Opini
Kapitalisasi di Balik Popularitas dan Kesuksesan Boy/Girl Band Korea
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dunia hiburan Korea Selatan kini menjadi trending dunia. Keberhasilan ini tentu saja ada campur tangan besar dari pemerintah Korea Selatan sejak akhir tahun 1900-an, dengan mulai mengambil langkah menjadikan kebudayaan negara sebagai salah satu komoditas ekspor, seperti produksi hiburan K-Drama dan K-Pop (kompasiana.com, 27-3-2023).
Di Indonesia, demam K-Pop pun makin meluas, khususnya generasi Z yang juga mulai banyak bergabung ke beberapa fandom (komunitas penggemar idol K-Pop). Sepanjang tahun 2024 saja, Indonesia telah menggelar konser dan fanmeeting artis Korea dan K-Pop berkali-kali, terhitung sejak bulan Januari begitu banyak antreannya terjadwal (Unsulbarnews.com, 10-6-2024).
Menjadi salah satu member idol grup band Korea adalah impian yang diinginkan banyak anak muda dunia saat ini. Gemerlap popularitas, kekayaan, dan kesuksesan menjadi iming-iming yang sangat menggiurkan. Di Indonesia sendiri, ada anak-anak negeri yang berhasil terpilih menjadi bagian dari member idol grup musik Korea, seperti: Vanya (Z-Girls), Mavin (Z-Boys), Bleu (eks 14U), Dita Karang (Secret Number), dan Zayyan (XODIAC) (metrotvnews.com, 2-7-2023).
Melihat antusiasme dunia terhadap K-Pop, membuat banyak orang berbondong-bondong ingin menjadi bagian dari industri hiburan Korea. Mereka belajar menari dan bernyanyi, ikut audisi dan mengikuti berbagai seleksi, hingga akhirnya terpilih menjadi salah satu member idol sebagai upaya untuk bisa meraih kesuksesan dan kekayaan dengan cepat.
Namun siapa sangka, untuk menjadi seperti pada idol K-Pop, ada bayaran mahal yang harus dibayar. Bahkan sisi gelap dari gemerlapnya industri K-Pop ini banyak membuat orang menjadi depresi hingga bunuh diri.
Dilansir dari laman Koreaboo, pada 27 Maret 2024 lalu, mantan member girlband K-Pop T-ara, Areum dilarikan ke rumah sakit setelah melakukan percobaan bunuh diri. Lalu pada 14 Oktober 2019, Sulli, mantan idol yang juga aktris dikabarkan meninggal akibat bunuh diri. Selain itu, Kim Dong-wan, yang merupakan anggota boy band K-pop Shinhwa generasi pertama, sempat membagikan bagaimana kelamnya dunia K-Pop melalui akun media sosialnya. Ia mengungkapkan bahwa, menjadi terkenal dan kaya di industri K-pop sering kali harus mengorbankan kesehatan mental akibat tekanan yang sangat besar dan stres yang tinggi karena persaingan yang ketat, hingga menganggu jadwal tidur dan makan akibat padatnya jadwal (soloaja.co, 2-4-2024).
Selain itu, di dunia hiburan ini, uang adalah segalanya. Siapa yang memiliki banyak uang, itulah yang akan lolos menjadi idol. Sementara mereka yang tidak kaya, harus bersabar dan terombang-ambing dengan ketidakpastian, apakah ada kesempatan debut atau tidak. Kemudian, di dunia ini, investor adalah segalanya. Tak jarang para trainee dipaksa untuk menyenangkan para donatur tersebut (idntimes.com, 8-1-2025).
Standar kecantikan yang dijadikan tolok ukur juga tergolong ketat. Para trainee juga dituntut untuk melakukan diet ketat agar membentuk tubuh yang sempurna. Tak sedikit dari mereka yang harus berjuang mengatasi gangguan makan dan tekanan masyarakat yang merusak tubuh. Rutin menimbang badan dan wajib mengikuti rumus tinggi badan yang kaku untuk menentukan berat badan idealnya, hingga dihadapi masalah kesehatan reproduksi seperti mengganggu kelancaran menstruasi (Yoona.id, 17-10-2022).
Fenomena industri semacam ini adalah efek dari diterapkannya sistem sekuler-kapitalisme. Dalam sistem ini, pemilik modal memiliki dan mengendalikan properti untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan dampak buruk berupa eksploitasi besar-besaran kepada sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berada di bawah naungannya. Apalagi hari ini, standar kebahagiaan dan kesuksesan seseorang diukur dari kekayaan dan popularitas. Sehingga, ambisi untuk menggapai impian menjadi kaya dan populer banyak diperjuangkan manusia sekalipun harus merusak fitrah diri.
