Opini
Pelecehan Seksual, Buah Sistem Liberal
Oleh: Maya A.
(Aktivis Muslimah Gresik)
TanahRibathMedia.Com—Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan kembali terjadi. Di NTT, seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) sebuah sekolah dasar tega melakukan perbuatan keji mencabuli delapan pelajar yang menjadi anak didiknya. Aksi bejat guru olahraga ini diketahui telah berlangsung sejak korban berada di kelas 1 SD. Korban berjumlah delapan dengan usia 8-13 tahun (tirto.id, 6-3-2025).
Kasus serupa juga menimpa 40 siswi SMK Kalideres yang mengalami dugaan pelecehan oleh oknum guru berinisial O. Para siswi tersebut mengaku dilecehkan dengan cara memegang pundak, salaman yang lama, dan mengelus pinggul (Kompas.com, 7-3-2025).
Miris. Lembaga pendidikan tak bisa lagi memberi jaminan rasa aman. Institusi yang disokong oleh orang orang terdidik, yang mestinya menjadi teladan justru menjadi pelaku pelecehan. Tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh, memukaunya kecerdasan intelektual yang dimiliki, ternyata tidak menjadi jaminan terkontrolnya hawa nafsu oleh akal.
Kasus pelecehan di lingkup sekolah ini bukan kali pertama terjadi. Ibarat gunung es, tentu perkara sulit mendapat angka pasti. Yang tampak hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus yang tidak terungkap ke permukaan. Maka wajar jika dikatakan Indonesia sudah masuk zona darurat pelecehan dan kejahatan seksual.
Menyikapi hal ini, pemerintah mengklaim tidak tinggal diam. Langkah strategis berupa sederet regulasi disahkan demi menumbuhkan ekosistem pendidikan yang aman. Seperti halnya Permendikbud No. 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan (PPKS) di Lingkungan Satuan Pendidikan, serta Permendikbudristek No. 30/2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi berikut pedoman pelaksanaannya. Di luar itu, modul Pembelajaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual juga dirilis. Namun sayang, bukannya mereda, kasus pelecehan dan kekerasan seksuall makin membabi buta.
Kondisi ini mengonfirmasi bahwa kesalahan bukan hanya pada oknum semata, melainkan karena problem sistemik yang terlanjur mendarah daging, yaitu sistem liberalisme sekuler. Jauhnya agama dari kehidupan, menjadikan manusia kehilangan fungsi akal dan terperangkap hawa nafsu. Sehingga mudah baginya melakukan tindak kejahatan dan amoral.
Belum lagi pengaruh media sosial berbau pornografi dan pornoaksi yang hingga detik ini, mudah diakses siapa pun tanpa filter usia. Sistem sosial di tengah masyarakat pun tidak bisa diharapkan. Pergaulan bebas sudah biasa, interaksi lawan jenis tanpa batasan dianggap manusiawi. Padahal perilaku inilah yang menjadi pembuka pintu pelecehan terjadi.
Setali tiga uang, sistem pendidikan sekuler pada akhirnya juga gagal mewujudkan pribadi guru mulia. Bertahun tahun dididik dengan pola pendidikan yang jauh dari agama, menjadikan sekularisme mendarah daging di dalam diri mereka, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ironisnya diturunkan pada generasi. Lebih dari itu, sistem persanksian yang lemah dan tidak menjerakan, berbuntut panjang pada berulangnya kasus serupa dan bertambanya korban berjatuhan.
Adapun Islam, ia tidak hanya mengatur urusan ibadah, namun juga seluruh urusan manusia yang selanjutnya sangat mungkin dijadikan problem solver atas masalah ini.
Dari ramah individu, revolusi pemahaman yang mampu mengukuhkan keimanan menjadi kebutuhan mendesak. Langkah ini menjadi langkah preventif pertama yang bisa dijadikan perisai setiap individu dari keinginan bermaksiat.
Dari lingkup masyarakat, maka suasana amat makruf nahi mungkar harus diciptakan untuk mewujudkan suasana islami. Maka konsep hidup individualis yang cenderung cuek terhadap kondisi sekitar tentu tidak diperkenankan.
Adapun dari sisi negara, maka ia memiliki peran yang jauh lebih besar. Di era transformasi digital, negara wajib mewujudkan media yang mampu menguatkan keimanan dan menjadi sarana pendidikan. Tayangan berbau pornografi, pornoaksi, dan kekerasan tidak sedikit pun diberi celah untuk meracuni masyarakat.
Sebagai entitas terbesar dalam masyarakat, negara juga wajib menghadirkan sistem pendidikan yang tidak sedekar mencetak generasi unggul di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga berkepribadian Islam. Dari sistem pendidikan ini, akan lahir generasi dan calon pendidik generasi yang berdedikasi tinggi terhadap amanah jabatannya.
Terakhir adalah sistem sanksi yang tegas sekaligus menjerakan. Bentuknya bisa pemenjaraan hingga hukuman mati. Ketegasan ini akan menjerakan pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Dengan begini, angka kekerasan dan pelecehan seksual sudah pasti bisa ditekan.
Demikian upaya preventif dan kuratif yang ditawarkan oleh Islam sebagai solusi paripurna. Bonusnya, sistem sosial dan pergaulan yang sehat serta aman bagi masyarakat bisa dengan mudah diwujudkan.
Via
Opini
Posting Komentar