Straight News
TEFI: Perang Dagang AS-Cina Membuka Jalan Sistem Alternatif
TanahRibathMedia.Com—Direktur The Economics Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo, merespons krisis global perang dagang antara Amerika Serikat-Cina, dinilai mampu membuka jalan sistem alternatif yakni ekonomi Islam untuk tampil sebagai solusi dan bahkan menjadi pemenang.
"Krisis global perang dagang Amerika versus Cina ini membuka jalan bagi sistem alternatif, termasuk sistem ekonomi Islam untuk tampil sebagai solusi dan bahkan menjadi pemenang," ungkapnya dalam acara Kabar Petang: Skak Mat! RI Mampu Serang Balik AS? Kamis (10-04-2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Karena perang dagang ini, jelasnya, bukan hanya soal tarif, tapi mencerminkan retaknya tatanan global di seluruh sektor kehidupan.
"Di sektor ekonomi dengan kapitalismenya yang gagal, di sektor politik dengan demokrasinya yang penuh intrik," cecarnya.
Inilah momentum bagi negeri-negeri Muslim, seperti Indonesia, imbuhnya, memiliki peluang yang sangat strategis.
Misalnya, kata Yuana, dengan orientasi supply chain global, maka ketegangan Amerika dan Cina itu bisa dimanfaatkan dengan membangun blok baru.
"Kalau dulu ada Asia Afrika misalnya. Mengapa sekarang tidak deklarasi Khilafah Islamiah," tanya retoris Yuana.
Maksudnya, jelas Yuana, negeri-negeri Muslim bersatu di bawah satu komando kepemimpinan tunggal Islam, yaitu khilafah Islamiah.
Karena, menurutnya, sistem harus dihadapi dengan sistem.
"Sistem kapitalisme yang gagal ini harus dihadapi dengan sistem ekonomi Islam," ucapnya.
Apalagi, imbuh Yuana, sistem Islam berbasis tauhid. Jadi, keadilan, distribusi, dan jaminan kesejahteraan bisa dipastikan oleh khilafah (sistem pemerintahan Islam).
Kapitalisme Mengalami Kegagalan
Lanjut Yuana, saat ini sistem kapitalisme mengalami kegagalan yang sangat kasat mata, dengan ditandai oleh ketimpangan ekstrem.
"1 persen menguasai lebih dari 50 persen aset. Jadi 1 persen populasi penduduk dunia ini menguasai lebih dari 50 persen sumber daya alam, aset dunia," bebernya.
Kemudian, sambung Yuana, siklus krisis terjadi secara berulang.
"Sejak kita ingat dulu tahun 1998 kemudian tahun 2008 pandemi geopolitik dan lain-lain itu sifatnya siklik begitu, krisis berulang-ulang," tandasnya.
Selain itu, sambungnya kembali, kerusakan lingkungan akibat ekonomi yang rakus terhadap sumber daya alam, problem gas kaca yang belum terselesaikan, dan lain sebagainya.
Maka, tegas Yuana, jelas sekali kegagalan kapitalisme itu harus ditinggalkan atau dikubur sedalam-dalamnya, kemudian diganti dengan sistem Islam yang sangat relevan.
"Bukan hanya karena asal usulnya dari Allah saja tapi juga karena prinsip-prinsip ekonomi Islam itu nyata, fungsional, dan adil jika diterapkan secara menyeluruh," cetusnya.
Cara Dunia Islam Menjadi Pemenang
Yuana beberkan cara dunia Islam, termasuk Indonesia agar bisa menjadi pemenang.
Yang pertama, integrasikan dulu ekonomi umat berbasis Islam.
"Menguatnya ekonomi halal, kemudian ekonomi syariah itu bukan sekadar pengetahuan, bukan sekadar ilmu semata. Tapi jadikan sebagai sebuah sistem yang bebas riba, prioritas pada distribusi," terangnya.
Yang kedua, membangun blok ekonomi Islam global.
"Sekarang ini dunia Muslim di bawah payung OKI, yang sebetulnya memiliki populasi besar ya 1,9 miliar jiwa," tandasnya.
Kemudian, jelasnya, koordinasi yang serius antara sumber daya alam (seperti minyak, tambang, lahan produktif), serta pasar dan budaya konsumsi yang halalan dan thayiban. Karena akan membentuk kerja sama perdagangan intra Islam, bahkan mata uang alternatif dinar dan dirham.
"Dengan sistem pembayaran yang mandiri misalnya dengan dinar dan dirham digital itu maka ini menjadi solusi yang betul-betul sangat pamungkas. Solusi yang betul-betul chestplank, tentu dengan pamungkasnya sistem Islam secara kafah yaitu syariah dan khilafah," pungkasnya.[] Novita Ratnasari
Via
Straight News
Posting Komentar