Cerpen
Garis Dua Bintang yang Tak Kunjung DatangPart 3 (Tamat)
Oleh: Kartika Soetarjo
TanahRibathMedia.Com—Air mata seakan tidak mau berhenti, dada terasa sesak, kepalaku pusing, tubuhku lunglai. Aku menanti kedatangan suamiku dengan penuh duga. Keputusan apa yang akan dia berikan setelah mengetahui keadaanku.
Akhirnya suamiku datang. Aku langsung memeluknya. Dengan tangisan yang tidak mau berhenti, aku menjelaskan hasil HSG kepada suami.
"Sabar ya sayang! Mungkin Allah belum berkehendak kita mempunyai anak," ujarnya sambil mengelus kepalaku.
"Ya Allah, apa bedanya aku denga permpuan lain...? Kenapa harus aku...? Kenapa ya Allah...? Kenapaaa...?" Aku histeris.
"Sayang, istighfar! Gak boleh bertanya seperti itu sama Allah! Dosa sayang, dosa!" Suamiku meninggikan suaranya sambil mempererat pelukannya.
"Kenapa Mas? Memangnya Mas tidak mau mempunyai anak?"
"Bintang, dengar! Pasangan mana yang tidak mau mempunyai anak? Semua pasti menginginkannya."
"Kalau begitu, ceraikan aku sekarang Mas...! Aku tidak sempurna, aku tidak akan bisa hamil Menikahlah dengan perempuan lain agar kamu bisa mempunyai anak." Kata-kataku semakin tidak karuan.
"Astaghfirullah, Bintang! Mas memang ingin sekali mempunyai anak, tetapi Mas ingin anak Mas terlahir dari rahim kamu, bukan dari rahim perempuan lain, percayalah sama Mas, sayang!"
"Bagaimana kalau aku benar-benar tidak hamil Mas? Apa Mas akan terus bertahan dan akan selamanya mencintai aku?" tanyaku sembari menengadahkan wajah.
"Bintang, istriku, ada atau tidak ada anak, Mas akan tetap bersamamu, dan akan selalu mencintaimu. Bagi Mas, hadirmu adalah penyemangat hidupku, tetap ada dan selalu sehat untuk Mas, ya sayang..."
Aku luluh dalam pelukannya.
Kami berjanji akan selalu bersama, walau tanpa buah hati belahan jiwa.
Beberapa hari setelah vonis itu, ibu menyarankan kami untuk pindah rumah. Ibu sangat khawatir jika aku sering sendirian di rumah, kesehatanku semakin terganggu.
Akhirnya kami memutuskan untuk pindah dengan membeli rumah yang jaraknya berdekatan dengan rumah ibu.
Semenjak itu, di kala suamiku sedang pergi, aku sering menghabiskn waktu dengan ibu. Tak bosan beliau terus menasihatiku agar lebih bersabar dan menyerahkan semua urusan kepada Allah.
Karunia Allah, kemana pun aku pindah, selalu saja ada anak-anak yang ingin belajar mengaji. Membuat rumahku selalu ramai dan tidak terlalu sepi.
Hari berganti hari, aku mulai menata hati dengan belajar ikhlas menerima semua ketentuan Illahi.
Aku mulai mengikuti beberapa kajian. Alhamdulillah, kini aku menjalani hari-hari dengan penuh optimis. Aku yakin, semua yang terjadi kepadaku adalah yang terbaik menurut Allah.
Terimakasih ya Rabb… Engkau telah mengganti satu permintaanku yang belum Engkau beri, dengan beribu-ribu nikmat dan anugerah yang belum semuanya bisa aku syukuri.
Aku mempunyai suami yang setia.
Aku mempunyai sahabat yang sangat baik dan saling mengingatkan dalam kebaikan.
Aku mempunyai banyak teman yang shalehah.
Sekarang aku mempunyai anak angkat yang menghargai dan menyayangi aku.
Aku juga mempunyai anak didik.
MaasyaaAllah, Allah menyayangi hamba-Nya dengan cara-Nya.
Ayah... Terima kasih kupersembahkan untukmu yang telah mendidikku dengan tegas dan keras tentang agama. Sehingga, bagaimanapun aku terpuruk, aku tetap rukuk dan sujud. Semoga ayah selalu ada dalam rahmat dan ampunan-Nya. Aamiin.
Untukmu ibu, aku bangga terlahir dari rahim perempuan yang lembut dan sabar serta ahli zikir sepertimu. Hiduplah lebih lama lagi ya buuu! Temani aku dengan doa-doamu.
Terima kasih keluarga besarku dan keluarga besar suamiku, yang selalu menghujaniku dengan cinta dan kasih sayang.
Terimakasih sahabat-sahabatku. Kalian selalu mengingatkanku dalam kebaikan dan membuat aku tidak merasa sendirian.
Terimakasih juga untuk santri-santri kecilku. Jadilah insan kamil yang berakhlak mulia. Semoga kalian yang mendoakan ibu, ketika ibu telah pergi ke alam abadi, dan kalian yang akan menuntun ibu ke surga-Nya nanti. Aamiin.
Spesial, untuk pangeran tampanku.
Terimakasih telah bertahan dalam rasa bosan.
Terimakasih telah bersabar dalam semua kekuranganku.
Terimakasih telah menerima ketidaksempurnaanku.
Semoga kita bisa menua bersama hingga ke surga-Nya. Aamiin
Aku mencintaimu, dulu, sekarang, dan nanti.
24 tahun sudah kulalui.
Kini, aku mulai berhenti bermimpi mempunyai buah hati.
Kubiarkan Allah membawaku ke takdir indah mana pun yang Ia kehendaki.
Selesai.
Via
Cerpen
Posting Komentar