Motivasi
Mengelola Hati
Oleh: L. Nur Salamah
(Tim Redaksi Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Setiap manusia yang hidup di dunia pasti pernah merasa kecewa, sakit hati, tersinggung, marah, benci, ingin diakui dan lain sebagainya.
Pertanyaannya, bolehkah kita marah? Bolehkah kita kecewa? Jawabnya boleh-boleh saja. Sabar! Jangan terburu-buru protes! Ada hal yang harus kita pahami terlebih dahulu.
Rasa kecewa, rasa marah maupun benci adalah naluri. Iya, naluri untuk mempertahankan diri (gharizah baqo'). Setiap makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan termasuk manusia pasti memiliki naluri tersebut.
Naluri, merupakan salah satu potensi dasar yang Allah Swt. ciptakan pada diri manusia. Tidak bisa dihilangkan atau dicerabut.
Allah Swt. sebagai pencipta sekaligus pengatur, menciptakan manusia lengkap dengan aturan-Nya. Sehingga perasaan di atas, baik kecewa, sakit hati, tersinggung dan lain-lain tidak bisa dihilangkan, namun bisa dikendalikan atau dikelola.
Saat tersinggung atau saat kecewa melanda, tidak harus dilampiaskan dengan amarah atau nafsu yang menggelora. Apalagi harus teriak atau tantrum. Jelas tidak demikian.
Memang, naluri itu tidak akan muncul tiba-tiba. Biasanya ada dorongan atau rangsangan dari luar. Enggak mungkin tiba-tiba marah tanpa sebab. Enggak mungkin kita tiba-tiba murung dan banting pintu.
Kesal, marah, kecewa, sakit hati dan segala macamnya pasti ada penyebabnya. Pasti ada dorongan atau rangsangan dari luar. Entah itu dari pasangannya hidup kita, anak, orang tua, teman, saudara, tetangga, lingkungan dan lain-lain.
Jika kita renungkan sejenak. Sebenarnya faktor-faktor penyebab atau rangsangan dari luar tadi bukan penyebab utama bergejolaknya naluri.
Namun sebenarnya hal penting yang harus kita kelola adalah hati. Tak jarang kita itu menyalahkan keadaan. Entah anak lah, suami lah atau apa. Yang menjadi penyebab kita untuk marah.
Padahal sebenarnya jika hati kita lapang tidak akan mudah tersulut amarah.Hal ini bukan lah perkara yang mudah atau ringan.
Contoh kasus:
Saya pernah merasa sakit hati dengan suami. Gegara saat itu motor hanya satu. Saya pakai untuk pergi ngisi kajian di sebuah sekolah berbasis pondok. Kesepakatan awal, nanti pulang kerja saya diminta untuk jemput.
Waktu itu sudah cukup gelap. Sudah lewat waktu Maghrib, sebagaimana kesepakatan awal saya sudah menunggu di depan pintu gerbang PT. dengan anak nomor 2. Usianya sekitar tiga tahun waktu itu. Nah, setelah hampir satu jam kok enggak ada kabar, jalanan makin gelap. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang.
Di tengah perjalanan, ada SMS masuk bahwa beliau sudah sampai di rumah bareng kawan. Air mata tak sanggup lagi untuk dibendung karena kecewa.
Apakah saya marah saat itu? Tidak. Hanya menangis sepanjang jalan pulang. Sembari istighfar berkali-kali dalam hati semoga rasa kecewa itu menjadi penggugur dosa, barangkali saya pernah menyakiti atau membuat kecewa orang lain. Terus mengelola dan menenangkan hati agar emosi tidak menguasai.
Ingat sebuah hadis yang artinya,
"Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampai pun duri yang melukainya, melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573).
Hadis di atas mengingatkan kepada kita, bahwa segala sesuatu yang tidak mengenakkan, rasa sakit, kecewa, jika rida insyaallah akan menjadi penggugur dosa.
Nah, untuk memiliki sikap seperti itu tidaklah mudah. Butuh ilmu dan belajar dari berbagai referensi. Kemudian latihan dan pengulangan. Maka, perlahan akan terbentuk kepribadian yang ahsan.
Ada sebuah kutipan yang sangat inspiratif, yakni tetaplah dingin di tempat yang panas, tetaplah manis di tempat yang pahit, tetap lah tenang di tengah badai yang menghadang. Mereka lah jiwa-jiwa pemenang dalam kancah kehidupan.
Via
Motivasi
Posting Komentar