syu'aib dikarenakan mereka berbuat curang dalam takaran dan timbangan." (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 7: 508)
Hukum Mengurangi Timbangan
Mengurangi timbangan adalah dosa besar. Sama dengan dosa orang yang melalaikan salatnya. Pelakunya akan dibawa ke neraka Wayl, lembah jahannam yang sangat panas.
Tindakan korupsi juga termasuk dalam kategori Al Muthaffifin. Islam sangat serius mengajarkan umatnya agar menghindari dari segala bentuk kecurangan.
Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa yang berbuat curang, maka ia bukan termasuk golongan kita." (HR. Muslim, no 146)
"Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada pada hari kiamat." (HR. Tirmidzi)
"Jika kamu berjual beli katakanlah, jangan ada penipuan." (HR. Abdullah ibn Umar)
Rasulullah juga menyampaiakan bahwa "Rencana jahat dan tipu muslihat adanya di neraka" dan "Tidak masuk surga seorang penipu, orang yang menyebut-nyebut kebaikan (yang pernah ia berikan kepada orang lain), dan orang kikir".
Orang-orang yang gemar berbohong, berbuat curang, akan menerima azab yang sangat pedih. Kelak di alam kubur, mereka akan merobek-robek mulutnya sendiri sampai hari Kiamat tiba.
Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam mu'amalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya, Sebab keikhlasan dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.
Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
"Dua orang yang sedang melakukan jual-beli dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus." (Riwayat Bukhari)
"Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya." (Riwayat Hakim dan Baihaqi)
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. pernah melalui seorang laki-laki yang sedang menjual makanan (biji-bijian). Beliau sangat mengaguminya, kemudian memasukkan tangannya ke dalam tempat makanan itu, maka dilihatnya makanan itu tampak basah, maka bertanyalah beliau: Apa yang diperbuat oleh yang mempunyai makanan ini? Ia menjawab: Kena hujan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas, supaya orang lain mengetahuinya?! Sebab barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Muslim)
Dalam salah satu riwayat dikatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah melalui suatu (tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujinya, kemudian Nabi meletakkan tangannya pada makanan tersebut, tetapi tiba-tiba makanan tersebut sangat jelek, lantas Nabi bersabda: 'Juallah makanan ini menurut harga yang pantas dan ini menurut harga yang pantas; sebab barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Ahmad)
Begitulah yang dikerjakan oleh orang-orang Islam zaman dahulu, dimana mereka itu menjelaskan cacat barang dagangannya dan samasekali tidak pernah merahasiakannya. Mereka selalu berbuat jujur dan tidak berdusta, ikhlas dan tidak menipu.
Ibnu Sirin pernah menjual seekor kambing, kemudian dia berkata kepada si pembelinya: 'Saya akan menjelaskan kepadamu tentang ciri kambingku ini, yaitu kakinya cacat.'
Begitu juga al-Hassan bin Shaleh pernah menjual seorang hamba perempuan (jariyah), kemudian ia berkata kepada si pembelinya: "Dia pernah mengeluarkan darah dari hidungnya satu kali."
Walaupun hanya sekali, tetapi 'jiwa seorang mu'min merasa tidak enak kalau tidak menyebutkan cacatnya itu, sekalipun berakibat menurunnya harga.
Dalam Islam, ketakwaan individu akan menjadi pilar pertama. Mari berjuang bersama agar tegak daulah Islam sebagai satu-satunya negara yang menerapkan hukum Islam. Dengan Islam, rakyat akan sejahtera dan pastinya sedikit sekali ditemui kecurangan seperti di atas. Bahkan tidak ditemukan karena adanya kontrol negara dalam bentuk sistem Islam yang shahih.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar