Opini
Kasus MinyaKita, Bukti Rusaknya Pengurusan Urusan Rakyat
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Dugaan kecurangan takaran MinyaKita terus menjadi perbincangan hangat. Dalam inspeksi mendadak yang dilakukan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman pada 8 Maret 2025 lalu, ditemukan takaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi. MinyaKita yang mestinya 1 liter, ternyata hanya berkisar 750-850 ml (bbc.com, 10-3-2025).
Pihak kepolisian menemukan beberapa modus operandi kecurangan yang dilakukan, di antaranya penggunaan label palsu hingga produsen yang tidak mencantumkan izin produksi (tempo.co, 11-3-2025). Kasus MinyaKita pun semakin menyedot perhatian publik saat harga jualnya melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi) yang telah ditetapkan yakni Rp 15.700. Banyak penjual yang menjual MinyaKita dengan harga Rp 18.000. Meskipun demikian, masyarakat masih memilih MinyaKita karena harganya masih relatif di bawah harga minyak goreng lainnya.
Tidak hanya itu, produsen MinyaKita juga ditemukan telah mencurangi konsumen dengan mengemas ulang produk lain dengan merk MinyaKita. Minyaknya tidak bening dan ditemukan banyak kotoran di dalamnya.
Dampak Kebijakan Rancu
Rangkaian kasus MinyaKita menunjukkan adanya karut-marut tata kelola pengadaan minyak goreng yang mestinya dikawal menyeluruh oleh negara. Menyoal hal tersebut, Ahli Ekonomi dari AEPI (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia), Khudori, mengungkapkan pengurangan volume MinyaKita bisa jadi karena biaya pokok produksi MinyaKita jauh di atas HET. Menilik harga CPO (Crude Palm Oil) yang menyentuh harga Rp 15.000- Rp 16.000 per kg selama enam bulan terakhir. Belum lagi, biaya pengolahan dan biaya distribusi yang juga menelan biaya signifikan. Tentu saja, semua komponen ini sangat bergantung pada kebijakan negara dalam mengelola mekanisme penyediaan minyak murah bagi seluruh lapisan masyarakat.
Namun sayang, faktanya kebijakan pemerintah yang kini ada selalu didominasi oleh kepentingan para pengusaha alias oligarki yang memiliki modal besar. Kebijakan pun sulit dikoreksi dan sulit diarahkan untuk memenuhi kepentingan rakyat. Alhasil, produsen MinyaKita harus mengurangi volume per kemasan demi mempertahankan keberlangsungan produksi. Tidak hanya itu, demi menutupi biaya produksi yang terus melambung tinggi, produsen pun harus "putar otak", salah satunya dengan menaikkan harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah.
Memang betul, kedua dampak ini akan menggoyang nasib ketahanan pangan dalam negeri. Namun, produsen tidak memiliki pilihan lain demi melanjutkan produksinya. Dengan kata lain, negara mestinya secara langsung menjadi penanggung jawab terjadinya rangkaian masalah MinyaKita. Mulai dari penetapan regulasi, pengawasan produksi, penjagaan proses distribusi hingga MinyaKita dapat diterima konsumen dengan kualitas, kuantitas, dan harga yang terjangkau.
Segala bentuk masalah MinyaKita yang terjadi menunjukkan lepas tangannya pemerintah pada urusan rakyat. Rakyat, baik yang posisinya sebagai produsen maupun konsumen, dipaksa mandiri menghadapi setiap masalah pengadaan minyak goreng murah. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang memudahkan jalan korporasi oportunis yang meraup keuntungan dari deretan masalah MinyaKita. Otak-atik kebijakan yang terus dilakukan pemerintah terbukti gagal mengurusi kepentingan rakyat. Harganya makin tidak terkendali dengan pasokan yang tidak bisa diharapkan.
Inilah tata kelola sistem kapitalisme liberal yang dijadikan panduan saat ini. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan materi dengan melalaikan urusan rakyat. Rakyat semakin disusahkan dengan masalah yang ada. Konsepnya yang liberal alias serba bebas menjadikan negara pun angkat tangan. Dan dengan mudahnya mempersilakan pihak ketiga menjadi pemasok minyak goreng murah. Wajar saja, modifikasi kebijakan demi kepentingan bukan lagi hal yang asing. Kepentingan rakyat pun kian diabaikan dalam tata kelola yang rusak.
Solusi Islam
Islam menetapkan negara sebagai satu-satunya institusi yang memiliki kewajiban secara langsung memenuhi setiap kebutuhan rakyat. Termasuk kebutuhan pasokan pangan, salah satunya pengurusan pasokan minyak goreng.
Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)
Tata kelola yang ideal dan amanah menjadi satu-satunya pijakan yang ditetapkan hukum syarak dalam pengaturan urusan umat.
Masalah produksi dan distribusi minyak goreng murah yang terus berlarut-larut menciptakan kesulitan rakyat yang tidak mampu adil disolusikan.
Dalam pandangan syariat Islam, ditetapkan sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dalam pengaturan kebutuhan rakyat. Masalah produksi senantiasa dalam pengawasan negara. Berbagai mekanisme dan strategi diterapkan untuk memudahkan rakyat mengakses kebutuhannya.
Masalah distribusi juga menjadi masalah penting yang membutuhkan peran negara. Ketersediaan barang di lapangan, menjadi satu hal yang membutuhkan regulasi dan perhatian khusus. Dalam hal ini Islam mengatur distribusi dengan tegas melalui mekanisme yang jelas. Negara bertanggung jawab mengawasi ketersediaan barang serta penyalurannya. Jika ada pihak yang merusak proses produksi dan alur distribusi, seperti kartel, negara memiliki kewajiban untuk memberikan sanksi tegas dalam rangka penjagaan ketersediaan produk.
Negara pun menjadi satu institusi penting yang mampu mengolah setiap sumber daya alam yang dimiliki negara. Terkait masalah minyak goreng, kelapa sawit yang melimpah di dalam negeri akan mampu dikelola dengan teknologi modern melalui kemandirian finansial yang dimiliki negara. Negara yang menetapkan sistem Islam memiliki sumber keuangan yang mumpuni, mulai dari fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, dan beberapa pos lain yang ditetapkan hukum syarak.
Semua kebijakan ini diterapkan sebagai bentuk ketundukan terhadap hukum syarak. Dengan kebijakan yang tegas dan jelas, negara mampu mengontrol keadaan pasar demi kesejahteraan rakyat.
Mekanisme ini hanya dapat berjalan dengan baik dalam sistem Islam yang mengutamakan kepentingan rakyat. Sistem Islam berinstitusikan khilafah. Satu-satunya institusi yang menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat secara utuh dan menyeluruh.
Demikianlah Islam mampu menjadi solusi adil setiap masalah umat. Penerapannya melahirkan berkah dalam tatanan yang amanah.
Wallahu a’lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar