Opini
Kurikulum Cinta, Solusi Pluralitas Agama?
Oleh: Ria Nurvika Ginting, SH, MH
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Menteri Agama Nasaruddin Umar melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di Gedung PBNU pada Selasa, 11 Maret 2025 lalu. Pertemuan ini salah satunyanya dalam rangka membahas ide soal kurikulum cinta yang dikonsep oleh Nasaruddin dengan tujuan para peserta didik dapat memahami pluralitas beragama di Indonesia.
Dia mengharapkan guru agama tidak menitikberatkan pengajaran pada perbedaan agama karena hal ini dapat berdampak buruk bagi seorang anak ketika dewasa kelak. Toleransi tak hanya sekadar tak mengganggu agama lain, tetapi juga adanya ikatan cinta di dalam kehidupan beragama (Tempo.com, 11-3-2025).
Selain ke PBNU, wacana ini juga akan dibahas Nasaruddin dengan beberapa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan lainnya. Termasuk dengan ormas keagamaan seperti Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Nasaruddin juga akan mengkoordinasikan kurikulum ini dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Moderasi agama harus terus diajarkan di Indonesia yang merupakan negara yang plural tidak hanya dari sisi budaya, suku tapi juga agama. Nasaruddin menambahkan bahwa penting bagi masyarakat memahami perbedaan tersebut terutama agama (Tempo.com, 11-3-2025).
Sahiron Samsudin, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag juga menyampaikan bahwa kurikulum cinta nantinya tidak hanya berlandaskan Al-Quran dan Hadist saja tetapi juga dari kajian teks-teks keagamaan yang tidak hanya dari agama Islam. Zainuddin Rektor UIN Malang pun menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim memiliki tantangan bagaimana mayoritas ini tetap bisa menaungi dan memberikan kedamaian kepada agama yang lain di Indonesia (suarasurabaya.net, 9-3-2025).
Pendidikan di Sistem Kapitalis-Sekuler
Permasalahan sosial yang terjadi di negara yang mayoritas muslim yang penuh keberagaman ini bukan disebabkan faktor pendidikan saja. Faktor ekonomi, politik serta sosial budaya tidak dapat dipisahkan. Bagaimana potret suram generasi kita saat ini juga disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. dengan demikian kita bisa katakan bahwa persoalan ini merupakan persoalan sistemik.
Kita ketahui bahwa pendidikan merupakan salah satu jawaban untuk pembentukan dan perbaikan generasi. Namun pendidikan saat ini menerapkan sistem pendidikan sekuler. Kurikulum yang diterapkan juga merupakan kurikulum sekuler yang mana pelajaran agama Islam hanya didesain menjadi pengetahuan belaka. Sehingga, agama hanya dipandang dari sisi kebaikan semata sebagaimana pandangan barat terhadap ketuhanan. Para pelajar tidak akan sampai pada konsep keridhoan Allah Swt sebagai kebahagian tertinggi yang harus diraih. Aspek kepentingan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan konsep halal dan haram. Islam dipahami hanya sebagai agama urusan akhirat tidak mengatur urusan dunia yang akan memberikan solusi untuk seluruh persoalan hidup manusia.
Kurikulum pendidikan pun menjadi sarana untuk memasukkan paham-paham yang tidak berasal dari Islam seperti pluralisme dan liberalisme. Kurikulum cinta yang dicetuskan Kementerian agama untuk mewujudkan kedamaian dalam keberagaman agama hingga sumber yang diambil bukan hanya Al-Quran dan Hadist tapi kosep-konsep cinta kasih dari agama lain serta tidak boleh ada pembedaan agama satu dengan yang lain karena ini akan menyebabkan permasalahan, merupakan ide yang kebabalasan. Islam mengakui pluralitas bukan pluralisme. Pluralisme yang mana menyamakan semua agama merupakan sesat pikir. Apakah Islam tidak dapat menyatukan perbedaan? Kurikulum ini seakan-akan menyampaikan bahwa ketika Muslim ingin menerapkan Islam secara kaffah dengan seluruh syariatnya dalam seluruh lini kehidupan merupakan tindakan yang tidak toleran. Apakah faktanya demikian?
Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam
Islam bukan hanya sekedar agama tapi merupakan tuntunan hidup yang diterapkan untuk mengatur seluruh lini kehidupan. Allah Swt. sebagai Sang Khaliq memang menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa dengan warna kulit, bentuk muka dan rambut serta bahasa yang berbeda-beda. Manusia mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda-beda sehingga beragam agama, sebagaimana juga ragam ras, suku, bangsa dan bahasa adalah kenyataan yang sangat manusiawi, karenanya semua harus kita terima sebagai sebuah kenyataan masyarakat.
Ketika Baginda Rasulullah menegakkan daulah Islam (Negara Islam) di Madinah, struktur masyarakatnya tidaklah seragam. Masyarakatnya terdiri dari kaum Muslim, Yahudi, Nashrani, dan juga kaum musyrik. Dengan keberagaman di bawah naungan Khilafah Islamiyah mereka dapat hidup bersama di bawah otoritas hukum Islam dengan mendapatkan hak yang sama dengan kaum Muslim tanpa ada intimidasi dan gangguan. Bahkan Islam telah melindungi “kebebasan mereka” dalam hal ibadah, keyakinan, dan urusan-urusan privat. Hal ini terbukti secara historis bahwa dalam peradaban Islam, warga nonmuslim bisa hidup aman, damai dan sejahtera di tengah-tengah mayoritas warga Muslim. Tidak sekalipun pernah tercatat pemberontakan warga nonmuslim dalam masyarakat Islam.
Ketika risalah Islam diturunkan untuk membawa rahmat kepada seluruh alam, itu artinya rahmat kepada pluralitas masyarakat. Maksudnya, sebuah masyarakat plural, yang terdiri dari ragam ras, suku, bangsa, bahasa dan agama itu, benar-benar akan mendapatkan kebaikan bila diatur dengan syariah Islam. Berbeda dengan pluralisme, apalagi pluralisme agama. Paham semacam ini jelas bertentangan dengan akidah Islam karena menurut akidah Islam hanya Islam saja agama yang benar, yang diridhai Allah Swt. Barang siapa mencari agama selain Islam pasti tertolak dan di negeri akhirat termasuk orang yang merugi karena pasti akan masuk neraka selama-lamanya. Namun, sistem Islam memberikan perlindungan terhadap nonmuslim. Sebagaimana yang disampaikan Rektor UIN Malang bahwa Indonesia dengan mayoritas Muslimnya diharapkan dapat menaungi agama yang lainnya. Ini hanya dapat terwujud dengan menerapakan syariat Islam secara kaffah dalam intitusi Daulah Khilafah Islamiyah.
Via
Opini
Posting Komentar