Di dalam Islam, bisnis semacam ini tidak akan pernah ada. Mengapa? Karena manusia bukanlah objek untuk menghasilkan keuntungan materi. Selain itu, kesuksesan seseorang tidak diukur berdasarkan standar kekayaan atau jabatan, melainkan karya apa yang berhasil diciptakannya, serta seberapa bermanfaat hasil karyanya tersebut terhadap umat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, di dalam sistem Islam manusia diposisikan sebagai subjek untuk mengelola objek berupa sumber daya alam dan apapun selain manusia yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Standar kebahagiaan yang berlaku di tengah umat juga bukan dilihat dari seberapa banyak uang yang dimiliki atau seberapa tinggi jabatan yang diduduki, tetapi bagaimana ia menjadi pribadi yang bertakwa serta bermanfaat bagi umat. Standar ini tentu tidak akan tercipta apabila masyarakatnya masih memiliki pemahaman sekuler, yakni pemisahan antara agama dan kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, perlu ada peran negara dalam hal ini untuk menerapkan sistem Islam dari segala lini, baik di sisi pemerintahan, sisi pendidikan, hukum, dan sebagainya.
Seperti di sisi pendidikan, peserta didik di dalam sistem Islam akan ditanamkan akidah yang lurus dan dalam sampai di tahap terbentuk di dalam dirinya perasaan takut kepada Allah, sehingga peserta didik menjadi individu yang senantiasa berhati-hati dalam setiap tindak tanduknya. Adapun ‘goals’ dari pendidikan dalam sistem Islam ini adalah menjadi manusia yang bertakwa, dan membuat mereka berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebermanfaatan kepada umat.
Seperti fakta sejarah kegemilangan Islam di abad kejayaan kekhilafahan Abbasiyah di masa lalu, banyak tokoh-tokoh hebat yang lahir dari masa ini. Tokoh-tokoh tersebut tak hanya diakui kehebatannya oleh masyarakat Islam, tetapi juga oleh dunia yang penemuannya masih digunakan sampai hari ini. Seperti Al-Khawarizmi yang menemukan angka nol dan ahli matematika. Lalu ada Jabir Ibnu Hayyan yang memiliki kontribusi besar dalam bidang kimia. Kemudian ada Ibnu Sina yang dijuluki sebagai bapak kedokteran dan ilmunya masih digunakan di dunia kedokteran hingga hari ini.
Serta masih banyak lagi tokoh-tokoh Islam yang mendunia dan membawa kebermanfaatan bagi umat hingga detik ini, tetapi juga sebagai amal jariyah yang tiada putus-putusnya untuk bekal di kehidupan selanjutnya, yakni akhirat. Inilah yang membedakan dengan sistem sekuler-kapitalisme yang cenderung membuat manusia tidak peduli akan manfaat atau dampak kerusakannya terhadap umat dan alam. Karena yang terpenting adalah keuntungan materi sebanyak-banyaknya, meski itu harus menghancurkan alam, manusia, dan peradaban.
Maraknya girls band Korea dengan tarian dan pakaian mininya, tidak dimungkiri membuat umat menjadi rusak. Umat digiring untuk menormalisasi pakaian-pakaian mini dan mempertontonkan auratnya. Para wanita dibuat takjub dengan pakaian-pakaian demikian atas nama kebebasan fashion, sementara laki-laki dibuat terus-menerus berpikiran kotor lantaran selalu disuguhi tontonan yang membangkitkan birahi mereka. Jika pada akhirnya ada kasus pelecehan seksual di tengah masyarakat akibat hal ini, tentu hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi.
Menimbang dampaknya yang demikian dengan kesuksesan yang juga belum tentu bisa diraih di jalan ini, meniti karir di dunia hiburan bukanlah suatu kebanggaan yang harus dikejar atas nama cita-cita. Apalagi jika kita menelaah kebermanfaatannya kepada umat yang hampir tidak ada, selain hanya menambah dosa jariyah.
Untuk itu, sudah selayaknya umat kembali memahami bahwa kesuksesan seseorang tidak diukur dengan kekayaan dan jabatan, tetapi bagaimana ia menjadi pribadi yang bertakwa dan bermanfaat bagi umat. Selain itu, pemahaman seperti ini tidak akan terbentuk apabila negara menerapkan sistem selain Islam di dalam menjalankan pemerintahannya seperti hari ini. Maka, agar tercipta pemahaman demikian di tengah umat, sudah seharusnya umat sadar bahwa hanya sistem Islam yang mampu mengubah semuanya serta memperjuangkan penegakan syariat Islam di segala lini.
Via
Opini
Posting Komentar