Opini
Sekularisme Kapitalisme Ladang Korupsi
Oleh: Risna Ummu Yusuf
(Muslimah Jaksel)
TanahRibathMedia.Com—Korupsi kembali menjadi sorotan setelah dugaan kasus besar yang melibatkan tata kelola minyak mentah di Pertamina. Dugaan korupsi ini merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Skema yang digunakan meliputi penggelembungan impor minyak dan manipulasi harga yang menguntungkan segelintir pihak.
Namun, kasus ini bukan yang pertama dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Korupsi seakan sudah menjadi budaya dalam sistem yang ada. Pejabat silih berganti, kebijakan anti-korupsi terus disuarakan, tetapi praktik korupsi tetap merajalela. Ini adalah bukti nyata bahwa sekularisme kapitalisme adalah sistem yang tidak mampu membendung perilaku koruptif.
Sekularisme: Memisahkan Agama dari Kehidupan
Sekularisme adalah sistem yang menyingkirkan agama dari kehidupan publik dan pemerintahan. Dalam sistem ini, aturan yang bersumber dari wahyu Allah digantikan dengan aturan buatan manusia yang sering kali tunduk pada kepentingan kelompok tertentu.
Padahal, Islam telah menegaskan bahwa setiap individu, khususnya pemimpin, wajib menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem sekuler, tidak ada rasa pertanggungjawaban kepada Allah. Pejabat yang korup hanya takut pada hukum buatan manusia yang bisa dimanipulasi, bukan kepada azab Allah yang pasti dan pedih.
Kapitalisme: Mencari Keuntungan dengan Segala Cara
Kapitalisme berlandaskan asas manfaat (utilitarianisme). Sistem ini mengajarkan bahwa setiap tindakan sah dilakukan selama menguntungkan, tanpa memperhatikan halal dan haram. Akibatnya, orang-orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan sering kali memanfaatkan posisi mereka untuk meraih keuntungan pribadi.
Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (TQS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini melarang dengan tegas praktik korupsi, suap, dan kecurangan dalam pengelolaan harta publik. Namun, dalam sistem kapitalisme, prinsip ekonomi yang mengedepankan keuntungan membuat banyak orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan, termasuk dengan korupsi.
Sistem Pendidikan Sekuler: Gagal Mencetak Pemimpin Amanah
Korupsi yang merajalela juga tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan. Pendidikan sekuler hanya menekankan ilmu pengetahuan tanpa membangun ketakwaan. Akibatnya, generasi yang dihasilkan cenderung memiliki kecerdasan akademik, tetapi miskin moral dan integritas.
Dalam Islam, pendidikan tidak hanya berorientasi pada aspek intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter yang berlandaskan iman dan takwa. Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencetak individu yang sadar akan tanggung jawabnya di dunia dan akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Thabrani)
Pendidikan Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi pelayan rakyat, bukan pencuri kekayaan negara. Mereka dididik untuk memahami bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Islam sebagai Solusi: Mencegah dan Memberantas Korupsi
Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam mencegah dan memberantas korupsi melalui penerapan syariat Islam secara kaffah. Tiga pilar utama dalam Islam yang mampu menekan korupsi adalah:
1. Individu yang bertakwa
Islam membentuk individu yang memiliki kesadaran penuh akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Mereka akan menghindari korupsi bukan karena takut hukum manusia, tetapi karena takut azab Allah di akhirat.
2. Masyarakat yang peduli
Dalam Islam, masyarakat didorong untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Masyarakat yang peduli akan mengawasi pejabat, bukan malah membiarkan korupsi terjadi.
3. Negara yang menegakkan syariat
Negara dalam sistem Islam menerapkan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ
"Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah apabila ada orang mulia di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika yang mencuri itu orang lemah, mereka menegakkan hukuman atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, hukum tidak tebang pilih. Jika seseorang terbukti korupsi, maka akan diberikan sanksi yang menjerakan. Ibnu Taimiyah bahkan menyebutkan bahwa pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah berarti telah melakukan kezaliman.
Kesimpulan
Kasus korupsi yang terus terjadi adalah bukti nyata bahwa sistem sekularisme kapitalisme gagal mencegah kejahatan ini. Pemisahan agama dari kehidupan membuat para pejabat tidak takut kepada Allah, sementara kapitalisme mendorong mereka untuk mengejar keuntungan dengan segala cara.
Islam memiliki solusi yang sempurna dalam memberantas korupsi, yaitu dengan membentuk individu yang bertakwa, masyarakat yang peduli, serta negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Selama sistem sekularisme kapitalisme masih menjadi landasan negara, korupsi akan terus tumbuh subur dan menghancurkan negeri ini.
Sudah saatnya umat Islam kembali kepada aturan Allah, karena hanya dengan syariat Islam, keadilan dan kesejahteraan bisa benar-benar terwujud.
Via
Opini
Posting Komentar